Edelweiss

Musim semi
Chapter #2

Awal Sebuah Kisah (1B)













"Saya tidak akan segan-segan menyuruh kalian keluar, jika kalian berani mengeluarkan isi perut kalian," ucap Aksa meniru ucapan Rangga saat keduanya selesai bertugas hari ini. 

Ketiga laki-laki itu melepas sneli yang tadinya mereka pakai, di kursinya Rangga hanya bergeming. Ia mulai membuka MacBook miliknya dan mengecek hasil laporan lab tentang kasus hari ini dan kemarin. Sekaligus mengecek surel miliknya.

Sementara itu Yohan justru tertawa mendengar ledekan yang Aksa lemparkan sedari tadi padanya. 

"Parah lo, Sa. Ngeledekin Rangga mulu." Yohan memegangi perutnya karna tawanya sendiri, apalagi ketika Aksa mencoba menirukan ekspresi datar andalan Rangga.

"Galak banget lo, Ga. Hari ini persis ibu kost kalo yang ngekost telat bayar. Ama anak coass jangan galak-galak. Doa orang yang tersakiti kadang mujarab." 

"Gue emang begini, toh kalau mereka gak suka sama gue sekali pun, mereka tetep butuh nilai dari gue karna gue konsulen mereka. Gue cuma bersikap tegas sama mereka, stase ini beda dari stase yang lain," jelas Rangga, Ia tidak perduli dengan julukan dokter galak sekalipun yang anak-anak coass sematkan untuknya, ia hanya bersikap tegas pada dokter-dokter muda itu. Yang terpenting taraf ketegasannya masih di batas wajar menurutnya. 

"Padahal tadi ada yang cakep tuh apalagi Gentari, Kasian doi abis keluar dari ruang visum mukanya pucat." 

"Biasa, Han. Baru mampir di stase forensik emang begitu, untung yang mampir kali ini bukan jenazah drawning¹. kalo gak shock banget kali ya, mereka ganti baju sampe mandi pun bau nya masih nempel," celetuk Aksa, cowok itu sedikit merenggangkan otot-ototnya setelah seharian menangani banyak kasus hari ini. 

"Harusnya udah enggak kaget gak sih? Mereka pasti bukan pertama kalinya liat jenazah, waktu praktikum anatomi juga mereka pasti ketemu sama cadaver² kan." 

"Ya beda lah, Han. cadaver yang biasa di fakultas kedokteran tuh rata-rata udah di awetkan. Apalagi banyak yang emang udah di bedah, beda sama jenazah yang kadang dateng aja bentuknya udah gak bisa di jelasin." 

Di kursinya Rangga masih bergeming, ia sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Mengecek beberapa hasil lab yang di kirimkan Maudy melalui surel nya. Lalu memeriksa kembali visum et repertum³ yang akan ia kirimkan besok pagi ke penyidik.

Di kursinya Yohan melirik Aksa yang kini juga melihat ke arahnya. Kini kedua cowok itu sama-sama melihat ke arah Rangga yang sibuk dengan MacBook nya. 

"Eh, Ga. Balik nanti nongkrong dulu gak? Maudy ngajakin ke warjak nih," mereka emang sering banget buat ngumpul di warjak atau warung tanjakan, tempatnya sederhana hanya warung di pinggir jalan dekat tanjakan yang menyediakan makanan seperti Indomie kornet, roti bakar, pisang bakar dan sate lilit. 

"Gue tinggal." 

Yohan menghela nafasnya pelan, mengajak Rangga untuk sekedar makan di luar sangat sulit. Cowok itu memiliki pola hidup yang teratur, seperti ia akan selalu pulang ke rumahnya tepat waktu. untuk makan malam bersama keluarga di banding dengan teman-temanya. 

"Bunda Rachel masak banyak lagi? Yah.. tau gini sih mending kita ke rumah lo aja gak sih?" Usul Aksa. 

Lihat selengkapnya