Echoes of Eternity : The Journey of Freina

Eternity Universe
Chapter #14

CHAPTER 13 : Bayangan di balik Kebanggaan

"Iya iya... kau pasti akan mendapatkan patung!" kataku sambil tertawa kecil, mencoba mengakhiri keluhan Noland dengan nada bercanda.

Namun, sebelum pembicaraan bisa berlanjut lebih jauh, pemilik kios tiba-tiba ikut campur, suaranya sedikit memaksa, "Jadi, nona-nona elf cantik! Apakah kalian akan membeli bros itu atau hanya mengagumi keindahannya saja?"

Eva menghela napas sejenak, jelas masih berusaha menawar. "Tapi, 2 koin emas itu mahal sekali, Bu. Tolong, 1 koin emas saja, ya? Saya yakin Anda bisa mendapatkan keuntungan lebih dari barang lain yang Anda jual."

Si ibu pemilik kios menggeleng dengan tegas, senyumannya ramah tapi tak mau berkompromi. "Maaf, Nona. Harga ini sudah yang terbaik. Saya tidak bisa lebih rendah dari 2 koin emas. Barang seperti ini tidak mudah didapatkan, apalagi dengan kualitas sebagus ini."

Eva tampak berpikir sejenak, wajahnya menunjukkan kekecewaan kecil. Aku mengerti perasaannya, karena walaupun sederhana, bros itu memang memiliki daya tarik yang memikat—detail ukirannya halus, dan permata di tengahnya berkilau lembut di bawah sinar matahari. Tanpa berpikir panjang, aku mengambil koin emas dari sakuku, menambah satu koin emas ke meja kayu kios itu dengan senyum penuh kepastian.

"Biarkan aku yang menambahkannya," kataku sambil mengedipkan mata pada Eva.

Eva terkejut, tapi sebelum dia bisa protes, si ibu pemilik kios sudah mengulurkan tangan untuk mengambil koin-koin tersebut. Wajahnya tersenyum lebar penuh terima kasih. "Terima kasih, Nona. Saya yakin teman Anda akan sangat senang menerima hadiah ini."

Eva menatapku dengan ekspresi campuran antara syukur dan keterkejutan. "Freina, kau tidak perlu melakukannya..."

Aku hanya tersenyum padanya, mengangkat bahu seolah itu bukan hal besar. "Anggap saja ini bagian dari hadiahku untuk Luci juga. Lagipula, kau yang memilihnya, jadi itu sudah cukup berarti."

Eva akhirnya tersenyum, kali ini lebih tulus, sambil meraih bros dari tangan ibu pemilik kios. "Terima kasih, Freina," katanya lembut, suaranya penuh dengan kehangatan.

Di belakang kami, Noland terkikik geli. "Wah, sepertinya aku harus sering-sering menawar agar kau yang membayarkan, Freina."

Aku menggeleng sambil tertawa, memukul ringan bahunya. "Jangan bermimpi, Noland."

Kami bertiga kemudian tertawa bersama, melanjutkan perjalanan di tengah keramaian ibukota Elceria, dengan hati yang sedikit lebih ringan dari sebelumnya.

***

Tak berselang lama kami tiba di sebuah restoran cepat saji yang terkenal di kota ini. Aroma masakan menguar di udara saat kami menampakkan kaki ke dalam restoran. Suara riuh rendah bergema di dalam ruangan, di sini mulai dari orang biasa, petualang, hingga bangsawan berkumpul untuk hanya sekedar sarapan. 

Kami memilih sebuah meja panjang di sudut ruangan, dekat jendela. Cahaya matahari pagi yang hangat menyinari tempat duduk kami dengan sempurna, menciptakan suasana nyaman yang membuat kami ingin berlama-lama di sana. Aroma roti panggang dan sup hangat memenuhi udara, menggoda selera setelah berjalan-jalan cukup lama.

Pelayan datang dengan senyum ramah, mencatat pesanan kami dengan cepat. Aku memesan sup krim dan roti gandum, Eva memilih salad dengan jus buah, sementara Noland, seperti biasa, memesan porsi besar daging panggang dan kentang.

"Noland, kau tahu kalau porsi itu seperti makan siang, kan?" candaku sambil menyender ke kursi.

Dia hanya terkekeh santai. "Hei, aku butuh energi untuk bertahan seharian bersama kalian. Lagi pula, siapa yang akan mengeluh jika aku memesan banyak?"

Lihat selengkapnya