Dan disinilah ketiga cowok itu berkumpul sekarang, di house studio milik Kelvin yang sekaligus terhubung dengan art gallery miliknya. Kelvin memang memiliki art gallery, saat ini statusnya masih private.
Hanya ia dan beberapa orang yang ia percayai yang boleh masuk ke sana, karyawannya pun hanya 3 orang. Entah apa yang tengah Kelvin ciptakan di sana, yang jelas teman-temanya itu hanya bisa menunggu sampai Kelvin siap mempublikasikan Sajak Putih, itu adalah nama art gallery milik Kelvin.
Kelvin membawa 3 cangkir kopi yang ia racik sendiri, Kelvin ini pecinta kopi. Ia bisa tau nama biji kopi dan asalnya hanya dengan mencium aroma dan bentuknya saja. Kecintaan Kelvin pada kopi, seni, dan sastra sangat tinggi.
Di ujung sofa sana Vernon mengusap wajahnya berkali-kali, wajah yang tampak lusuh dengan kemeja berwarna biru laut yang sudah ia gulung di bagian lengannya itu seperti menyiratkan kerisauan bercampur dengan lelah yang sedang ia rasakan.
“Mau mulai dari mana?” tanya Kelvin membuka obrolan di antara mereka, sudah 10 menit lalu hanya hening yang tercipta di antara ketiganya.
Kelvin sibuk meracik kopi dan Rayhan yang sibuk mengitari seisi studio house yang belum lama Kelvin ubah dekorasinya.
“Gue lagi hancur banget, Kev, Ray,” ujar Vernon kemudian, ucapan Vernon barusan membuat atensi Rayhan teralihkan. Cowok itu akhirnya duduk di samping Kelvin, bersiap menyimak cerita yang akan Vernon bagi.
“Ada masalah keluarga, Ver?” tanya Rayhan.
Vernon mengangguk.
“Gue baru aja tau siapa Bapak kandung gue yang sebenarnya.”
“Maksudnya?” Kelvin mengerutkan keningnya.
“Kalo selama ini kalian selalu mikir gue ada keturunan bule padahal gue selalu bilang gue ini jawa tulen itu ternyata gue salah, gue keliru—” Vernon menggeleng pelan “gak, gue bukan keliru. Gue bahkan ga tau.”
Rayhan dan Kelvin masih menyimak, membiarkan Vernon membagi cerita yang ingin ia bagi. Vernon itu baru kali ini terlihat hancur seperti itu.
“Gue bukan anak kandung bokap gue,” lanjutnya. membuat Kelvin dan Rayhan saling memandang satu sama lain akan keterkejutan “bokap gue bukan Pak Danuarta. Bokap gue itu ada darah Amerika, nyokap gue bilang beliau lahir dan besar di Jogja. Kakek gue orang Amerika pantes aja muka gue bule banget, Naura sama gue itu cuma satu Ibu. Gue baru tau ini 2 minggu yang lalu, nyokap gue yang cerita sendiri.”
Vernon terkekeh, menertawakan ketidaktahuannya selama ini serta sandiwara yang orang tua nya ciptakan demi mengelabuinya.
“Tolol banget gue, kenapa gue gak pernah kepikiran kalo muka gue aja lain sendiri dari Naura. Padahal Papa bukan blasteran,” Kelvin menepuk pundak Vernon pelan, cowok itu mengangguk mengisyaratkan pada Vernon untuk kembali melanjutkan ceritanya.
“Bokap kandung gue menetap di Jogja, namanya Ahya Horrison. Nyokap gue udah ngasih alamat di mana rumah bokap gue, nyokap gue cuma ngerasa cepat atau lambat gue harus tau ini semua.”
“Lo ada niatan buat ketemu Bapak lo, Ver?” tanya Rayhan.
“Ada Ray, ada. Gue harus ketemu dia buat minta penjelasan. Kenapa selama ini dia gak pernah nemuin gue.”
Kelvin mengangguk pelan, ia jadi teringat kata-kata Kikan di grup chat mereka. Kikan mengajaknya liburan di jogja kenapa tidak sekalian saja untuk mengantar Vernon bertemu dengan Ayah kandungnya? Pikir Kelvin.
“Gimana kalo kita ke Jogja? Kebetulan kemarin juga Kikan ngajakin liburan kan? Kita ke Jogja buat liburan sekalian ketemu sama bokap lo, gimana?” usul Kelvin tiba-tiba.