Edelweiss

Musim semi
Chapter #10

Buka Hati (5B)

Seorang gadis berusia 24 tahun sedang melakukan peregangan sebelum memulai latihan nya, ia sudah siap dengan pointe¹ dan juga leotard² berwarna merah muda dengan bagian bawah yang terlihat mekar.

Beberapa ballerina yang lainya juga tengah bersiap, dari arah pintu masuk studio seorang wanita berusia 35 tahun itu masuk, paras cantik dengan bintik kecoklatan yang menghiasi wajahnya itu tersenyum ke arah murid-muridnya.

Wanita bernama Issabelle itu tersenyum saat menyadari Alin juga hadir di kelasnya, wanita itu tersenyum dan melambaikan tangannya pada Alin dan Rayhan yang duduk di kursi penonton.

Setelahnya Miss. Issabelle menepukkan tangannya, menyuruh semua muridnya itu untuk berkumpul membentuk sebuah lingkaran. Alin hanya bisa meringis, ia kembali melirik ke arah kakinya yang masih terbalut walking brace.

“Aku bawain pointe punya kamu. Kalau Alin mau pakai nanti Mas Rayhan pakein,” ucap Rayhan tiba-tiba, membuat Alin menoleh ke arah cowok itu. Senyumnya merekah, membuat perasaan Alin sedikit menghangat.

Gadis itu menggeleng pelan “enggak, Mas. Buat apa juga pakai pointe tapi enggak bisa nari.”

“Kenapa? Emangnya kalo pake pointe itu artinya harus nari? Kan enggak. Lagian kamu cantik banget kalau pake itu,” katakanlah ini kalimat penenang, tapi Rayhan memang selalu menyukai Alin ketika gadis itu sedang menari mengenakan pointe miliknya, kaki jenjangnya terlihat cantik menurut Rayhan.

“Enggak sih, tapi Alin enggak pengen pakai aja.”

“Ya Udah kalau gak mau, Mas Ray simpan lagi ya.”

Alin mengangguk, Rayhan akhirnya menyimpan kembali pointe yang tadi ia bawa ke dalam paper bag yang ia bawa. Mata Alin masih terpanah pada barisan para ballerina yang mulai berlatih.

Sound system juga telah di nyalakan, lagu fouettè mengalun hingga penjuru studio. Seorang gadis muda berusia 24 tahun yang Alin lihat sedang peregangan tadi mulai menari dengan indahnya. Sesekali ia mengikuti instruksi gerakan dari Miss. Issabelle katakan satu persatu.

Plié,” ucap Miss. Issabelle.

Semua yang ada di studio itu terpanah pada gadis itu, bukan hanya gerakan indah yang ia tampilkan tapi juga parasnya yang menawan, membuat seluruh atensi semua orang di sana tertuju padanya.

Tendu,” si gadis yang sedang menari itu mulai mengubah gerakannya setelah Miss. Issabelle memberikan instruksi.

Dégadé,

Di kursinya Alin masih hapal semua gerakan itu disaat ia sudah tidak bisa menari. Di kursinya ia meremas jeans yang ia kenakan, jika kakinya tidak seperti ini mungkin ia akan lebih mudah untuk menari. Gerakan Plié¹, Tendu², Dégagé³, Développé⁴, Ronde de Jambe¹, dan Grand Battement.² semuanya masih Alin hapal hingga saat ini.

Saat gadis itu sudah selesai menari, semua yang ada di dalam studio menepukkan tangannya. Membuat senyum gadis itu terpancar semakin cerah, dia adalah Aura. Allya Giani Aura, gadis berdarah Jepang dan Bali itu adalah sahabat sekaligus saingan terberat Alin.

Meski Aura tidak pernah menganggap Alin sebagai saingannya, dari dulu Alin selalu merasa kecil jika sudah berdampingan dengan Aura. Gadis itu selalu di lingkupi keberuntungan, sekolah, kompetisi dan kehidupan percintaannya berjalan mulus beriringan.

Alin tidak iri dengan kehidupan percintaan Aura, ia hanya benci ketika orang lain menyanjung Aura berlebihan, menjadikan dirinya selalu nomer dua dimanapun ia berada, ia juga ingin bersinar menempati posisi Aura. Namun sialnya impiannya itu tidak akan pernah tercapai. Mengingat kakinya yang tidak lagi sama.

Miss. Issabelle menyuruh ballerina yang lain untuk memperagakan gerakan Prancing¹, Jumping Jacks², Butterfly stretches³, Front and Side Splits⁴, dan gerakan lainnya. Setelah itu Miss Issabelle dan Aura kerap menyambangi Alin di kursi penonton.

Ketika sadar Miss. Issabelle dan Aura akan menuju ke kursinya, Alin berdiri menggandeng lengan Rayhan untuk segera pergi dari sana. Namun Rayhan yang menyadari itu buru-buru menahan Alin, dia gak ingin gadis itu terus menghindar. Rayhan paham seberapa rindunya Alin dengan studio, Miss. Issabelle dan segala hal tentang ballet.

“Jangan lari lagi, Lin. Miss. Issabelle itu udah notice kamu dari tadi. Apa kamu enggak kangen sama Miss. Issabelle?” tanya Rayhan, matanya menatap lekat netra legam milik Alin itu.

Alin kian menunduk, ia tidak bisa membohongi perasaanya sendiri karna nyatanya ia memang merindukan segala hal tentang ballet.

“Shaluna,” panggil Miss. Issabelle, wanita itu memang menyukai nama belakang Alin. Makanya Miss. Issabelle memanggil Alin dengan nama itu.

Alin menoleh, ia tersenyum kikuk sembari menyampirkan rambutnya ke belakang telinga. “Miss. Issabelle, Comment allez-vous?” (Miss. Issabelle, apa kabar?)

Miss. Issabelle memeluk Alin erat, wanita berdarah Prancis itu sangat merindukan Alin. “Je vais très bien, et bien mieux quand je te reverrai ici.” (kabar saya baik-baik saja, dan lebih baik lagi ketika saya melihatmu kembali disini.)


Alin melepaskan pelukannya pada Miss Issabelle, matanya melirik ke arah Aura yang tersenyum manis padanya. Namun justru sebaliknya, Alin menatap Aura dengan tatapan dingin dan tidak bersahabat.

“Lin, apa kabar?” tanya Aura.

Alin hanya mengangguk, setelah mengobrol dengan Miss. Issabelle sebentar. Alin memutuskan untuk pulang, ia tidak merasa nyaman dengan Aura yang berada di sebelahnya. Di perjalanan pulang, Alin sempat bungkam, ia hanya menatap jalanan di sekitar sembari menyimak siaran radio yang dinyalakan oleh Rayhan.

“Di kacangin di lalerin...” Rayhan terkekeh pelan, ia sedikit mencubit pipi Alin dengan gemas demi menghibur gadis itu “kamu sakit gigi ya, Lin?”

“Apa Sih, Mas Rayhan. Siapa juga yang sakit gigi.”

“Kamu lah, abisan diem aja. Mas Rayhan sampe di lalerin ini,” Rayhan sedikit menyibak hoodie yang ia kenakan, seolah-olah ia sedang mengusir serangga yang menempel di hoodie miliknya.

Lihat selengkapnya