Edelweiss

Musim semi
Chapter #3

Sudut Pandang (2A)

Pagi ini Rangga tidak langsung menuju rumah sakit tempatnya bekerja, ia mendatangi kantor kejaksaan untuk menyerahkan hasil autopsi yang di lakukan serta memberikan penjelasanya terhadap hasil visum yang ia buat. 

Rangga duduk di sofa ruang kejaksaan, ini bukan yang pertama kalinya untuk Rangga. Selama ia menjadi seorang ahli forensik, Rangga sudah sering mendatangi kantor kejaksaan untuk memberikan penjelasanya terhadap hasil visum. 

Satu hal yang selalu di banggakan dalam diri Rangga oleh teman-teman dan keluarganya, ia memiliki pendirian yang kuat, kegigihan serta kebaikan hatinya yang selalu ingin menegakan keadilan.

Dengan penuh kepercayaan diri yang ia miliki, Rangga akan menjelaskan hasil yang tertulis dalam visum et repertum kepada jaksa, tanpa menunggu pihak kepolisian yang biasanya akan menjelaskannya. 

"Saya akan menjelaskan hasil autopsi pada jasad korban," Rangga menunjukan semua foto-foto korban yang sempat Gentari potret kemarin saat melakukan autopsi "terdapat contusio¹ di bagian samping kepala korban, terjadi ekstravasi² darah di jaringan subkutan³ biasanya di sebabkan oleh benda tumpul," Rangga melingkari bagian memar yang terdapat di bagian kepala korban dan juga bagian tubuh lainya. 

Rangga menatap jaksa dengan ekspresi andalannya, wajar datar itu seperti sudah menjadi ciri khas yang orang lain lihat dalam diri Rangga. 

"Singkatnya memar ini bisa di sebabkan oleh benda tumpul seperti dinding, lantai, atau lemari. Korban bisa saja terbentur atau di benturkan," Rangga menarik nafasnya sebentar, tidak ada rasa gentar. hanya saja ia merasa pengap ketika arwah wanita yang kemarin ia visum masih terus membuntutinya. 

"Selain itu di bagian lengan dan dada sebelah kiri terdapat vulnus laceratum⁴, berbentuk irregular, tepi tidak rata dan dasar luka tidak teratur. Di bagian lengan kedalamannya 13cm dan di bagian dada sedalam 15cm luka tusuk pada dada kiri, merobek jantung hingga menembus kandung jantung dan melukai pembuluh darah besar. Menimbulkan pendarahan pada kandung jantung sehingga tidak bisa kontraksi," Rangga beralih pada gambar-gambar luka tusuk yang ada di tubuh korban. "di sebabkan oleh benda tajam seperti pisau," lanjutnya. 

Jemari Rangga mengepalkan tangannya, di sebelahnya arwah itu masih memperhatikannya dengan raut wajah yang sulit ia artikan. Rangga benci ketika ia memiliki perasaan iba pada arwah yang ia autopsi, perasaan itu selalu membuatnya ingin berbuat jauh untuk menolong korban hingga mendapatkan keadilan yang seharusnya korban dapat. 

"Selain itu," Rangga mengganti slide dan muncul beberapa gambar lainya di sana, membuat beberapa orang sedikit terkejut tidak kecuali jaksa yang saat ini duduk di depannya "korban sedang mengandung, janin berusia 20 minggu dengan ukuran 25cm dengan berat 315 gram. Selain itu di temukan sebuah kapsul yang sempat korban telan, mengandung zat misoprostol⁴ zat ini biasanya di temukan di dalam obat penggugur kandungan. Kesimpulan dari visum et repertum yang saya buat, terdapat luka tusuk menembus kandung jantung, menyebabkan pendarahan, di temukan janin serta zat misoprostol. Cara kematian, tidak wajar," jelas Rangga menutup akhir dari kesaksiannya. 

Setelah selesai memberikan kesaksian ia langsung keluar dari gedung kejaksaan, Rangga tidak langsung kembali ke rumah sakit karna Mahasura bilang akan menemuinya sebentar. 

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Rangga untuk menemukan Mahasura, laki-laki dengan tinggi 177cm itu berada di lorong pintu keluar menuju parkiran mobil gedung kejaksaan. 

"Terima kasih Dokter Rangga sudah memberi kesaksiannya barusan," ucap Mahasura sembari menjabat tangan Rangga. 

"Sama-sama, Mas. Ngomong-ngomong sudah memeriksa siapa saja yang korban temui sebelum meninggal?" tanya Rangga, dalam kasus seperti ini semua orang yang korban temui wajib di curigai. 

Mahasura menatap Rangga lekat, laki-laki itu mengangguk dengan rahang yang semakin menegas. Rangga bisa melihat kantung mata laki-laki itu semakin membesar, Rangga paham pasti Mahasura banyak menangani kasus akhir-akhir ini. 

"udah, tapi semua bukti mengarah pada pacar korban. Apalagi kedua nya sempat cekcok, dan orang yang terakhir keluar dari kosan korban adalah pacarnya. Semua bukti di TKP sudah saya kantongi sampai sekarang pun TKP masih di steril." 

Selepas berbicara pada Mahasura, Rangga langsung kembali ke rumah sakit. Ia baru ingat jika Adel bilang bahwa gadis itu akan menemuinya di rumah sakit saat jam makan siang. Pada pertigaan terakhir menuju rumah sakit, Rangga sempat menggulung lengan kemeja yang ia kenakan untuk melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. 

Ini sudah pukul 3 sore, sudah lewat dari jam makan siang dan waktu istirahatnya. Mungkin saja Adel sudah pulang, pikir Rangga. Mobil yang ia kendarai memasuki halaman gedung forensik rumah sakit Bali Medika Center. 

Rangga langsung berjalan ke ruangannya berada, di lorong rumah sakit beberapa dokter muda menyapanya. Rangga hanya mengangguk sebagai jawaban serta memberikan senyum sekedarnya. 

"Nah ini dia yang di tunggu," ucap Aksa begitu Rangga membuka pintu ruangan. Ia langsung menghampiri Rangga dan memberikan paper bag berisi kotak bekal dan beberapa cemilan yang Adel bawa. "Dari Adeline." 

Rangga mengangguk "anaknya kemana sekarang?" 

"Ya balik lah, parah ya lo, Dia bela-belain bawain makan siang tapi lo nya gak ada di tempat parah-parah," Aksa menggelengkan kepalanya, berpura-pura kecewa dan sedih atas sikap Rangga. 

"Gue udah bilang sama dia, kalo gue gak di rumah sakit hari ini," Rangga membuka paper bag itu, berisi nasi lengkap dengan cumi asam pedas kesukaannya dan tumis brokoli, kebetulan ia juga belum makan siang. 

Lihat selengkapnya