Edelweiss

Musim semi
Chapter #52

Kecurigaan dan Kenyataan Pahit (26B)

“Hasil CT scan-nya,” tanya Akshair, ia melipat tangannya di depan dada sembari mendengarkan penjelasan Rangga tentang hasil visum jenazah Thalitha.

“Tulang belakangnya hancur, ada retakan di kaki, tangan dan juga dada. Tengkorak nona T mengalami retakan yang memanjang, retakan yang melintasi Tegmen Timpani mencapai Fassa posterior,” jelas Rangga.

Askhair mengangguk, “dia memang jatuh dalam posisi terlentang, lalu?”

“Luka sayatan sepanjang 4cm dengan kedalaman luka 0,4cm hingga arterinya terputus sudah di pastikan itu bukan di lakukan nona T. Dia dominan kanan, sedangkan luka sayatan ini di lakukan oleh kidal.”

Askhair mengusap wajahnya gusar, ia masih terus menyimak ucapan Rangga sembari menduga siapa pelaku utama di balik kematian Thalitha. Ia sudah mengantungi beberapa nama untuk ia selidiki, tim nya juga sudah ia perintah untuk mengawasi orang-orang yang menjadi dugaannya.

Tim nya mengalami sedikit kesulitan, pasalnya ponsel milik gadis itu hilang. Ia tidak bisa melacak siapa saja orang yang terakhir Thalitha hubungi selain Nugi.

Di malam sebelum Thalitha di temukan tewas, keesokannya CCTV lorong apartemen Thalitha menangkap 2 orang pria yang masuk ke dalam apartemen Thalitha. Awalnya tidak ada yang mencurigakan, sampai di jam 4 subuh 2 pria itu keluar mengenakan pakaian yang berbeda ketika keduanya masuk ke apartemen Thalitha.

Wajahnya tidak begitu jelas karena keduanya mengenakan topi dan masker, tapi Askhair bisa mengenali cara berjalan dan gelagat dari salah satu pria itu.

“Di punggung dan belakang paha nya juga terdapat sayatan senjata tajam.”

“Sebentar.”

Rangga menatap kedua mata Askhair dengan serius.

“Punggung dan paha?”

“Iya.”

“Berapa kedalaman sayatannya?”

Rangga mengeluarkan foto luka di bagian punggung dan paha belakang Thalitha yang di ambil oleh Yohan kemarin. Ia menunjuk bagian luka itu pada Askhair.

“0,3cm.”

“Ini aneh, seharusnya kalau benar dia bunuh diri kenapa dia gak melukai bagian tubuhnya yang mudah di jangkau saja? Benar kan Rangga?”

“Dan luka itu juga di hasilkan oleh orang yang kidal, ah, iya. Mengenai hasil CT-scan barusan. Retakan di kaki itu bukan retak karena nona T terjatuh melainkan karena hantaman benda tumpul.”

“Itu artinya sebelum tewas dia sempat mengalami penganiayaan dulu.”

Rangga mengangguk pelan, “selain itu saya dan tim juga melakukan apusan vagina pada nona T, dari hasilnya terdapat bukti kepala sperma yang ada pada apusan vagina. Sebelum kematian sudah di pastikan ada tindak persetubuhan pada korban.”

Setelah menutup hasil visum Thalitha kedua laki-laki itu terdiam dan sibuk dengan isi pikirannya masing-masing. Begitu juga dengan Rangga, selain memikirkan kasus berliku yang sedang ia tangani ia juga memikirkan kata-kata Ayah semalam mengenai Adeline.

Hingga pagi ini pun, Rangga belum menghubungi Adeline. Telfon dan pesan singkat gadis itu hanya berakhir pengabaian dari Rangga.

Sedang asik bertarung dengan isi pikirannya sendiri tiba-tiba saja suara Askhair menginterupsi kesadaran Rangga sepenuhnya.

“Saya hampir lupa Rangga. Pria yang meneror kamu dan tim kamu, bagaimana ciri-cirinya?”

“Wajahnya tertutup, hanya mata saja yang terlihat. Tapi yang jelas dia minta saya untuk memanipulasi hasil visum seperti yang dia mau,” jelas Rangga.

Askhair terkekeh menertawakan bagaimana kebodohan pelaku untuk menutupi kasus ini “pelaku sepertinya mulai takut kasus ini terbongkar, mereka membunuh nona T dengan rapih sehingga tidak meninggalkan sidik jari apapun. Tapi orang itu melakukan persetubuhan dengan korban.”

“Mungkin pelaku gak menyangka jika nona T akan di autopsi.”

Askhair mengangguk, setelah memberi instruksi pada rekan timnya ia pun langsung bergegas melakukan penyelidikan lebih lanjut. Hasil visum serta bukti-bukti kuat pelaku sudah ia kantongi.

Selepas kepergian Askhair pun Rangga masih diam di kursinya, pikirannya benar-benar kacau hari ini. Sekelebatan tentang penjelasan Ayah kenapa ia dan Adeline bisa di katakan saudara itu masih terus berpendar di kepalanya.

kamu dan Adeline menyusu dengan Ibu yang sama Rangga. Kalian saudara sepersusuan, secara ilmiah kalian memang bukan saudara kandung. Tapi kamu enggak boleh lupa Rangga kalau kita memeluk agama, di dalam agama kita pun sudah di jelaskan bahwa kamu dan Adeline menjadi saudara. Itulah sebabnya Ayah dan Bunda menyuruh kamu memanggil orang tua Adeline dengan sebutan Ibu dan Bapak bukan semata-mata karna keluarga kita dekat dengan mereka, tapi karena Ibu adalah wanita yang sudah mendonorkan ASI nya untuk kamu.

Rangga tidak perduli pada arwah yang berseliweran di sekitarnya, pikirannya benar-benar penuh dengan apa yang harus ia lakukan pada Adeline.

Apa yang harus ia katakan?

Kenapa Adeline harus menjadi Adiknya?

Kenapa dari sekian banyak wanita di muka bumi ini ia harus jatuh cinta pada Adiknya sendiri?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepala Rangga, hingga semuanya buyar karena Aksa membuka pintu ruangannya. Cowok itu nyengir dengan 2 gelas kopi di tangannya.

“Ngopi dulu, kita kedatangan tamu special,” ucap Aksa.

“Siapa?”

“Ya keluar dulu lah, liat langsung sini.”

Lihat selengkapnya