Langit Orion siang itu tampak lebih redup dari biasanya. Cahaya biru keperakan menembus jendela rumah Isaac, membias di antara bayangan peralatan kerja yang berbaris rapi di meja ruang tengah. Aroma kopi sisa pagi masih samar di udara, berpadu dengan bau logam tipis dari kabel-kabel yang belum sempat dibereskan.
“Maaf, aku ada urusan di luar hari ini. Aku tidak bisa. Kalau kalian tidak keberatan, kalian berdua boleh mengujinya hari ini.”
Tanpa mengalihkan pandangan dari layar komputernya, Lucas menjawab dengan dingin saat Danny bertanya siapa yang mau jadi kelinci percobaan hari ini untuk project Liminal Sky Room.
Elysia sedikit kecewa.
Tunggu... kenapa aku harus kecewa? Batinnya. Ia menggertakkan gigi, kesal pada pikirannya sendiri.
Kenapa aku jadi norak begini sih?
“Tidak masalah. Aku kosong sore ini,” sahut Elysia sambil menatap Danny—sedikit terlalu cepat, sedikit terlalu tenang.
Danny, seperti biasa, benar-benar tidak peka. Justru dia yang lebih terang-terangan kecewa.
“Eh… aku pikir kalian…” ia berhenti, menatap Lucas sebentar. “Ah, padahal aku sudah berencana untuk membayar tidur ku yang kurang dua hari ini.”
Ia mengacak rambutnya, separuh kesal, separuh pasrah. Tapi kalau sudah urusan bos yang ngomong, ya mana bisa dibantah?
Proyek SEED sendiri sudah mencapai 60% kemajuan, dengan stabilitas sistem yang naik 10% dibanding minggu lalu. Mereka telah melewati beberapa tahap trial: dari pengaturan suhu dan iklim adaptif di kamar tidur, pemetaan emosi melalui intensitas cahaya, hingga respons audio yang mampu membaca tingkat stres dari pola napas.
Namun masih ada satu tantangan besar: mereka perlu menciptakan panel interaktif baru—perangkat yang memungkinkan pengguna mengakses sistem di ruang interior dasar, tanpa perlu membangun Living Chamber yang kompleks di setiap rumah.
Panel ini akan menjadi pusat kendali utama, medium antara kehendak manusia dan algoritma kecerdasan buatan. Tapi untuk itu, mereka membutuhkan sistem keamanan yang jauh lebih canggih, serta beberapa komponen penting—barang-barang yang biasanya hanya tersedia di pasar gelap Orion, seperti pasar Aurora.
Blueprint desain panel dan chip New Series 5.0 mungkin bisa menjadi kunci. Jika berhasil diintegrasikan, panel ini akan memungkinkan setiap ruangan merespons lebih dari sekadar perintah verbal atau sentuhan. Ia bisa membaca gelombang otak dan getaran bawah sadar penghuni. Mewujudkan cita-cita awal mereka: sebuah hunian yang bisa tumbuh, beradaptasi, dan hidup bersama penghuninya.
Proyek ini mereka beri nama: The Listening Loop.
Sementara Mason mencari solusi untuk berbagai kendala itu, tim memutuskan untuk jeda sejenak—mengalihkan fokus pada pengujian versi terbaru Liminal Sky Room. Versi ini diklaim lebih stabil, dan akan di upgrade dengan fitur co-viewing dan parallel view—dua fitur yang membuka kemungkinan baru dalam berbagi memori dan pengalaman antar pengguna.
Namun Elysia belum sepenuhnya yakin dengan kata “stabil”, entah—perasaannya begitu yakin mengatakan seolah ini semua tak akan semudah itu.
Beberapa menit kemudian, pintu ruangan terbuka. Mason masuk dengan beberapa Synapticon ditangan, masing-masing bertuliskan rune halus di sisi belakangnya. Simbol-simbol itu nyaris tidak terlihat, tapi tetap bisa dibedakan dari dekat.
Ia meletakkan logam-logam kecil itu di atas meja, membentuk garis rapi. Lucas bangkit dan mendekat, diikuti oleh Danny dan Elysia yang menoleh penasaran.
“Ada apa?” tanya Lucas, menyentuh salah satu Synapticon yang tergeletak.
“Aku sudah menemukan tempat yang menjual komponen dan blueprint desain panel yang kita butuhkan untuk SEED.”
Mason membuka tablet neuroid-nya, lalu melanjutkan, “Dan untuk The Second Bloom.. Synapticon yang kita punya ini... yah, sudah tiga versi tertinggal dari yang terbaru. Kita sudah harus menggantinya.”
Ia menatap mereka satu per satu. “Dan kabar baiknya, aku baru aja cek portal pasar Aurora. Beberapa pedagang sudah mulai menjual versi baru. Masih belum legal, tentu saja. Tapi ini... ini versi yang benar-benar terbaru.”
Lucas tidak banyak bicara. Tatapannya terpaku pada salah satu gambar Synapticon baru yang disebut Mason—Pikirannya jelas bergerak ke tempat lain.
“Aurora.. di distrik Aethra?” ia bertanya yang lebih kepada gumaman lirih. Seolah baru memproses keseluruhan percakapan.
Lucas kemudian berbalik ke mejanya, menutup layar komputernya, berdiri dengan gerakan yang lebih tenang dari biasanya.
“Kebetulan,” katanya akhirnya, sambil menyelipkan Synapticon itu ke dalam saku mantelnya, “aku ada urusan di Orion hari ini. Jadi aku bisa sekalian pergi cari komponen itu.”
Mason langsung menyipitkan mata. “Sendiri?” katanya, nada suaranya meragukan.
Lucas mengangkat bahu. “Ya. Memangnya kenapa?”
“Memangnya kau sudah pernah transaksi disana?” Mason mencoba meyakinkan dirinya, Lucas menggeleng pelan, ia memang belum pernah kesana, tapi seharusnya semudah membeli buah di pasar biasa bukan?
Tapi Mason mendecak pelan dan menyilangkan tangan. “Nggak ada yang pergi ke Distrik itu sendirian, apalagi dengan tampangmu itu.” Ia menunjuk wajah Lucas, setengah bercanda, setengah serius.
“Ada apa dengan wajahku?” Alis Lucas naik sebelah.
“Kau bakal jadi sasaran empuk penipuan. Disana bukan pasar biasa. Aku ingatkan tuan Lucas yang terhormat, Aurora adalah pasar gelap di Orion. Dan ya, aku akan ikut denganmu, aku juga perlu mencari sesuatu disana.”
Mason meraih mantelnya dan menyelipkan tablet neuroid ke dalam ransel. Lucas menatapnya beberapa detik. Bukan marah, bukan tidak suka. Tapi ada keraguan samar yang hanya orang seperti Mason bisa baca.
“Ayo, barang bagus nggak bisa nunggu lama, banyak yang mengincarnya selain kita,” katanya lagi tak sabar.
Danny mendongak dari tempat duduknya, “Kalian gak mau ajak aku? Atau aku bisa menggantikan Mason.”
“Nggak,” Tukas Mason dan Lucas bersamaan. Mason bergegas berjalan ke pintu.
“Kenapa sih kalian begitu kompak,” Danny mencibir dengan ujung bibirnya, jarinya menekan tuts komputernya dengan kesal.
Lucas menghela nafas pendek, tapi tetap mengikuti langkah Mason tanpa protes.
Yang tidak Mason tahu adalah, Lucas memang punya tujuan lain. Bukan sekadar mencari komponen. Bukan sekadar melihat-lihat pasar Aurora.
Ia ingin mampir ke sebuah rumah tua di salah satu Distrik Elite di Orion yang jaraknya hanya sekitar 30 menit dari pasar Aurora. Rumah itu sudah lama ia tinggalkan, tapi seseorang masih tinggal di sana—seseorang yang pikirannya kini sering tersesat ke masa lalu.
**
Mobil hitam itu melaju dengan senyap di sepanjang jalur bawah tanah Distrik 4—Distrik Aethra, rute terakhir sebelum masuk ke zona abu-abu. Kabin dipenuhi suara dengung lembut mesin elektromagnetik, tapi di dalamnya, udara terasa seperti menyimpan percakapan yang belum selesai
Lucas duduk di kursi kemudi, meskipun mobil milik Isaac itu bisa menyetir sendiri. Ia tidak mengaktifkannya kali ini. Tangannya tetap di setir, mungkin karena ia butuh kontrol atas sesuatu—setidaknya hari ini
“Kau tahu, aku menyadari bahwa kita berdua sama-sama punya tujuan terselubung selain mencari blueprint desain panel kan?” Mason menyandarkan tubuh ke kursi, menatap lampu-lampu neon yang berkedip di luar jendela terowongan.
Lucas tidak menjawab.
Mason mendecak pelan. “Ayolah, kau tidak mau tau apa tujuan asliku?”
Lucas menoleh sebentar. “Aku tidak terlalu suka mencampuri urusan orang lain.”
“Kau yakin? Wah aku kecewa. Padahal aku ada dipihakmu kali ini.”
Lucas akhirnya menoleh lagi, mencoba untuk sedikit penasaran.
“Kau sudah menemukan data anak yang hilang itu?”
Notifikasi kecil menyala sebelum Mason sempat menjawab lagi. Satu pesan masuk, balasan dari alamat tak dikenal.
Mason membuka tanpa suara. Layar gelap terbuka dengan huruf putih menyala: