Bulan purnama yang pucat memancar dengan sinar yang memukau di langit. Sebuah mobil memasuki kawasan rumah yang sedikit menyendiri dari para penduduk kota. Sang penumpang dengan kasarnya membuka pintu mobil begitu benda tersebut berhenti di pekarangan rumah. Lampu temaram yang menerangi jalan masuk hanya bisa menyinari tempat itu saja, seakan kalah sinarnya oleh bulan purnama yang semakin mendingin di kegelapan malam.
"Xilouu," panggilan itu tidak dihiraukan olah seorang pria yang membawa seseorang dalam gendongannya. Mata hazelnut hanya bisa menatap ke depan dan gadis dalam dekapannya itu secara bergantian. Ray selaku sang pemanggil hanya bisa berdecak lidah, ia pun hanya bisa mengekori si Beta yang tidak menghiraukannya.
Layaknya sedang mengejar sebuah mangsa, begitulah kedua pria itu saling tergopoh. Xilou yang sudah sampai di depan pintu kamar dengan segera memutar kenop pintu tanpa kesusahan meski Xion Qi dalam gendongan depannya.
"Mau apa kau?" tanya Xilou melihat Ray mengikutinya hendak masuk ke dalam kamar juga.
"Tentu saja ke dalam, membantumu??" jawaban Ray itu menghasilkan kerutan di kening Xilou. Tidak setuju.
"Tidak, kau di luar."
Brakk
Belum sempat Ray menjawab, pintu sudah di banting di depan wajahnya. Bahkan dia sedikit terhuyung saat pria itu menyentaknya untuk ke luar. "Ya ampun, apa-apaan dia? Seperti werewolf yang hendak kawin saja," dengus Ray sedikit kesal dan geli. Apa Beta posesif dengan rekannya itu?
Di dalam Xilou bingung dengan keadaan mereka berdua. Dia tidak tahu harus bagaimana dengan tubuh yang sudah layaknya es batu ini. Bahkan napas Xion Qi mengeluarkan uap dingin di udara. Mendapatkan sebuah ide, Xilou pun menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar ini. Dia menghampiri bak mandi yang terlihat mengkilap karena dirawat dengan baik.
"Aku harap ini berhasil," bisiknya menyalakan air panas. Xilou pun kembali menghampiri Xion Qi yang tergeletak pucat di atas kasur miliknya. Tanpa sepatah kata pun jemarinya menaikkan selimut hangat untuk menutup tubuh yang menggigil dalam tidur atau pingsannya itu. Ada rasa ketakutan yang amat sangat dalam dada Xilou melihat gadis ini sampai demikian. Dia tidak bisa mengerti, bagaimana bisa Xion Qi melalui semua ini tanpa ada yang mengetahui kondisinya. Pasti selama ini dia amat sangat sulit merahasiakan semuanya dari para mata dunia.
Yang ia tahu sang teman hanya gadis pendiam dan agak tertutup dengan sekitar yang dianggapnya asing. Xiong Qi gadis yang pekerja keras jika sudah melakoni apa yang dikerjakannya.
Melihat bak mandi yang sudah terisi air panas, lengan Xilou kembali meraup tubuh itu ke dalam gendongannya. Menyadari air yang mengepulkan uap panas, perasaan Xilou menjadi ragu. Bagaimana jika suhu air ini membuat tubuh rekannya melepuh? Bagaimana jika caranya ini tidak berhasil, dan malah menyakiti Xion Qi sendiri.
Dengan memantapkan hatinya, perlahan Xilou menurunkan kaki temannya. Pria ini sama sekali tidak membuka pakaian yang melekat di tubuh Xion Qi. Dia sendiri bingung harus bagaimana, karena tidak bisa menyuruh orang lain, Xion Qi menyuruhnya untuk merahasiakan kondisinya ini.
Mata itu melihat perubahan ketika jemari kaki Xion masuk ke dalam air. Ia bagaikan sedang melihat es batu yang disiram dengan air panas, yang mana sekarang sedang mengeluarkan uap ke udara. "Aku mohon, bekerjalah," katanya dengan alis mengerut keras.
Melihat tidak ada reaksi sama sekali dari Xion, Xilou bertambah yakin jika sang gadis masih belum terusik dengan suhu air panas yang menyentuh tubuhnya. "Sial, aku harus bagaimana...??" Dengan perlahan seluruh tubuh Xion di tenggelamkan ke bak mandi, yang mana hanya menyisakan kepala bersurai kelam untuk bersandar di kepala bak mandi.
Seluruh uap mulai memenuhi kamar mandi, tubuh Xion Qi lah penyebab dari semua ini. Melihatnya, lengan Xilou hanya bisa merangkul leher yang terlihat ringkih ini agar tidak luruh ke dalam air. Mata tajam itu kembali memerhatikan tangan Xion Qi yang mengambang di permukaan air, ia ingin melihat kondisi kulit tersebut karena terkena air sepanas ini.
"Sedingin apa kau rasakan sekarang..." bisik Xilou melihat tiada reaksi apapun dengan air panas ini. Xion Qi masih setia dengan mata tertututpnya.
Menit pun berlalu tanpa terasa, uap masih sedikit mengisi kamar mandi ini ketika dirasa sudah setengah jam mereka berdua diam membisu. Xilou sama sekali tak bisa menutup mata barang sejenak pun, hatinya teramat gelisah semenjak tadi. Akibat menunggu mata kelam yang tiada kunjung menampakkan sinarnya.
"Apa aku panggilkan dokter saja?" katanya mulai risau, apalagi sang air mulai kehilangan rasa panasnya. "Setidaknya ini sedikit menghangat." Jemari Xilou yang bebas meraba jemari Xion Qi yang sedikit mendapatkan kehangatan di dalam air. Meski suhu ini masih tidak wajar seperti manusia pada umumnya.
Tanpa terasa Xilou pun mendekatkan tubuhnya, mendekap kepala bersurai pendek itu dengan aura posesifnya. Kepala pria ini berada di leher Xion Qi yang masih membeku, dengan perasaan yang berat ia menghirup kuat udara yang terasa menipis. Xilou tidak mengerti, kenapa dia mendapati dadanya begitu sesak. Apa kondisinya sedang tidak bagus? pikirnya merasa aneh karena kegelisahan yang menekan kuat batinnya.
Insting liar yang ia miliki merespon pergerakkan sekecil apapun. Mata Xilou menegang ketika jemari yang dirematnya bergerak samar. Tanpa kata ia menegakkan kepalanya, lengan yang menggenggam jemari ringkih ia lepaskan. Dengan gerakkan cepat lengannya menyusup ke dalam air, menghampiri perut rekannya. Xilou menegakkan tubuh itu agar tidak lagi dengan posisi berbaringnya.
"Qiqi??" panggilnya sambil memerhatikan wajah temannya dari samping. Masih tidak ada respon, jemari Xilou yang lainnya menghampiri pipi kanan Xion Qi. Dengan lembut dielus untuk memberikan rangsang kepada sang kulit. "Qiqi." Dia berusaha memanggil agar gadis ni cepat ke alam sadarnya. Dan hal itupun membuahkan hasil ketika bulu mata yang lentik bergerak pelan.
Meski dengan pandangan yang masih samar, entah kenapa Xion Qi bisa mengenal siapa yang berada di sampingnya ini. Kehangatannya ini. "Xil...?" bisiknya parau dengan bibir yang kering.
Xilou pun sedikit menggeser tubuhnya, meski ia agak kesulitan untuk melihat penuh wajah Xion Qi karena berada di belakang gadis ini. "Akhirnya kau sadar juga." Sejenak Xiong Qi terpaku melihat tatapan lega dari rekannya, terlihat seperti dicabut sebuah beban berat dari pria itu.
"Kau... menungguiku?"
Mata mereka saling menatap, Xilou memerhatikan wajah pucat yang menatapnya dengan tatapan sayup, kepayahan.
"Tentu saja, bodoh." Xilou mengalihkan mata, entah kenapa dia tidak kuat menatap mata kelam itu. Kondisi Xion Qi membuat hatinya berdenyut tidak mengenakan.
"Berapa lama aku tidak sadarkan diri?" tanya Xion mulai memerhatikan sekitarnya, dia bahkan baru sadar berada di kamar mandi dengan direndam air.
"Aku rasa hampir dua jam semenjak kau tidak sadarkan diri di tepi jalan tadi."
Alis kelam mengerut, Xiong Qi merasa kondisinya tidak bisa dibiarkan begini saja. Salah-salah ini bisa membahayakan nyawanya.
"Apa kupanggilkan dokter saja?" pinta Xilou cemas melihat rekannya seperti menahan sebuah sakit di kepalanya, wajah itu mengeras dengan alis menaut tajam.
Xion Qi mengerang pelan, kedua tangannya mencengkram tepian bak mandi untuk segera ke luar dari tempat itu. Xilou yang melihat hal demikian dengan sigap memegangi bahu ringkih yang masih dengan suhu dinginnya. Seakan tiada meleleh sedikitpun karena panas sang air.
"Tidak mengapa, aku hanya perlu menghangatkan diri saja," ujarnya membuat Xilou menatap dalam.
Hampir saja tubuh itu limbung karena belum bisa berdiri dengan benar. Tulang kakinya masih kebas, seakan dia tidak bisa merasakan kehadiran tulangnya sendiri. "Aku butuh...pakaian," bisiknya mengecil diakhir kalimat. Xilou yang mendengar mendadak menatapnya, diam sebentar sebelum menyadari maksud sang gadis.
"Ah, yah...tunggu sebentar," jawabnya agak sedikit salah tingkah. "Kau kuat untuk berdiri, kan?" tanya Xilou yang masih ragu untuk melepaskan rangkulannya. Xion yang mendapatkan perhatian seperti itu hanya mengangguk lemah. Meski masih tidak rela, Xilou perlahan menjauhi rekannya. Kaki panjang pria itu melangkah lebar untuk segera mengambilkan pakaian agar bisa segera dipakai Xion.
Xilou tidak lama untuk mengambilkan pakaian yang dibutuhkan, namun matanya membulat melihat tubuh Xion kembali duduk di bak mandi. "Qiqi," panggilnya panik melangkah dengan kecepatan liarnya.
"Aku tidak apa, hanya sedikit lemas saja," katanya mencoba menghilangkan kekhawatiran sang teman.
"Kau tidak usah menahannya di depanku. Jika sakit, bilang saja. Jika tidak kuat menangis saja. Tidak ada yang harus kau sembunyikan."
Mata kelam menatap lurus dengan begitu banyak perkataan yang ingin dilontarkan. Namun apa daya, bibir tipis hanya merekat rapat tiada kata. "Thanks..." hanya ucapan itu yang pada akhirnya ke luar. Jemari Xilou pun hanya bisa mengelus sayang pucuk kepala yang menunduk itu.
"Tidak masalah, dan cepatlah ganti pakaianmu," suruhnya sambil menyerahkan pakaian yang ia bawa, "hmm, begini, Qiqi..." suara itu terdengar ragu, membuat Xion Qi mengangkat kepala untuk menatapnya.
"Iya?"
"Anu...aku tidak bisa mengambilkan...benda yang dipakai seorang perempuan...di tasmu..." Jemari mengusap tengkuk kepalanya, kebiasaan sang pria jika salah tingkah. Xion Qi pun mengerut melihat tingkah pria itu
Dia sedang malu? pikir Xion. Ia pun diam sejenak karenanya. "Ah, i-itu, tidak perlu," jawab Xion Qi sedikit gagap dan mengalihkan muka.
"Tidak perlu?" tanya Xilou agak bingung, membuat rekannya menjadi gugup untuk memilih kata yang tepat. "Kau, biasa tidak memakainya...?" Mata indah sang pria menatap tidak percaya, mendadak tubuh Xion kaku mendengarnya.