Edelweiss

Musim semi
Chapter #50

Alasan dan Ancaman (25B)

Siang ini Askhair sudah membuat janji temu dengan dokter Jo, seperti yang ia ketahui dari obat-obatan serta surat kontrol rutin milik Thalitha ke psikiater bernama Johan Siregar itu.

Cowok dengan tinggi 180cm itu berjalan menyusuri lorong rumah sakit siang ini, dokter Jo juga sudah mengosongkan jadwalnya demi memberi kesaksiannya terhadap kasus Thalitha.

“Ruangan dokter Jo ada di sebelah kanan dekat dengan ruangan dokter Adiyana,” jelas seorang perawat yang Askhair tanyai. Setelah mengucapkan terima kasih, ia langsung menuju ruangan dokter Jo berada.

Askhair membaca nama Johan di papan nama pintu ruangan praktiknya itu, sebelum akhirnya ia masuk setelah memberikan 2 ketukan kecil di pintunya. Setelah mendapat isyarat untuk masuk, Askhair akhirnya masuk dan duduk di depan meja dokter Jo.

“Selamat siang dokter Johan, kenalkan saya Askhair. Penyidik yang kemarin sore menelfon dokter untuk di mintai kesaksiannya soal kasus Thalitha,” jelas Askhair memperkenalkan dirinya.

“Iya, bisa kita langsung saja Mas Askhair?”

Askhair mengangguk pelan mengiyakan, “bisa dokter ceritakan kapan terakhir kali Thalitha menemui anda? keluhan yang ia ceritakan serta obat-obatan apa saja yang anda resepkan ke Thalitha?”

“Saya akan menceritakannya dari awal.” dokter Jo sudah tahu jika ia akan di mintai kesaksiannya seperti ini, Rayhan sudah memberi tahunya tentang kasus yang menimpa pasiennya itu. Proses autopsinya juga di pimpin sendiri oleh Kakak dari Rayhan itu, jadi dokter Jo selaku psikiater. Kesaksiannya itu sangat penting demi penyelidikan kasus ini.

“Thalitha datang ke saya untuk terapi setelah mendapat diagnosis sekitar 8 bulan yang lalu. Dia masih aktif di grupnya, dia datang dengan diagnosis dari seorang psikolog di rumah sakit ini juga. Karena lumayan serius dan membutuhkan terapi obat saya meresepkan beberapa obat yang memang di peruntukan untuk penyandang bipolar, anxienty dan bordeline personality disorder seperti Thalitha,” jelasnya.

Askhair mengeluarkan secarik amplop, itu berisi foto-foto obat milik Thalitha yang sempat tercecer di lantai kamarnya. Obat itu juga yang menjadi barang bukti kasus ini.

“Bisa jelaskan obat ini milik Thalitha atau bukan?”

dokter Jo menarik amplop itu dan melihat isinya satu persatu, setelah merasa yakin jika itu memang obat yang di resepkanya untuk Thalitha ia pun mengangguk.

“Depakote ER 500mg, seroquel XR 200mg, clobazam, sertraline 50mg, trihexyphenidyl 2mg, clozapine 25mg, diazepam 5mg. Itu semua obat yang saya resepkan untuk Thalitha.”

“Anda pasti tahu kan penyebab dia bisa memiliki gangguan mental sebanyak itu?” Askhair mengangkat satu alisnya.

Sebenarnya dokter Jo ragu ingin menceritakan selengkap-lengkapnya mengenai kenapa Thalitha bisa memiliki gangguan mental sebanyak itu. karena itu semua bertentangan dengan ilmu kedokteran yang ia pegang, Namun demi kepentingan penyelidikan akhirnya ia bersedia.

“Thalitha mengalami tekanan pekerjaan yang cukup serius sehingga kesehatan mentalnya terganggu..” dokter Jo akhirnya menceritakan secara rinci tentang semua yang Thalitha ceritakan padanya. Mulai dari awal mula perundungan di dalam grupnya, hingga pelecehan seksual yang Thalitha alami sendiri.

Askhair merasa puas, Jo bukan tipikal dokter yang susah di mintai keterangan. Cowok itu dengan lugas menjelaskan semuanya dengan catatan namanya di rahasiakan di dalam kasus ini, Jo tidak ingin namanya terseret. Ia pikir berurusan dengan penyidik adalah langkah terakhirnya untuk membantu Thalitha.

“Berarti Thalitha pernah hamil?”

dokter Jo mengangguk, “iya, 2 kali. Dan dua-duanya itu juga di gugurkan.”

“Selama terapi apa Thalitha pernah bercerita ingin melukai dirinya sendiri atau melakukan percobaan bunuh diri?” pertanyaan ini datang dari Rangga yang ia titipkan pada Askhair yang nantinya akan di cocokan pada hasil visum. Jawaban dari dokter Jo sangat penting disini.

dokter Jo menggeleng “selama 8 bulan dia terapi dengan saya, Thalitha tidak pernah melakukan percobaan bunuh diri atau melukai dirinya sendiri. Yang sering ia ucapkan justru ia ingin sembuh, dia gadis yang mempunya tekat kuat untuk bisa sembuh dari gangguan mentalnya. Selama terapi dengan saya, saya juga enggak pernah melihat ada bekas sayatan apapun di pergelangan tangannya. Tangannya bersih dari luka-luka,” jelas dokter Jo.

Sampai disini Askhair bisa menarik kesimpulan atas semua kesaksian yang ia dapat dari dokter Jo, setelah mengucapkan banyak terima kasih pada dokter Jo. Ia pun langsung melesat ke rumah sakit tempat Rangga praktik, ia harus terus memantau jalanya autopsi serta memintai keterangan Rangga dan tim nya soal ancaman yang mereka dapatkan kemarin.


---




Lihat selengkapnya