Edelweiss

Musim semi
Chapter #38

Demikianlah (19B)

“Hei, sendirian aja,” sapa Rayhan pada Alin yang tengah menikmati dinginnya air kolam renang pagi itu.

“Eh, Mas Ray. Alin kira siapa.”

“Kok gak siap-siap sih? Lagi mikirin sesuatu?” tanya Rayhan, ia jadi ikut mencelupkan kakinya ke kolam renang mengikuti hal yang Alin sedang lakukan.

Sejujurnya Rayhan lari ke kolam renang juga untuk menenangkan hatinya, kemarin malam Rangga bilang ingin mengajak Adeline bertunangan hari ini. Dan pagi ini, sebelum Adzan Subuh tiba keduanya pun sudah melakukan perjalanan ke Punthuk Setumbu. Rangga bilang ia akan menyatakan perasaanya di sana dengan Adeline.

Mendengar pernyataan dari Kakaknya itu membuat Rayhan senang sekaligus merasakan nyeri di hatinya, ia senang melihat Rangga bisa menemukan gadis yang tepat untuknya, tapi di sisi lain kenapa gadis itu juga harus gadis yang ia cintai.

Semalaman termenung tanpa bisa tidur, berperang dengan isi kepala sendiri sampai akhirnya Rayhan memutuskan untuk merelakan Adeline berakhir bersama Kakaknya itu. Rayhan akan mengubur perasaanya dan membuka hati pada Alin.

Alin juga gadis yang baik, terlebih Alin mencintainya. Mungkin dari situ ia bisa menumbuhkan perasaanya pada Alin juga, Pikir Rayhan.

“Sedikit sih,” Alin tersenyum kecil.

“Mikirin apa sih?”

Alin menoleh ke arah Rayhan yang duduk di sebelahnya, semalam ini ia habis telponan dengan Nala. Ia pikir saran dari Nala ada benarnya juga, ia harus menyampaikan perasaanya pada Rayhan agar cowok itu tahu.

Agar perasaanya lega dan tidak menjadi beban untuknya, persetan jika Rayhan tidak memiliki perasaan yang sama dengannya. Yang terpenting bagi Alin adalah Rayhan tahu jika ia menyukainya.

“Mas Rayhan?”

Rayhan menoleh ke arah Alin “iya?”

“Alin mau ngomong sesuatu.”

“Ngomong aja, mau ngomong apa emangnya?”

Alin menahan nafasnya sebentar, keberaniannya sudah membumbung tinggi di udara dan siap untuk Alin lepaskan.

“Alin suka sama Mas Rayhan,” ia memejamkan matanya sebentar. sementara Rayhan membeku di tempatnya menatap Alin penuh tanya dengan dahi berkerut. “Alin sayang sama Mas Rayhan, Alin cinta. Alin mendam ini udah lama dan baru berani bilang sekarang.”

Setelah mengatakan itu, Alin menunduk. Suasana di antara mereka sedikit canggung karena ucapan Alin barusan. Namun itu tidak berlangsung lama karena Rayhan tersenyum kecil dan mengusap kepala Alin pelan. Membuat Alin bingung sekaligus malu setengah mati, pipinya bahkan mengeluarkan semburat kemerahan.

“Alin,” panggil Rayhan. Alin tidak berani menatapnya, ia masih terus menunduk dan memilin ujung rok yang ia kenakan. “Astaga, Mas Rayhan manggil ini.”

Tanpa menjawab, Alin akhirnya berani menatap Rayhan yang ada di sebelahnya. Cowok itu tersenyum, sebuah senyuman tulus yang mampu meluluh lantahkan hati dan pikiran Alin saat ini.

“Mas Rayhan juga sayang sama Alin.”

“Hah? Ap..apa?” Alin terbata.

“Mas Rayhan juga sayang sama kamu,” Rayhan mengulangi ucapannya lagi. Rayhan tahu ini bodoh. Tapi dari lubuk hatinya ia memang menyayangi Alin, bukan sebagai seorang laki-laki kepada perempuan melainkan sebagai seorang Kakak kepada Adik perempuannya. Hanya sebatas itu.

Katakan Rayhan jahat, ia pun mengakuinya. Tapi ia butuh pelampiasan akan rasa sakit yang tengah menyerangnya saat ini, hanya satu harapnya. Mungkin dengan terus berusaha membuka hatinya untuk Alin nantinya perasaan itu akan tumbuh sendiri.

Dengan begitu, Rayhan tidak harus merasa bersalah pada Alin terus menerus. Ya, semoga saja seperti itu.

“Ma..mas Ray?”

“Awalnya aku pikir ini cuma perasaan sayang karena aku anggap kamu Adik, tapi ternyata aku salah. Aku sayang kamu sebagai seorang perempuan, Adline Kiara Shaluna.”

Lihat selengkapnya