Edelweiss

Musim semi
Chapter #25

Swastamita (13A)





“Ada yang aneh dari saya makanya kamu senyum-senyum terus?” Rangga melirik Adel yang berada di sebelahnya. Hari ini Rangga libur, Adel bilang ingin mengajaknya ke suatu tempat yang menjadi tempat favorite nya selama ini sehabis shift nya selesai.

“Enggak,” Mati-matian ia menahan senyum konyolnya agar Rangga tidak bisa merasa aneh melihatnya terus tersenyum.

“Terus kenapa senyum-senyum?”

“Emangnya gak boleh ya? Mas Rangga kayanya emang lebih senang liat saya cemberut atau ngomel-ngomel deh.”

Rangga menghela nafasnya pelan “ya, bukan begitu maksud saya. Cuma lihat kamu senyum-senyum kaya gitu padahal gak ada yang lucu aneh juga.”

Kalau boleh jujur, Adel saat ini sedang menahan dirinya untuk tidak menjerit, atas setiap perlakuan sederhana yang Rangga lakukan untuknya. Pagi tadi Nugi baru saja tiba di Bali saat dirinya sudah berada di klinik, Adel juga baru tahu siang ini dari Alin.

Biasanya, setiap kali Adel akan pergi dengan seseorang ia tidak pernah izin, ia baru akan memberi tahu jika Nugi atau Alin bertanya. Tapi hari ini, ia mendengar sendiri dari Rangga bagaimana cowok itu berpamitan meminta izin pada Nugi untuk mengajaknya berjalan-jalan sebentar.

Sebelumnya Adel tidak pernah seperti ini, dulu sewaktu ia masih bersama Noah, Noah akan menjemputnya di luar pagar rumahnya dulu. Tanpa berpamitan pada kedua orang tuanya.

“Saya tuh bukan ngetawain Mas Rangga kok, saya cuma apa ya..” Adel menimang ucapannya, senyumnya masih tidak luput dari wajah cantiknya itu “saya cuma takjub aja sama semua perlakuan kecil Mas Rangga ke saya.”

“Perlakuan kecil maksudnya?” Rangga mengerutkan keningnya bingung.

“Ya kaya tadi waktu Mas Rangga jemput saya di klinik, Mas Rangga bilang kalau Mas udah izin mau ajak saya pergi sama Mas Nugi dan Alin. Padahal setiap kali saya mau pergi, saya enggak pernah izin. Kecuali kalau Alin atau Mas Nugi nanya ke saya,” jelasnya.

Rangga tersenyum kecil, sembari mendengarkan celotehan gadis itu. Matanya melirik ke arah kaca spion mobilnya. Rangga bukan tidak sadar jika mobil yang ia kendarai terus di buntuti oleh seseorang. Rangga sadar akan hal itu, namun ia masih terus bersikap tenang. Ia tidak ingin membuat Adel takut.

Sembari terus fokus menyetir Rangga sembari memikirkan langkah terbaik apa yang harus ia lakukan.

“Saya kan ngajak anak gadis orang. Kamu juga punya keluarga, rasanya enggak sopan saya kalau ngajak kamu tapi enggak minta izin sama orang rumah. Saya ngerasa bertanggung jawab selama kamu jalan sama saya.”

“Mas Rangga tau gak?”

Rangga menggeleng kepalanya pelan “enggak.”

“Bener juga sih saya kan belum ngasih tau ya,” Adel nyengir dan memutar tubuhnya agar bisa menghadap ke arah Rangga “ini pertama kalinya ada cowok yang izin ke keluarga saya sebelum ngajak saya pergi.”

“Oh ya?”

“Iya beneran, dulu waktu saya pacaran sama Noah. Dia selalu jemput saya di depan pagar rumah saya, gak pamitan sama Mom dan Dad. Kami langsung pergi aja gitu.”

Rangga hanya mengangguk-anggukan kepalanya pelan, diam-diam ia terus melirik ke arah mobil yang masih terus membuntutinya itu. Karena sudah tidak tahan, akhirnya Rangga berhenti di sebuah kedai kopi. Ia ingin melihat apa mobil yang mengikutinya itu ikut berhenti atau tidak.

“Loh, Mas? Kan kita belum sampai,” Adel bingung ketika mobil Rangga berhenti di sebuah kedai.

“Saya boleh minta tolong pesanin saya kopi gak, Del?”

“Boleh, Mas Rangga mau kopi apa?”

Rangga bingung, ia tidak pernah meminum kopi sebelumnya. “Apa aja, yang menurut kamu enak. Kamu pegang ATM saya, ya. Pin nya 810233.”

“Oke siap!”

Lihat selengkapnya