Setelah melalui perdebatan yang panjang untuk menahan proses pemakaman jenazah Thalitha, Nugi dan Panji akhirnya mendapat persetujuan oleh pihak kepolisian khususnya Mas Askhair selaku penyidik yang menangani kasus ini.
Mas Askhair juga merasa jika kasus kematian Thalitha banyak kejanggalan, ditambah dengan kesaksian Nugi sebagai orang terakhir yang Thalitha hubungi serta ponsel gadis itu yang menghilang. Apartemen milik Thalitha juga di jaga ketat oleh polisi selama proses penyelidikan berlangsung.
Kedua laki-laki itu akhirnya bisa bernafas lega, mereka tinggal menunggu hasil autopsi jenazah Thalitha saja yang sedang Tim forensik periksa, kebetulan Rangga sendiri yang memimpin proses berlangsungnya autopsi jadi Nugi bisa bernafas lega. Setidaknya Rangga tidak akan mau hasil yang sudah ia dapat di ikut campur tangani oleh orang lain, jadi sudah bisa di pastikan hasil autopsi itu sangat akurat.
Nugi malam ini berada di sasana tempat Panji tinggal, di dalam sasana itu ada kamar kosong yang di tinggali panji sendiri. Kamarnya sedikit sempit, pengap dan berdebu. Sejujurnya Nugi merasa tidak nyaman, selain karena tempat itu sedikit berdebu. Kamar itu juga tidak memiliki ventilasi yang cukup, penerangannya juga agak redup namun ia pikir harus ada yang ia bicarakan panjang lebar dengan Panji.
“Lo mau minum apa, Gi?” tanya Panji.
“Ga Usah, Ji. Gue enggak haus kok.”
Panji akhirnya mengangguk, walau Nugi bilang seperti itu. Tapi Panji tetap membawakan Nugi segelas air mineral yang ia simpan di lemari pendingin kecil di kamarnya.
“Air bersih itu. Minum aja, gue gak biasa minum air isi ulang,” ucap Panji untuk meyakinkan Nugi.
“Santai aja, Ji. Ah... Jadi ini tempat lo tinggal?” Nugi memendarkan pandanganya ke penjuru kamar Panji.
Cowok itu mengangguk “dikasih sama Bli Satya yang punya sasana ini,” jelasnya.
“Jadi setelah lo lulus sekolah, lo langsung keluar panti?”
“Iyaa, sebenernya gue masih boleh tinggal di sana. Tapi gue ngerasa gue harus keluar buat nyari duit, biar bisa nyamperin Thalitha ke Jakarta. Ternyata nyari duit gak segampang yang gue kira,” Panji terkekeh. ia membuka sebungkus rokok dan menawarinya ke Nugi. Nugi hanya menggeleng pelan, cowok itu memang enggak merokok.
“Awalnya gue kerja di restoran, punya bule. Tapi enggak dapet gaji gede, di sana gue ketemu bli Satya. Waktu itu gue lagi di maki-maki karna salah anterin makanan, akhirnya dia ngajak gue buat kerja di tempatnya dengan gaji yang lumayan.”
“Jadi petarung?” tebak Nugi, Panji yang merasa tebakan Nugi itu tepat sasaran hanya mendengus. Namun tidak lama kemudian cowok itu mengangguk seraya mengeluarkan kepulan asap dari bibirnya.
“Kalo gue menang, gue bisa dapet 500-1 juta. Gue juga part time di bar, dan bodohnya uang yang selama ini gue tabung itu gue pake buat nyari Thalitha. Gue nyuruh orang buat nyari dia di Jakarta, tapi si tolol itu malah nipu gue. Informasi yang dia dapet gak bener. Padahal gue udah bayar dia mahal,” jelasnya.
Nugi mengerutkan keningnya, grup Thalitha cukup terkenal meski baru melepas status rookie nya. Apa Panji tidak menyadari jika Thalitha menjadi seorang idol? Wajahnya bahkan terpampang di layar televisi.
“Lo gak sadar kalau Thalitha jadi idol?” tanya Nugi.
“Gi...Gi.. Ya lo liat aja kamar gue ada TV juga enggak, gue juga bukan orang gabut yang pantengin TV sama HP terus, Tujuan hidup gue cuma nyari duit.”
Keduanya sempat terdiam beberapa saat, Nugi tidak pernah merasakan apa yang panji rasakan. Tapi hanya mendengar cerita cowok itu saja ia bisa membayangkan sesulit apa hidup Panji selama ini.
Panji mematikan rokoknya, ia melirik ke arah Nugi yang sedang memilin ujung jaketnya sendiri sembari melamun.
“Lo sendiri, kenapa mau bantu Thalitha segitunya? Suka lo? Apa cowoknya Thalitha?” kini giliran Panji yang bertanya, semua yang di lakukan Nugi untuk Thalitha lumayan beresiko bagi karir dan dirinya sendiri, kenapa cowok itu mau berkorban sebegitu nya? Pikir Panji.
“Thalitha itu udah gue anggap kaya adik gue sendiri, Ji. Sewaktu jadi trainee, gue sering kesepian. Gue punya adik sepupu dua orang mereka juga perempuan, tapi karna selama trainee gue selalu sibuk dan jarang pegang HP. Thalitha yang sering nemenin gue, waktu gue mau menyerah dia juga yang ada di samping gue. Adik kembar lo itu cewek baik-baik, positif dan pekerja keras. Sejak itu kita dekat, waktu Thalitha bilang kalau dia punya sponsor gue sempat marah.”
Nugi mengingat hari itu dimana ia marah besar ke Thalitha dan melarang gadis itu untuk berurusan dengan pihak ketiga. Tapi karena alasan Thalitha yang ia pikir masuk akal, akhirnya Nugi tidak bisa berbuat banyak untuk melarangnya.
“Gue marah banget pas dia ngasih tau kalo dia bakalan di sponsori sama Northwest, tapi gue juga ga bisa larang dia. Dia ngasih semua alasan dia lakuin itu dan gue ga bisa bantu dia banyak, sejak itu gue cuma bisa berharap Thalitha bisa segera lepas dari sponsornya kalau udah debut nanti. Tapi ternyata gak semudah itu, dia malah pacaran sama Alex. Cowok brengsek ini anggota Northwest, dia juga anak dari komisi IX DPR. Selama pacaran sama Alex, Thalitha bukan kelihatan kaya pacarnya tapi lebih kaya budaknya,” jelas Nugi.
Di sebelahnya Panji meremas tangannya dengan kencang hingga buku-buku tangannya itu memutih. Jika Alex berada di depannya mungkin cowok itu sudah ia buat berakhir dengan cara yang sama seperti Thalitha.
“Dari yang gue tau soal hubungan mereka. Thalitha mau minta putus, tapi ternyata Alex ini terobsesi banget sama Thalitha.”