Edelweiss

Musim semi
Chapter #39

Bertaut (20A)

Rangga, Rayhan, Vernon dan Kelvin sampai di sebuah rumah yang tidak berada jauh dari Malioboro. Rumah berwarna putih bergaya kolonial yang memiliki jendela besar dan pagar besinya sudah sedikit berkarat, membuat rumah itu tampak sedikit tidak terurus dari depan.

Vernon masih diam di sebelah kursi kemudi, memastikan bahwa alamat yang di berikan Mama nya bahwa itu rumah Papa nya adalah benar. Vernon masih enggan untuk turun, ia malah terus memperhatikan rumah itu dari dalam mobil.

Pikirannya berkecamuk antara siap dan tidak siap bertemu Ayah kandungnya, ada banyak hal yang sedikit Vernon cemaskan. Seperti, ia takut kecewa akan penolakan Ayahnya, Ayahnya lupa jika memiliki seorang anak laki-laki atau ia yang tidak siap mendengar alasan orang tua nya berpisah.

“Benar ini alamatnya, Ver?” tanya Rangga membuka pembicaraan di antara mereka.

Vernon mengangguk “benar, Mas. Yang ini rumahnya kalo dari alamatnya sih.”

Rangga mengangguk kecil, ia mematikan mesin mobil dan membuka seatbelt miliknya untuk segera keluar dari sana.

“Ya Udah, yuk turun nunggu apa lagi?”

“Mas Rangga.”

Rangga tidak menyahut ia hanya menaikan satu alisnya saja.

“Gue takut di usir.”

“Yaelah, Ver. Lo belum perang aja udah takut. Kita udah sampe sini masa balik lagi? Bokap lo gak mungkin ngusir lo,” ucap Rayhan yang jadi geregetan sendiri.

“Bukan gitu, Ray. Lo gak ngerti sih. Bertahun-tahun gue sama dia gak ketemu, apa gak aneh kalo tiba-tiba di siang bolong begini gue dateng dan ngaku sebagai anaknya? Aneh kan? Apa bakalan percaya?” jelas Vernon.

Kelvin hanya diam saja sembari menepuk-nepuk pundak Vernon agar temanya itu sedikit lebih tenang. Kelvin juga sedang dalam mood yang buruk pasca kandasnya hubungannya dengan Raya.

“Kita gak akan tau gimana reaksi beliau kalo lo sendiri gak nemuin Ayah lo, Ver,” ucap Rangga menengahi.

“Iya juga sih, Mas.”

“Masuk aja dulu, lo bawa bukti yang buat beliau yakin kan?”

“Foto bayi gue sama nyokap.”

Rangga mengangguk “ya udah ayo, tunggu apa lagi.”

Rangga dan Rayhan turun lebih dulu, sementara Vernon masih tertunduk merenung sampai akhirnya Kelvin menepuk pundak Vernon agar temanya itu segera sadar dan turun.

Mereka masuk ke pekarangan rumah itu, pagarnya tidak di kunci. Pintu depan juga di buka kecil jadi mereka bisa mengintip dari luar bagaimana isi dalam rumah itu samar-samar.

Karena Kelvin yang berada di depan, akhirnya Kelvin yang mengetuk pintu rumah itu lebih dulu. Tidak membutuhkan waktu lama bagi keempatnya, pintu terbuka lebar menampakan seorang Pria bertubuh tegap dengan wajah nyaris serupa dengan Vernon.

Hidungnya mancung, kulitnya putih dengan setengah rambut yang sudah sedikit beruban, rahang nya yang tegas seperti menyiratkan ketampanan di masa lalu yang masih bertahan hingga di usianya yang sudah tidak muda lagi. Pria itu tersenyum pada mereka.

“Cari siapa?” ucapnya.

“Ini benar kediaman bapak Ahya Horrison?” tanya Kelvin.

Pria itu mengangguk pelan, setelah menjelaskan maksud kedatangan mereka. Pria itu mengizinkan keempatnya masuk ke dalam rumah, di dalam rumah itu masih banyak sekali buku-buku tua yang masih tersisa walau kertasnya sedikit menguning, berjejer rapih pada sebuah rak buku besar di dekat kursi ruang tamu.

Selain itu banyak piagam serta piala dan foto-foto pria itu bersama tokoh-tokoh penting, dari interior dan cara penataan barang pada rumah ini saja Rangga sudah bisa menebak jika Ayah Vernon pecinta barang-barang klasik dan seorang yang hebat, di lihat dari banyaknya penghargaan yang beliau pajang pada dinding di ruang tamu rumahnya.

Lihat selengkapnya