Adel terlalu menyimak bagaimana sang dalang memainkan perannya pada boneka yang di pegangnya, hari ke empat mereka berada di Jogja. Di hari ini mereka pergi ke sebuah pementasan boneka di Paper Moon Puppet Theatre. Sebuah pementasan boneka yang mengandung makna sangat mendalam.
Berjudul 'Secangkir Kopi dari Playa' sebuah kisah menceritakan tentang seorang pria yang telah menepati janjinya selama lebih dari 40 tahun kepada seorang wanita yang dicintainya, bahwa dia tidak akan menikah lagi. Drama tersebut di ambil pada kisah nyata tentang cinta yang telah lama hilang setelah genosida 1965 di Indonesia.
Bertempat di 'panggung' yang dihias dengan gaya klasik, lakon berdurasi 50 menit ini mengharukan karena gerakannya yang bermakna dan musik yang diiringi dengan narasi yang sesuai.
Semua mata para pengunjung tak lekat dari boneka dan kisah yang tengah di mainkan, saking tersentuh nya Adel sampai meneteskan sedikit air matanya. Semua saran dari Kelvin untuk mengunjungi pementasan ini benar-benar tepat.
Adel mudah sekali tersentuh pada kisah-kisah mengharukan dan romantis penuh perjuangan seperti ini, ia tidak perduli jika setelah keluar dari ruangan ini ia akan di ledek pada Kelvin, Rayhan, Kikan ataupun Vernon sekalipun.
50 menit ternyata tidak terasa, pementasan pun selesai dan mereka bergerak keluar dari ruang teater. Rencananya mereka akan mencari makan lebih dulu sebelum berkeliling ke tempat selanjutnya.
“Kita mau makan apa nih?” tanya Kikan, dia sudah menahan lapar sejak 1 jam yang lalu. Gadis itu tidak makan siang dan berakhir lapar selama pertunjukan di mulai hingga selesai.
“Makan ketoprak aja mau gak?” ucap Vernon.
“Gue tau ketoprak di sekitar sini yang enak, mau coba ke sana?”
“Jauh gak, Kev. Dari sini? Gue udah laper banget nih.”
Kelvin menggeleng pelan “enggak kok, kalo naik mobil sekitar 10 menitan aja.”
“Yaudah yuk nanti keburu kemalaman.”
Dan benar saja yang di bilang Kelvin barusan, ketoprak yang berjualan di pinggir jalan itu nampak ramai. Beruntung mereka masih kedapatan kursi untuk makan di sana, saat sedang asik-asiknya makan sembari membahas pertunjukan yang baru saja mereka tonton tadi.
Perhatian Kelvin sedikit tersita karena ponselnya yang bergetar, itu adalah panggilan dari Raya. Melihat teman-temanya yang sedang asik makan itu pun, Kelvin menyingkir untuk mengangkat panggilan itu.
Ia jalan sedikit ke tempat yang agak sepi, meski tidak sesepi itu karena mereka makan di pinggir jalan.
“Halo, Ay?”
“Kelv, kamu masih di Jogja?“
“Um,” Kelvin hanya berdeham, ia sedikit merasa bersalah karena sudah menghilang selama 2 minggu dari Raya. Ia tidak mengangkat telfon dari gadis itu, tidak membalas pesannya dan selalu menghindar saat Raya datang ke kantor dan studionya. “Ada apa?”
“kamu mau sampai kapan kaya gini?“
“Apanya, Ay?”
“kamu, kamu yang menghindari aku terus,” Raya menghentikan ucapannya sebentar “yang seharusnya marah itu aku, Kev. Bukan kamu.“
“Ay.. Ak..ku,” Kelvin seperti kehilangan kata-katanya, Raya gadis baik yang penuh cinta. Dan dengan brengseknya ia menyakiti gadis itu “aku minta maaf.”
“kamu terlalu banyak minta maaf, di dalam hubungan kita kenapa aku selalu jadi pihak yang menunggu?” lirihnya.
Kelvin memejamkan matanya, nafsu makanya sudah hilang sejak Raya meneleponnya barusan. Di tambah lagi dengan obrolan yang tidak menemui ujung pangkalnya ini.
“Ay, maaf aku gak bisa—ak..aku gak bisa menuhin permintaan Papa kamu.”
Di sebrang sana Kelvin mendengar suara isakan Raya yang menyakitkan, membuat perasaan bersalah Kelvin menjadi 2 kali lipat rasanya.
“aku tau kamu pasti ngomong gini“
“Ay.. Aku minta maaf.”
“Kelvin“
Kelvin tidak menyahut ia hanya menunggu jawaban dari Raya selanjutnya.
“kita putus aja ya? Maksain hubungan ini juga cuma bikin aku sakit aja“
“Ay..”
“dari awal emang kamu enggak pernah sayang apalagi serius sama aku.“
“Raya aku minta maaf.”
Tidak ada sahutan lagi dari Raya di sebrang sana, gadis itu mematikan sambungan telfon mereka secara sepihak. Menyisakan Kelvin dengan sejuta rasa bersalahnya yang masih mematung sembari memegangi ponselnya.
Hubungannya dengan Raya benar-benar berakhir, merasa sedih sekaligus bersalah pada gadis itu. Namun di lubuk hati Kelvin yang terdalam ia sedikit membenarkan tindakan Raya untuk mengakhiri hubungan ini dari pada terus menyakiti satu sama lain.
Di perjalanan pulang, Kelvin terlihat lebih banyak diam dari biasanya. Ia hanya mendengarkan lagu yang ia putar dengan volume penuh dari earphone miliknya. Sesampainya di resort juga cowok itu justru langsung masuk ke dalam kamarnya, padahal biasanya Kelvin selalu memiliki ide untuk membuat suasana menjadi lebih ramai.