Rangga mengusap wajahnya gusar, hari ini ia benar-benar di buat pusing oleh coass yang baru. Seharian kemarin ia sudah di buat pusing oleh orang-orang yang terus mengikutinya dan sekarang kepusingannya itu bertambah.
Gadis di depannya dengan wajah pucat menahan takut itu menunduk, gadis bernama Salwa itu masih berusaha berfikir untuk menjawab pertanyaan yang di berikan oleh Rangga barusan.
Padahal Rangga hanya bertanya tentang obat-obatan apa saja yang bisa di uji dengan Triage DOA.
“Udah 2 menit saya kasih kamu waktu, dari pada kamu nunduk kaya siswi yang lagi di hukum gurunya. Mending kamu ambil alat tulis kamu dan catat apa saja yang saya ucapkan,” ucapnya tegas. di kursinya Aksa dan Yohan saling melirik satu sama lain.
Hari apes bagi Salwa karena seharian ini Rangga benar-benar memarahi coass yang tidak cekatan, apalagi jika di tanya tidak tahu. Rangga memang begitu, ia akan memastikan semua ilmu yang telah dibaginya itu bisa tersampaikan dengan baik pada dokter coass bimbingannya.
Salwa mengambil buku miliknya dan pena, kemudian kembali menghadap ke Rangga yang sedang melipat tangannya di depan dada.
“Benzodiazepin¹, Kokain², Amfetamin³, Metadon⁴, Opiat¹, Barbiturat²—”
“Maaf, Dok. Sehabis Kokain tadi—”
Rangga menggeleng “saya gak mau ngulangin ucapan saya lagi, makanya kamu simak semua yang saya ucapin,” jawabnya tegas.
“Maaf, Dok.”
Dari kursinya Yohan rasa ia harus sedikit memperingati Rangga jika ia harus sedikit menekan emosinya, Yohan paham jika Rangga sedang berada dalam tekanan karena kasus yang ia pegang. Belum lagi di tambah dengan ancaman-ancaman yang tim forensik dapatkan sejak kemarin.
“Dok,” Yohan menghampiri Rangga yang sedang berdiri di dekat kursinya sembari mendikte coass bimbingannya “hasil uji konfirmasi dan determinasi korban Viko udah keluar, Maudy udah ngirim ke surel forensik.”
Rangga paham Yohan sedang memperingatinya, ia sedikit mengangguk pelan.
“Tampilin hasilnya, biar sama-sama kita bahas bareng coass,” ucap Rangga yang di jawab anggukan oleh Yohan, Yohan kemudian memberi kode ke Salwa untuk kembali ke tempatnya bergabung dengan teman-temanya yang lain.
Dalam hati Salwa bersorak, Yohan telah menyelamatkannya dari serentetan pertanyaan-pertanyaan yang sedang Rangga uji untuknya. Setelah selesai membahas tentang hasil uji konfirmasi dan determinasi pada korban, Aksa memperbolehkan para coass untuk mengambil jam istirahatnya.
Sementara Aksa, Yohan dan Rangga tetap berada di ruangan forensik, Rangga juga masih sibuk memberikan beberapa bukti tentang ancaman-ancaman yang di dapatkan oleh tim nya kepada Akshair.
“Mau nitip makan siang gak, Ga?” tanya Aksa, ucapannya barusan berhasil menginterupsi Rangga hingga kini cowok itu menatapnya.
“Gue bawa bekal,” jawabnya.
“Di bawain Bunda Rachel?”
Rangga menggeleng pelan, jemarinya masih sibuk mengetikan pesan untuk Akshair “enggak, di bawain sama Adel.”
Seketika Aksa dan Yohan saling memandang satu sama lain dan tersenyum, namun itu semua tidak berlangsung lama karena keduanya tertawa terbahak-bahak.
“Rangga... Rangga.. Beneran jadian lo ya sama Adel?” Yohan kini menghampiri temanya itu, mengambil paper bag berisi kotak bekal yang Adeline bawakan untuk Rangga tadi pagi.
“Apaan sih, kan gue udah bilang dari kemarin kalo gue enggak jadian.”
“Terus apa dong? Apa lagi simulasi jadi pasutri?” timpal Aksa.
Rangga hanya berdecak pelan, ia masih serius mengirimkan beberapa pesan untuk Akshair. serta menanyakan perkembangan kasus yang Akshair pegang.
“Gak juga. Udah lah, lo pada bukanya mau beli makanan?” Rangga menyimpan ponsel miliknya dan beralih menatap kedua teman-temanya itu.
“10 menit lagi deh.”
“Eh, Ga. Lo hari ini bener-bener marahin coass doang ya, sumpah sih jahat banget jadi konsulen. Untung waktu gue coass gak dapet konsulen model kaya elu,” kata Yohan.
“Gue bukan marah-marah tanpa sebab, Han. Gue ngasih tau mereka supaya mereka paham. Lo gak liat barusan si Salwa gue tanya aja gak bisa jawab, pikirannya kaya ngambang gitu. Gue cuma mau dia konsentrasi jadi materi yang gue kasih di stase ini gak sia-sia. Emang lo pada mau liat dia gak lulus di stase ini? Gue marah itu juga demi kebaikan mereka,” jelas Rangga,
Rangga akan selalu bangga dan puas jika coass bimbingannya itu paham dengan semua materi yang di baginya. Rasa puas dan bangganya sama seperti ketika ia berhasil menguak penyebab kematian korban, dan memastikan korban mendapatkan keadilan.
“Iya sih, tapi kasian sumpah. Dia udah keringet dingin lo cecar terus,” Aksa menimpali.