EDELWEISS : The Legend of Moon

KucikiNarukichan
Chapter #7

7. Kehadiranmu

 

Semilir hembusan angin menggoyangkan pepohonan yang menjadi saksi bisu dua manusia yang masih diam tempatnya semenjak sang gadis meminta untuk istirahat sejenak. Pria yang masih setia membuka matanya itu memperhatikan sekitar dan gadis dalam pelukkannya itu secara bergantian. 

 

Empat puluh lima menit sudah berlalu begitu cepatnya. Xilou yang masih mendekap tubuh gadis itu hanya bisa memperhatikan Xion Qi yang seperti menahan kesakitan dalam tidurnya. Tubuh yang kembali mendadak dingin membuat Xilou mulai tidak tenang, khawatir jika Xion tidak sadarkan diri seperti kemarin.

Keadaan di sini terlihat sepi, karena tempatnya memang di datar tinggi. Dalam keheningan alam, telinga sensitif Xilou mulai mendengar suara derap kaki yang mulai mendekati mereka. Jantung pria ini pun mulai sedikit tegang, karena hentakkan kaki itu begitu ia kenali. Dengan sedikit menunggu, matanya melirik ke asal suara. Sampai tibalah sebuah bayangan yang melompat di hadapan matanya.

Mata sang beta yang tajam memincing dengan perasaan awas. Xilou yang mengenali sosok berbulu besar itu menegakkan punggung tubuhnya dari pohon.

Makhluk itu diam di tempat sejenak, seakan memperhatikan situasi yang ada, menunggu reaksi Xilou Han.

Tiada reaksi dari pria yang ditatapnya, ia pun berjalan pelan, gigi taring yang tajam mencuat di sela moncongnya.

Xilou yang mengetahui siapa sang tamu mengalihkan mata pada Xion Qi yang masih terlelap. Dengan perasaan cemas dibawa kepala itu ke dalam dada bidangnya. Seakan menyembunyikan wajah tersebut agar tidak melihat makhluk di hadapan mereka.

"Kenapa kau memakai wujud itu ke sini?" Nada bicara terdengar tak bersahabat. Xilou risau jikalau Xion Qi terbangun dan ketakutan melihat wujud kawanannya itu. Serigala yang melebihi ukuran hewan normal pada umumnya sudah akan pasti bisa membuat manusia ketakutan jika berjumpa.

'Aku khawatir, Beta. Suara serulingmu membuat para werewolf berkumpul di bawah hutan sana.'

Telepati itu hanya mereka berdua yang mendengar. Xilou yang paham akan maksud Ray Lenob barusan hanya bisa menghela napas berat. Ia sedikit lelah menghadapi tingkah para werewolf yang seenaknya saja jika para musuh mulai bergerak cepat ke perbatasan wilayah mereka.

Xilou sendiri pulang ke Shanghai karena ada tujuan tersendiri. Meski tidak mau berurusan dengan kawanannya lagi, nyatanya pria ini tidak tega juga jika terjadi sesuatu terhadap kaumnya.

"Pergilah cepat, aku sudah memperbaiki perbatasan hutan itu. Sekarang tinggal kalian untuk berjaga dan mengawasi sekitar sana."

Wujud Ray dalam werewolf-nya itu menatap lurus ke manik Xilou yang terasa tidak nyaman dengan keberadaannya sekarang. Dalam hati, dia berpikir jika sang beta risau jika gadis dalam dekapannya itu tahu dia ada di sini, dengan wujudnya sekarang.

'Hati-hatilah, semua werewolf sudah tahu jika kau pulang sekarang.'

Xilou hanya mengangguk kecil. Dia ingin agar Ray segera pergi dengan wujudnya itu. Xilou sungguh tidak mau sampai Xion Qi melihat wujud menyeramkan mereka. Dan menjauh takut karena ia seperti sebuah monster.

'Ada apa dengannya, Beta?'

Kecemasan terlihat dipancaran Ray yang melihat Xion Qi tak sadarkan diri. Xilou yang ditanyai hal demikian hanya menautkan alisnya saja.

"Jangan panggil aku beta, pergi cepat ke kawananmu."

Ray hanya mendengus, ia seperti melihat kilat ketidaksenangan di mata pria itu ketika menanyakan keadaan Xion Qi barusan. Dengan sekali hentak, tubuh besar Ray terjun ke bawah melewati tanah yang tidak merata.

Xilou yang melihat Ray bergerak begitu lincah sudah tidak heran lagi. Karena hal demikian sudah menjadi kebiasaan mereka sedari dulu ketika berburu. Bahkan saat menyusuri gunung yang bertebing, cakar mereka mencengkaram begitu kuatnya. Merasa bahwa itu bukan hal yang sulit karena insting liar mereka yang begitu memacu adrenalin. Terasa menyenangkan jika mencapai buruan.

Sekitar sepuluh menit berlalu, baru ada pergerakan dari Xion Qi yang mulai menggeliat dalam pelukkannya. Xilou yang menyadari gadis itu siuman langsung menegakkan tubuh sambil menatap wajah berkulit halus yang masih sedikit pucat.

"Hei, kau tidak apa-apa?" Ada sedikit ketakutan dalam dada Xilou melihat kondisi Xion Qi yang tiba-tiba begini. Dia khawatir jika temannya terkena imbas dari kekuatannya tadi.

Masih sedikit pening. Mata kelam mencoba fokus terhadap orang di depannya. Xion Qi baru sadar jika wajah pria itu dekat sekali memandanginya.

"Aku...baik." Bibir sedikit mengerang sambil mengalihkan wajah ke samping. Xion Qi membenahi posisi duduknya agar tidak membebani tubuh Xilou.

"Berapa lama aku terlelap?" bisik Xion memperhatikan sekitarnya yang tampak sunyi. Terlihat matahari pun lebih condong ke arah timur.

"Aku rasa satu jam," jawab Xilou sedikit melirik ke bawah hutan di mana tempat Ray berlari tadi, "kau tidak apa-apa? Bagaimana kondisi tubuhmu?" 

Suara napas yang teratur itu mengenai sisi wajah Xion, membuat gadis ini agak sedikit kaget melihat Xilou mendekatkan tubuh padanya. Pria itu seakan mengurungnya kembali dalam lingkaran kaki panjangnya. Membuat Xion sedikit tak nyaman dengan posisi yang mereka yang seperti ini.

"Aku...sekarang lebih baik..." jawabnya sedikit ragu, apalagi menyadari sang tubuh masih agak dingin. Xion Qi kira dia tidak akan begitu lagi setiap fase bulan purnama masih ada di langit. Karena kemarin dia pulih dan sadar begitu cepatnya.

"Kalau masih lemas, menyandar saja dulu," Xilou meminta dengan membawa rasa khawatir dalam dirinya.

"Xil, tahu tidak? Kau agak cerewet setelah sampai di Shanghai." Mata kelam melirik ke sampai sambil keheranan melihat sikap Xilou yang terlalu protektif padanya.

"Aku tidak cerewet, hanya khawatir saja." Terlihat sekali wajah Xilou kesal disamakan seperti seorang gadis yang banyak bicara.

Oke, Xion Qi tahu kondisi tubuhnya ini memang sangat mengkhawatirkan. Namun diperhatikan sampai seperti itu juga membuat gadis ini tidak nyaman. Terasa jika pria tersebut sedang mengawasi seorang putri konglomerat.

Xion Qi mulai mencoba berdiri, ia diam di tempat dulu agar tidak terhuyung. Kaki yang berdiri itu masih terlihat agak lemas, terasa belum kuat menompang sangat tubuh. Xilou sebagai penanggung jawab sang gadis dengan cepat menahan bahu tersebut agar Xion tidak terjatuh.

Xion hanya menerima perlakuan yang diberikan padanya. Dia tidak mau banyak membatah karena takut semakin merepotkan sang teman. Sampai mereka di samping motor itu, Xilou memberikan tas miliknya yang masih bergelantung di stang motor.

"Xil, mana serulingmu?" tanya Xion Qi tidak melihat benda yang konon pusaka Han muda.

"Ah, ini..." Seruling itu diselitkan di samping pinggangnya, benda tersebut tidak akan terlihat jika Xilou tak menyibak sedikit pakaiannya. Xion yang mendapati pria ini memperlakukan benda pusakanya seperti itu hanya mengerutkan kening.

"Tidak kau masukan saja ke dalam tasku?" tanya Xion Qi yang merasa sayang melihat benda pusaka tersebut.

"Oke."

Tanpa kata Xilou memberikan seruling kepada Xion Qi yang menunggu. Gadis itupun dengan cepat membenahi ketika dirasa Xilou menaruhnya asal saja ke dalam tasnya.

Bukan mau Xilou juga seperti ini. Sang beta bisa merasakan jika para werewolf masih berada di dalam hutan yang berada di bawahnya. Para kawanannya itu pastilah sedang mengamati pergerakkan mereka. Mata tajam yang bisa menelisik jauh di celah-celah pepohonan sudah menjadi kebiasaan para werewolf yang suka mengintai.

"Ada apa, Xilou?" tanya Xion Qi yang melihat pria ini melirik ke bawah jurang yang ditumbuhi pepohonan lebat.

"Tidak, ayo kita pulang."

Xion Qi hanya bisa diam, sejenak matanya pun menyapu hutan lebat yang terasa menyesatkan orang sepertinya yang belum pernah bertualang di alam liar.

Deru knalpot membuat Xion Qi memperbaiki duduknya. Jemari dinginnya itu menghampiri pundak kokoh Xilou yang terasa tegang. Dalam hati Xion bertanya-tanya, apa yang membuat pria ini begitu waspada? Apa ada sesuatu yang tidak ia ketahui?

Untuk terakhir kali Xion menatap ke belakang, ketika dirasa ada yang memperhatikan mereka begitu tajamnya. Di sana pun terlihat hanya ada kekosongan, membuat gadis ini sedikit bergedik karena bulu romanya yang terbangun.

Mereka melaju dalam keheningan. Xilou yang lebih banyak diam membuat Xion Qi enggan membuka suara. Menjadikan perjalanan ini terasa lama bagi sang gadis. Mata kelam pun hanya bisa memperhatikan bayangan yang silih berganti karena lajunya motor yang dikendarai.

Tidak terasa mereka sudah memasuki pekarangan rumah keluarga Han. Para werewolf yang sudah bisa mengendus bau sang beta dari jarak jauh sudah diam di tempatnya. Seakan menyambut kedatangan pria yang membawa tamu asing di antara mereka itu.

Xion Qi yang merasa para kelompokan semakin menghiraukan mereka menjadi gelisah. Tatapan mereka itu menelisik dan penuh intimidasi.

Tempat parkiran tidak lagi sesepi terakhir kali mereka berdua ke sini. Sekarang sudah ada beberapa orang asing yang berkerumun. Mata mereka yang tajam langsung melirik kepada ia dan Xilou yang baru datang kembali.

Xilou berhenti tanpa mematikan mesin motornya. Ia menatap ke belakang, kepada Xion Qi yang membalas tatapannya. Gadis itupun mulai menuruni motor miliknya. Entah sejak kapan insting gadis ini menguat akan gerak-gerik Xilou. Dia akan langsung tahu maksud sang beta tanpa pria itu berkata lagi. Hanya dengan tatapan mata hazelnut saja.

Xion Qi hanya bisa diam sambil meremat tali selepang tasnya. Dia mencoba tak menghiraukan tatapan yang diberikan padanya. Di pandanginya sebuah pohon yang berjajar rapi di tembok pembatas sambil ia menunggu Xilou memasukkan motornya ke dalam garasi.

Mereka semua terlihat berkepala empat. Terlihat dewasa dengan tubuh berpostur tegap. Tatapan mereka yang penuh curiga seakan dia seorang musuh yang sudah berani menginjakan kaki di kawasan terlarang. Membuat Xion Qi mendadak jengah karena ada sekat pembatas yang tak kasat mata.

Xilou yang sudah memasukkan motornya ke garasi mulai berjalan menghampiri Xion Qi yang sekarang menatapnya. Dia sama sekali tidak menghampiri para pria yang terlihat menunggu kedatangannya di sini.

"Xilou, kami ingin bicara...?"

Yang dipanggil tiada menghiraukan. Sejenak Xion Qi bisa melihat betapa terganggunya wajah pria di hadapannya. Terlihat sekali Xilou tidak ingin meladeni kawanannya itu. Apa mereka ada masalah pribadi? batin Xion Qi yang melihat secercah ketidakramahan di paras sang teman.

Xilou berhenti di samping Xion Qi yang mengatupkan bibirnya rapat. Entah kenapa ia mempunyai firasat agar tidak ikut campur.

"Aku sudah memperbaikinya, apalagi yang kalian inginkan?"

Meski penasaran, Xion Qi hanya bisa menatap ke bawah. Suara Xilou yang sarkas itu menandakan sang empunya tidak mau berbicara lebih kepada mereka semua. Apa yang membuat Xilou begitu terganggu dengan orang-orang yang berada dalam naungan kakeknya ini? Hal itukah yang membuat Xilou enggan saat membahas keluarganya dulu? Entahlah, ia hanya bisa menduga saja.

"Itu sudah menjadi tanggung jawabmu, Xilou," kata seorang pria yang terlihat lebih ramah di wajahnya di antara gerombolannya itu.

"Paman Zhulong, aku datang ke sini bukan untuk kawanan kita. Aku datang karena di antara kalian tidak ada yang bisa. Jadi, jangan bahas hal yang sia-sia lagi."

Tubuh tegap Xilou sudah sepenuhnya menghadapi gerombolan yang menginginkan sesuatu darinya itu. Membuat tubuh Xion Qi terlindung dari pandangan mata mereka. Aura pria ini terasa menguat, matanya yang memincing tajam memperingatkan agar tidak mencampuri urusannya lagi.

"Nak, mau sampai kapan kau keras kepala seperti ini? Kau harus tahu jika kaulah yang terpilih di antara kami."

Perkataan Zhulong itu membuat tubuh Xilou menegang. Xion pun bisa melihat jelas punggung tersebut menegang kaku.

Ingin rasanya Xion Qi menarik pergi lengan pria ini, agar temannya tidak harus mendengarkan yang tidak diinginkan. Dalam percakapan mereka, Xion bisa menebak jika akhirnya akan tidak mengenakan bagi Xilou.

"Paman, siapa yang menyuruh Anda melakukan ini? Bukannya dulu kalian begitu takutnya jika itu aku?" Bibir terangkat sinis, Xilou ingin tertawa melihat beberapa orang di samping Zhulong memandang tak suka, tersinggung.

"Alfha tidak akan suka ini..." Zhulong berdecak sebal. Xilou pun tidak peduli dan mulai beranjak pergi, "beta, harusnya kau tidak melakukan hal itu. Sekarang malah mereka yang mulai berharap padamu." 

Langkah terhenti, rahang Xilou mengeras mendengar hal itu. Terlihat sekali ada kemarahan di manik yang berkilat tegang. Xion yang menyadari temannya akan tersulut amarah tidak bisa tinggal diam saja.

"Xil..." bisik Xion Qi menghampiri lengan Xilou yang kaku, tegang, "kita pergi, yah...?" 

Jujur saja, Xion Qi gelisah melihat Zhulong seakan ingin menyulut kemarahan yang memang sudah ada dalam diri temannya. Xion sadar hal itu ketika berada sehari di sini, karena Xilou sendiri memperlakukan mereka tak acuh.

Lihat selengkapnya