Sudah terhitung seminggu ini Adel tidak menghubungi Rangga, kadang ada dimana ia merasa harinya kembali menjadi datar seperti dulu. Tidak ada celotehan dari bibir Adeline yang merayunya, dan tidak ada pesan singkat berisi obrolan random yang kadang Adeline kirimkan untuknya.
Kalau boleh jujur semenjak ia dekat dengan Adeline, hidupnya tidak lagi tentang hitam dan putih. Adeline menorehkan banyak warna di kanvas miliknya. Malam ini seusai membaca buku, ia melepas kacamatanya dan duduk menghadap kamar Adeline.
Kamar itu tertutup dan lampunya sudah mati, tadinya jika lampu kamarnya masih menyala. Rangga ingin menelfon Adeline untuk bertanya kabarnya.
“apa Adeline lagi sibuk? Atau dia marah sama gue? Tapi kenapa?“
Rangga jadi overthingking sendiri hanya dengan memikirkan Adeline, kadang jika ia mengingat hal-hal bahagia dengan gadis itu. Jantungnya berdetak tidak karuan, kadang tanpa sadar Rangga juga suka tersenyum.
Tiba-tiba saja angin masuk melalui jendela kamar Rangga, bersamaan dengan Salma dan hantu penghuni pohon bambu di belakang rumah Adeline. Itu Mika si hantu penasaran yang kerjaannya menangis sepanjang malam.
Rangga berdiri dan melipat tangannya di depan dada “siapa suruh kamu masuk ke sini?” tanyanya tegas.
Mika si hantu berwajah pucat dengan darah di sekujur tubuhnya itu melirik ke arah Salma, di sebelahnya Salma hanya nyengir sembari meremas-remas baju yang ia pakai.
“Keluar!!” ucap Rangga, tangannya menunjuk ke arah jendela dan membuka jendela itu lebar-lebar agar Mika keluar dari kamarnya. Padahal tanpa harus Rangga membuka jendela kamarnya, Mika akan tetap bisa keluar. Ia kan transparant arwah bahkan bisa menembus tembok tebal sekalipun.