Edelweiss

Musim semi
Chapter #31

Kala (16A)









Pagi ini Fahri sedang berolahraga kecil di pekarangan rumah, sejak dua hari yang lalu menginjakan kakinya di Bali, Fahri merasa ada banyak perubahan pada kota yang dulu sempat ia tinggali itu.

Dulu Fahri pernah tinggal di Bali iya. Hanya sebentar saja sampai akhirnya keluarganya kembali memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Setelah peninggalan Eyang Kakung nya di Solo.

Papa resmi memegang kendali penuh atas rumah sakit Prasojo, rumah sakit yang di bangun dan di kelola oleh keluarga dari Papa. Sejak saat itu, Fahri harus pindah sekolah ke Jakarta. Padahal saat itu ia sangat menyukai Bali.

Setelah melakukan sedikit peregangan, ia duduk di dekat kolam renang. Niatnya nanti akan berenang setelah selesai sarapan, baru saja Fahri ingin masuk ke dalam rumah. Perhatiannya itu teralihkan oleh seorang gadis yang baru saja keluar dari balkon rumahnya.

Gadis yang pernah menjadi teman sekelasnya dulu, dalam hati Fahri berdecap kagum. Ia tidak pernah berubah, rambut panjangnya itu masih selalu indah dan wajahnya masih tetap anggun. Baru di hari ini ia melihat gadis itu, kemarin-kemarin Fahri benar-benar beristirahat dan menghabiskan waktunya untuk mengobrol dengan keluarganya.

“Selamat pagi,” sapa Fahri dari tempatnya, awalnya gadis itu memendarkan pandanganya. Mencari asal suara yang ia dengar barusan hingga Fahri terkekeh kecil “aku disini loh Alin.”

Sepasang mata kecil itu kini bertemu dengan matanya, senyum gadis itu merekah bersamaan dengan keterkejutannya “Fahri?? Kamu disini? Sejak kapan?”

“Sejak dua hari yang lalu.”

“Oh ya? Kok aku gak tahu?”

“Tapi sekarang udah tahu kan?” Fahri tersenyum, bersamaan dengan itu Alin juga tersenyum ke arahnya.

“Tunggu disitu ya, aku turun ke bawah sebentar,” ucapnya, tanpa menunggu jawaban dari Fahri. Alin pergi begitu saja dari atas balkon.

Fahri yakin jika gadis itu turun dari lantai kamarnya berada. Maka dari itu ia berinsiatif untuk keluar dari pagar rumah Bunda Rachel dan Ayah Dimas, Fahri berlari kecil dan berhenti di depan pagar rumah Alin. Bersamaan dengan Alin yang juga membuka pintu rumahnya.

“Jalanya pelan-pelan aja kali, Lin. Aku gak kabur kemana-kemana,” Fahri sudah tahu perihal kaki Alin, jadi ia tidak kaget lagi dengan pemandangan gadis itu yang memakai alat bantu di kakinya.

“Kamu habis olahraga pagi?” tanya Alin yang di jawab anggukan kecil oleh Fahri.

“Udah sarapan?”

Alin hanya menggeleng pelan, Nugi sedang memasak namun masakannya urung rampung. Sementara Adeline masih bergulat di dalam kamarnya, mungkin juga gadis itu belum bangun jangan berharap Adeline akan memasak di pagi hari jika Nugi berada di rumah.

Adeline akan berubah menjadi gadis pemalas yang bangun siang jika Nugi berada di Bali.

“Mau sarapan bareng gak? Makan apa gitu di sekitar sini?”

“Emangnya Bunda Rachel gak buat sarapan?”

“Ya, buat sih. Cuma aku lagi pengen sarapan di luar aja, sekalian ngobrol-ngobrol sama kamu. Kan kita udah lama enggak ketemu, mau?” tanya Fahri.

“Boleh deh.”

Keduanya akhirnya berjalan kecil sembari mengobrol, menceritakan apa saja yang sudah mereka lalui setelah tidak lama bertemu. Terkadang keduanya juga sedikit bernostalgia, menceritakan pengalaman-pengalaman lucu saat masih di sekolah dulu.

“Eh tapi serius loh, dulu aku sempat kesel sama kamu Fahri karna kamu jahil banget.”

Fahri menoleh ke arah gadis yang berjalan di sebelahnya itu, ngomong-ngomong kelakuan Fahri ini persis sekali dengan Papa nya. Agak sedikit jahil dan akan terlihat jaim jika di depan gadis yang ia suka.

Lihat selengkapnya