Edelweiss

Musim semi
Chapter #1

Awal Sebuah Kisah (1A)

Seperti pada hari-hari biasanya Adel dan Alin akan sangat excited saat Nugi pulang ke Bali. Apalagi kalau bukan karna sarapan yang akan di buat Nugi untuk mereka, Nugi memang bukan kakak kandung melainkan hanya sepupu. Tapi keduanya sangat menyayangi Nugi seperti kakak mereka sendiri. Selain pandai bermain alat musik dan bernyanyi Nugi juga sangat pandai memasak. Makanya kalau Nugi pulang ke Bali, Adel dan Alin seneng banget.

Saat mencium wangi roti bakar dari dapur yang sudah tercium hingga depan kamarnya itu, Adel langsung mengenali wangi roti bakar ciri khas siapa yang memenuhi rumahnya. Gadis itu langsung berlari kecil ke arah dapur, ia mendapati Nugi dan Alin adiknya yang tengah sarapan bersama.

Adel memang sedikit telat bangun, ini akibat ia harus lembur semalam. Saat klinik tempatnya praktik akan tutup tiba-tiba saja pasien datang, seekor kucing yang sekarat karna tertabrak mobil oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab. 

"Selamat pagi Mas Nugi yang paling ganteng se pulau Jawa," sapa Adel yang membuat Nugi sedikit mendengus. 

"Ini di pulau Bali berarti mas Nugi udah gak ganteng lagi?" Nugi memberikan satu roti panggang buatannya dengan selai nanas dan kacang kesukaan Adel, beserta segelas susu untuk adik sepupunya itu. 

"Yaa udah tau jawabannya lah ya."

"Tumben bangunnya kesiangan? Mas pikir kamu shift siang makanya gak mas bangunin, tapi kata Alin minggu ini kamu shift pagi." 

Sembari makan di kursinya Adel menghela nafasnya pelan "semalam tuh aku lembur, ada kucing yang harus aku operasi malam itu juga. Capek banget, kemarin klinik tuh ruameeee banget." 

"Oh ya? Banyak pasien atau sekedar grooming doang?" 

"Banyak pasien, Mas. Kemarin bukan cuma kucing dan anjing aja pasien aku. Tapi ada kelinci, angsa sama musang juga." 


"Sakit semua tuh?" Nugi ini memang jarang pulang, kesibukannya sebagai seorang idola membuatnya jarang mengunjungi adik-adik sepupunya itu di Bali. Makanya setiap kali dia pulang ke Bali, Nugi akan selalu semangat mendengar cerita-cerita Adel dan juga Alin. 

"Enggak, ada juga yang cuma mau periksa kesehatan, vaksin, steril tapi ada juga yang sakit. Macem-macem pokoknya deh, Mas." di liriknya Alin di sebelahnya, adiknya itu hanya diam seolah tidak pernah perduli dengan cerita-cerita Adel. 

"Jaga kesehatan, jangan telat makan kamu tuh gak bisa telat makan, Del." 

"Siappp!!!" Adel memberi gerakan hormat pada Nugi kemudian terkekeh pelan. 

"Kalo Alin? Kuliah kamu lancar kan?" Kali ini Nugi bertanya pada Alin, Alin memang jauh lebih pendiam dari Adel. Anak itu tidak akan berbicara ketika tidak di tanya, padahal dulu Alin tidak seperti itu. Dia memang sedikit pemalu namun Alin adalah gadis yang baik dan hangat.

"Masih, Mas. Nanti siang juga ada kelas kok." 

"Masih terapi sama dokter Kiki?" 

Alin hanya mengangguk sebagai jawaban, jika di singgung soal terapi kakinya Alin sangat menghindar. Di tinggalnya roti yang masih setengah di piringnya itu. 

"Alin duluan ya, mau ke rumah temen dulu sebelum ke kampus," ucapnya dengan nada dingin. 

"Dek, sama Kakak aja ya. Mau ke rumah siapa?" 

Tidak ada jawaban dari Alin, Adiknya itu hanya menatapnya sinis "gue bisa pergi sendiri," ucapnya kemudian. 

Selepas Alin pergi, dalam hati Adel hanya bisa meringis. Ia merindukan Alin Adiknya yang manis seperti dulu. Meski sekarang Alin seperti mengacuhkannya, itu tidak akan membuat kasih sayang Adel pada Alin luntur. Ia akan tetap menjaga Alin sekuat tenaganya. 


---

"Jadi gimana nih yang abis jadi Dokter tamu di UI?" ledek Aksa saat Rangga baru saja duduk di kursi miliknya. 

Beberapa hari memang Rangga tidak berada di Bali, dia di undang menjadi dokter tamu di kampus yang berada di Depok itu. Tidak lama, hanya beberapa hari saja sebelum akhirnya Rangga kembali ke Bali. 

"Biasa aja, tapi yang bikin gue gak nyangka lebih ke antusias mahasiswa kedokteran di sana sih." 

"Ada cewek yang lo taksir gak? Dedek gemes mungkin." Aksa menaik turunkan alisnya, dari dulu Aksa memang senang menggoda Rangga dengan cara seperti itu. 

Bagi Aksa, hidup Rangga benar-benar membosankan. Temanya itu hanya fokus menjadi seorang dokter forensik dan sibuk mengurus shelter milik orang tua nya, tidak ada wanita di dalam hidup Rangga selain bunda nya. 

Kadang Aksa tidak jarang mengenalkan beberapa gadis-gadis kenalannya pada Rangga, namun tidak ada yang bisa meluruhkan hati temanya itu. Rangga tetap pada pendiriannya, terkadang Aksa berpikir Rangga sengaja membuat garis teritorial untuk tidak di lewati oleh orang lain. Entah, kenapa Rangga seperti itu. Temanya itu benar-benar tertutup. 

"Sa, gue di sana kan jadi Dokter tamu ya. Bukan nyari jodoh," ucap Rangga sembari mendengus pelan. 

Lihat selengkapnya