Edelweiss

Musim semi
Chapter #12

Bersaudara (6B)

Malam ini Adel benar-benar menyiapkan dirinya untuk mengajak Alin berbicara, mengajak Adiknya itu untuk meluruskan permasalahan mereka berdua yang sudah cukup lama. Yup, cukup lama karna masalah ini sudah terjadi sejak 6 tahun yang lalu.

Sejak Alin berusia 18 tahun, waktu itu Alin akan bersiap untuk kompetisi ballet di Jepang. Gadis itu telah mempersiapkan semuanya sejak lama, Alin sangat optimis. Baginya ballet adalah hidupnya dan impiannya adalah merebut posisi pertama. Alin sudah lelah berada di peringkat 2.

Waktu itu Adel mengajaknya berjalan, mengelilingi sekitaran rumah mereka dengan sepeda yang baru saja Adel beli. Adel baru bisa naik sepeda, dan ia ingin membawa Alin jalan-jalan menyusuri sekitaran rumah hingga jalan menuju pantai.

Namun sialnya, jalanan sukup terjal dan sedikit menurun. Membuat Adel yang baru bisa mengendarai sepeda itu oleng. Keduanya jatuh saat sebuah mobil melaju dari arah berlawanan, Adel jatuh ke sebuah semak-semak sedangkan Alin. Pergelangan kakinya terlindas oleh mobil hingga mengalami cidera yang cukup serius.

Sejak itu, Alin berhenti ballet. Hidupnya terasa kosong dan waktu seperti berhenti berputar di waktu itu. Kompetisinya di Jepang di batalkan karna ia harus melakukan perawatan.

Adel mengusap wajahnya, kilasan menyakitkan itu terus teringat ketika ia sudah berada tepat di depan kamar Alin. Ia tidak langsung mengetuk kamar Adiknya itu, Adel hanya berdiri sembari meremas jari-jari tangannya.

Belum sempat Adel mengetuk, tiba-tiba saja pintu kamar Alin terbuka. Alin berdiri di depan pintu sembari menatap Adel penuh tanda tanya.

“Dek...” panggil Adel, ia tersenyum kikuk layaknya ketahuan sedang mengintip.

“Lo ngapain depan kamar gue?”

Adel menghembuskan nafasnya pelan, ia harus berani. Ia harus bisa menyelesaikan konflik batin dengan Adiknya itu “ada yang mau Kakak omongin, boleh?”

Alin mengangguk, kebetulan sekali. Ia juga ingin membicarakan sesuatu dengan Kakaknya itu “iya, gue juga.”

Alin membuka pintu kamarnya lebar, membiarkan Adel untuk masuk dan berbicara di dalam kamarnya. Rasanya sudah sangat lama sekali Adel tidak masuk ke dalam kamar Adiknya itu. Sudah sangat lama, apalagi sejak hubungan keduanya menegang.

“Lo mau ngomong apa Kak?” tanya Alin lebih dulu.

“Ada sesuatu yang mau Kakak obrolin, mungkin ini bakalan sedikit mengorek luka lama kita.”

Alin mengangguk, apa kakaknya itu akan membicarakan hal yang sama padanya?

“Gapapa, gue rasa emang harus ada yang di lurusin soal kita.”

Sepersekian detik kemudian mereka diam, sibuk menata beberapa kalimat yang akan di lontarkan.

“Kakak minta maaf,” ucap Adel tiba-tiba, membuat Alin sedikit tersentak karena ketidaksiapannya “maaf Kakak udah rusak hidup kamu, masa depan, cita-cita dan semua hal indah yang terjadi di hidup Alin. Kakak enggak becus jagain kamu, gak becus jadi Kakak yang baik buat Alin sampai Alin ngerasa kalo yang sayang dan perduli sama Alin itu cuma Rayhan. Maaf. Maaf Kakak menghindar setelah kejadian itu dan bukan langsung minta maaf. Kakak pengecut, Kakak ngerasa bersalah sampai enggak berani lihat wajah kamu,” Adel menangis, rasanya sungguh menyesakan sekaligus melegakan ia bisa mengeluarkan semua kalimat itu.

“Kak..”

“Sekali lagi maaf, Kakak harap. Alin mau maafin Kakak. Dan hubungan kita kembali kaya dulu, Kak Adel kangen Alin yang dulu. Alin yang ceria, Alin yang positif dan penuh ambisi.”

Lihat selengkapnya