Sebuah rumah bergaya Tionghoa mencuri perhatian begitu mereka sampai di rumah Xilou Han. Rumah yang sangat luas ini ditilik dari jauh pun sudah terlihat bercampur dengan gaya modern juga. Lebih terlihat seperti campuran jaman kolonel Belanda.
Xion Qi masih diam di samping mobil yang baru dituruninya. Ia tidak tahu harus bagaimana ketika melihat Xilou dikerumuni beberapa orang yang tidak dikenalnya. Mungkin itu teman-teman Xilou dulu pikir Xion Qi yang lebih tertarik dengan suasana bangunan rumah ini.
Terdengar mereka tertawa dan saling mencibir. Xion hanya melirik sesaat, lalu pada saat itu semua mata baru menatapnya ketika Xilou memanggil dirinya.
"Qiqi..." Pria itu menghampirinya, menatap seakan dia akan dalam bahaya karena wajah tersebut terlihat cemas. Bahkan cepat sekali langkah pria itu menujunya.
"Hei, jangan jauh-jauh dariku," kata pria ini sambil menarik pelan lengan Xion Qi. Mengajak sang gadis untuk mendekati kawanannya. Membuat para mata memperhatikan mereka dalam diam dan bertanya-tanya.
"Yang berbuat begitukan, kau," balas Xion sambil mendengus kecil. Ia terus mengikuti langkah Xilou yang entah membawanya kemana.
Siapa pemuda itu. Hampir semua berpikir demikian ketika mengamati perawakan Xion Qi yang seperti lelaki. Para kawanan werewolf muda pun hanya bisa memperhatikan dari jauh. Takut melihat Beta yang memancarkan aura mengintimidasinya.
Suara bisikan mereka itu masih bisa didengar Xion, namun ia diam saja ketika langkah Xilou semakin cepat membawa dirinya.
"Xilouuu,"
Sebuah teriakkan membuat pria itu mengumpat. "Shit."
Melihat temannya begitu, mau tak mau Xion penasaran dengan si pemanggil. Siapa dia? Sampai membuat raut wajah pria itu mengeras. Xilou terlihat terganggu, tidak mau bertemu muka.
"Diam kau di sana," teriak orang itu lagi begitu Xion Qi memutar kepalanya ke belakang. Menatap seorang gadis yang terlihat berperawakan campuran. Terlihat sedikit berbeda dari gadis Asia pada umumnya.
Cantik, bahkan Xion Qi mengakui kecantikan yang dimiliki sang gadis.
"Ayo pergi," bisik Xilou menarik kecil tangan Xion kembali. Xion yang melihat tingkah tidak bersahabat dari temannya ini hanya menatapnya sekilas dengan alis mengerut dalam. Ia pun semakin bertanya-tanya, siapa gadis itu?
Xilou yang tidak bisa mengeluarkan kecepatannya untuk kabur hanya bisa mengatupkan rahangnya. Saat dirasakan lengannya ditahan oleh si pemanggil dari arah belakang.
"Begitu sikapmu setelah pergi dari kami?" kata orang itu menatap tajam punggung Xilou yang masih betah tak bergeming. Bahkan mata bulat gadis itu mendelik tajam, menatap Xilou yang kembali ingin mengambil langkah untuk pergi. "Tidak dengar ada orang yang mengajakmu bicara?" suara itu mulai meninggi karena merasa diabaikan.
"Xil..." panggil Xion Qi melihat pria itu diam saja, seakan enggan untuk menatap gadis di belakang mereka sekarang.
Napas dihela kuat, Xilou pun membalikkan tubuhnya dengan wajah datar. Ia pun memberikan tatapan tajamnya. "Jangan sekarang, kami harus menemui Kakek—"
Belum sempat menyelesaikan ucapannya, sebuah pelukkan menghampiri pria itu. Xilou yang mendapat perlakuan seperti itu sedikit membulatkan mata. Tubuhnya mengejang mendapat aksi tidak terduga itu.
"Kenapa kau pergi? Tidak tahukah kau, aku merindukanmu," kata gadis itu pelan sambil mengeratkan pelukkannya.
Xilou diam sejenak, ia tidak melepaskan pelukkan itu ataupun membalasnya. Karena ada rasa bersalah yang menyusup ke dalam dada pria ini ketika dirasa sang gadis menangis.
Sungguh situasi yang tidak mengenakan. Itulah kondisi Xion Qi sekarang. Dia berada di antara mereka berdua, dengan lengannya yang masih ditahan oleh pria itu. Agar ia tetap berada di sisinya.
Yang membuat Xion semakin salah tingkah, para mata menatap mereka dengan penuh minat. Seakan ini tontonan yang menarik.
"Xilou, sebaiknya kau tenangkan dulu Meyle." Terlihat Ray menghampiri mereka bertiga, pria itu menyeringai kecil melihat kondisi sang teman. Lalu pria itu mengedipkan sebelah matanya pada Xion Qi yang terlihat seperti orang bodoh dengan posisinya itu sekarang.
Menurut Xion, dari sekian banyak yang menonton hanya Ray yang berani memasuki situasi ini. Entah kenapa mereka semua itu seperti ditahan dengan paksa agar tidak ikut campur. Atau...takut? Entahlah, mereka memilih diam untuk cari aman, mungkin.
"Mey, lepaskan," pinta Xilou mendorong pelan bahu yang mengenakan baju berbahan wol dengan warna biru langit itu. Terlihat mata Mey Guo sedikit memerah karena sempat menangis. Meski melepaskan pelukkannya, gadis yang bernama lengkap Meyle Guo itupun kembali merebut lengan Xilou yang bebas. Ia lalu bergelayut di sana seakan tidak mau melepaskan Xilou Han.
Entah kenapa Xion sedikit tidak suka melihat perangai gadis itu. Menyadari ada aura menguasai dari Meyle untuk Xilou Han.
"Lepaskan tanganku," kata Xion sedikit ketus tanpa ia sadari. Xilou yang mendengar hal itu kembali mengalihkan pusat matanya pada gadis yang dibawanya kemari.
"Kau tetap bersamaku," Pria ini memerintah dengan tidak tahu suasana hati sang gadis. Xion Qi pun menatap tajam pada Xilou yang enggan melepaskan lengannya.
"Tidak, kau bersama dia saja," balas Xion cepat dan melirik sebentar Meyle Guo yang menatapnya tajam. Seakan gadis itu terganggu dengan kehadirannya. Siapa juga yang akan mengambil Xilou darimu, batin Xion kesal menyadari mata kehijauan Meyle yang sinis padanya.
"Mey, lepaskan dulu." Gadis ini sedikit terganggu melihat rangkulannya dilepaskan. Bibir mungil tersebut menggerucu menandakan ia tidak senang dengan perintah Beta barusan.
Xilou menatap Ray yang berada di belakang Meyle, matanya memberikan isyarat agar segera bertindak. "Aku akan menemui Kakek dulu. Kau pergilah dengan kelompokmu."
Mendengarnya Xion terdiam. Kelompok? pikirnya bingung mencerna maksudnya. Mereka ini sedang bekerja? Dalam suatu kelompok, begitu? Apa jangan-jangan sebenarnya Xilou ini dari keluarga mafia? Bisa saja, kan? Dan lagi, semenjak tadi pria ini terus di dekatnya, seakan ada bahaya yang akan mengancam dirinya jika mereka berpisah.
"Tidak, aku akan ikut denganmu." Meyle keras kepala agar tidak berpisah dari Xilou. Gadis ini masih merindukan pria yang baru datang ini.
"Meyle, jangan keras kepala. Ini perintah Ketua," kata Ray menjelaskan.
Terlihat raur wajah itu sedikit melunak ketika Xion memperhatikannya. Entah kenapa mendadak gadis itu menurut saja, meski terlihat jelas pancaran matanya masih tidak mau mengalah. Kekeh akan kemauannya.
"Lalu, kenapa kau membawanya? Dia bahkan bukan bagian dari kita," desis sangat gadis melirik Xion Qi yang bingung mendapatkan perlakuan sinis untuknya itu.
"Jaga bicaramu..." Semua diam melihat urat leher Xilou menegang dengan rahang mengeras. Bahkan Ray menelan ludah melihat kilat tidak senang di manik sangat Beta.
Meyle memang selalu tidak bisa menjaga perilaku jika sudah dihampiri rasa cemburu atapun pusat perhatiannya diambil seseorang. Bagi gadis ini Xion merebut perhatian si Beta.
"Ray, bawa Meyle ke dalam kelompok."
Pria itu mengangguk, lalu menahan tubuh sintal yang mulai meronta karena hendak ditinggalkan. Meyle sendiri merasa tidak terima dengan perlakuan Xilou ini, dia tidak suka jika Beta-nya lebih memilih orang itu.
Semua orang boleh mengatainya keras kepala. Namun Meyle tidak peduli, karena ia tahu ada sifat Xilou yang berubah. Dia menyadarinya ketika tatapan dingin sangat Beta sedikit hangat saat memandang Xion Qi. Yang mana hal itu bisa membuat hati Meyle panas. Apalagi ketika teringat sebuah gambar yang menampilkan adegan ciuman di antara mereka berdua.
Beta yang anti disentuh, kenapa terlihat tertarik sekali melakoni hal yang tidak berguna baginya, ber-cosplayer. Heh, memang apa yang dipikirkan Xilou sampai mau disuruh begitu? batin sang gadis sinis. Semua hal terlihat tidak berarti bagi Meyle jika sudah menyangkut Xilou Ha . Rasa cemburu terkadang membuat ia hilang kontrol.
"Lepaskan aku," kata Meyle menyentak tangan Ray yang memegangi lengannya. Menahan agar dia tidak mengejar Xilou Han dan merusak suasana.
Ray hanya mengangkat tangannya saja dibegitukan, seakan tidak berminat untuk menahannya lagi. "Perhatikan kelakuanmu, jika masih menginginkan posisi itu." Rey mengeluarkan sebatang rokok, lalu menyelipkannya ke bibir.
"Posisiku memang sudah ditetapkan," desis Meyle memberikan nada mengancam. Ray yang mendengar hanya memiringkan ujung bibirnya. Pria itupun menyulut sangat rokok lalu menyesapnya kuat dan menghembuskan asapnya ke udara.
"Yah, bisa saja, kan?" Setelah mengatakannya, Ray membalikkan tubuh. Pria itu tidak menghiraukan ketika Meyle mengumpat padanya. Terbesit rasa usil di hati Ray. "Ah, ada satu rahasia lagi..." Ray menghentikan langkah, memiringkan tubuh untuk berbicara kepada gadis yang begitu bangga dengan posisinya itu—miss beta.
Kepulan asap rokok ditiup Ray ke udara lagi sebelum melanjutkan perkataannya. "Yang barusan itu... dia sepertimu, harusnya kau tahu dengan mencium baunya." Ray tertawa tanpa suara. Ia pun beranjak pergi meninggalkan Meyle yang terpaku di tempat. Mencerna maksudnya barusan.
"A-apa..." Bibir Meyle terlihat sedikit gemetar, menolak informasi yang baru saja di dengarnya. Sedari tadi memang dia tidak fokus pada aura Xion Qi, karena dia sibuk dengan Xilou yang baru datang. Dan juga ia terus menguarkan aura mengancam kepada para betina yang semakin liat dengan pandangan matanya.
Semenjak tadi pun, Meyle hanya mencium bau musim dingin dari Xion Qi. Terasa seperti es yang baru mencair. Ataupun bongkahan salju yang tersengat matahari. Menyamarkan aroma gadis itu.
•••
Sepanjang perjalanan menuju ruangan kakeknya Xilou hanya diam saja. Aura heningnya itu membuat Xion terpaksa menutup bibir untuk menanyakan siapa gadis itu, dan kenapa dia begitu.