EDELWEISS : The Legend of Moon

KucikiNarukichan
Chapter #8

8. Perasaan Asing

Alunan merdu yang terbawa angin membuat mata kelam mencari-cari ke asal suara. Gadis yang tidak tahu ia sedang berada di mana ini hanya bisa menatap ke sana kemari karena bayangan hitam yang menghalangi pandangan.

"Di mana aku?" tanya sendiri begitu ke luar dari bayangan hitam yang sudah lenyap entah ke mana.

Sekarang sang mata hanya bisa menatap padang rumput yang ditumbuhi pepohonan rindang. Suara alunan musik yang semakin menguat itu membuat langkahnya tanpa terasa berlari semakin cepat.

Jantung yang kembali berdetak entah kenapa menorehkan senyum indah karena rasa tidak sabarnya ingin berjumpa.

Melihat tanah yang semakin menurun, gadis ini sama sekali tidak memelankan langkah. Dalam hati ia merasa melodi asing yang terasa memenuhi dirinya itu membuatnya berdebar menyenangkan.

Melihat sesosok bayangan yang asing membuat langkahnya terhenti. Mata kelam itu mengedip dengan perasaan yang masih berdebar. Ketika matanya bisa melihat seorang pria bersurai coklat kemerahan memejamkan matanya sambil meniup sebuah seruling.

Semakin jelas wajah itu, semakin kuat jantungnya berdetak. Alunan musik yang terus menari di udara membuat dadanya mendadak berdesir memilukan. Tanpa terasa bibir mungilnya pun bergetar kecil.

Apa yang membuat pria itu meniup serulingnya dengan wajah seperti itu? Apa yang dicoba ingin ia sampaikan?

Keanehan ini memang sangat jelas, namun perasaan asing yang menyerupai kerinduan tidak bisa ditahan sangat empunya. Ingin rasanya ia menghampiri, akan tetapi kakinya tidak bisa digerakkan. Seakan ada sulur yang menahannya di sana.

Suara gemercing memecah perhatian gadis ini. Kelebatan angin menerpa tubuhnya saat di lihat seseorang melintas di sampingnya.

Lambaian kain pakaian yang dikenakan menari dipermainkan angin. Ternyata itu adalah seorang gadis bersurai kelam yang berlari menuju pria yang masih meniup serulingnya.

Akan tetap gadis tersebut berhenti berlari. Ia jatuh terduduk sambil menundukkan kepala memegangi dadanya yang berisikan anak panah. Sangking cepatnya benda tajam itu melesat, tidak bisa ditangkap sang mata.

Suara alunan musik ikut terhenti, pria yang berada di sana mengalirkan darah di bibirnya. Mata yang terang menatap ke depan, kepada gadis yang terjerambah di atas tanah. Tanpa banyak kata dia berlari menuju sang gadis yang tergolek lemah.

Pria itu tidak terluka, namun ia mengeluarkan darah dari mulut seakan ia ikut tertembak sebuah panah.

Ketakutan semakin menjadi, yang melihat hanya bisa gemetar menyaksikan kemalangan itu. Belum jelas melihat rupa gadis itu, mendadak dirinya seperti ditarik ke dasar hitam yang pekat. Membuat jantungnya kembali sesak karena rasa takut mulai menghampiri lagi.

"Xion, Xion, Xion,"

Seseorang memanggil namanya, tanpa terasa ia beranjak duduk dengan napas yang menderu dari alam mimpinya.

"Hei, kau kenapa?"

Pertanyaan itu tidak bisa Xion Qi cerna karena masih diliputi rasa panik dan ketakutan. Dadanya terasa sesak seakan tadi ditindih sebuah batu. Membuatnya sulit untuk bernafas.

"Kau mimpi buruk? Keringatmu banyak sekali." Guer sedikit khawatir melihat Xion yang masih menenangkan dirinya sendiri. Bahkan gadis itu seperti orang tuli karena tak merespon ucapannya.

Diam beberapa saat, barulah Xion Qi bisa mengenali sekitarnya dengan jeli. Rasanya bayangan mimpinya itu masih mempengaruhi dunia nyatanya. Terbawa sampai ke sini.

"Xion Qi?" panggil Guer sekali lagi.

"Ah, iya...," jawab Xion Qi melirikkan matanya sesaat. Gadis itu pun segera beranjak dari kasur, menuju sebuah meja. Membuat Guer hanya bisa memperhatikannya dalam diam.

Di sana Xion Qi meneguk kasar air dalam botol. Tenggorakan yang ia miliki mendadak kering seperti habis dipakai berteriak keras.

Guer yang melihat gadis itu begitu mengerut bingung. Sebenarnya apa yang dimimpikan Xion Qi sampai membuatnya seperti itu.

Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas malam lewat tiga puluh menit. Sepertinya ia ketiduran ketika habis menyantap makannya bersama Xilou Han. Mengingat temannya itu, di mana ia sekarang?

"Kapan kakak datang?" tanya Xion ketika sudah pulih dari dunia mimpinya.

"Baru saja, aku sampai kaget saat kau mengigau tidak jelas dengan wajah pucat," terang Guer yang dihinggapi rasa penasaran akan mimpi gadis ini.

"Maaf, hanya mimpi...aneh saja."

Xion Qi tidak tahu harus mendeskripsikannya bagaimana. Di bilang indah itu memang iya, dibilang menakutkan itu benar juga. Rasanya begitu campur aduk di perasaannya.

"Kak, aku ke luar sebentar. Aku rasa tidak bisa kembali tidur lagi."

"Mau ke mana? Ini sudah malam sekali. Aku mengantuk, tidak bisa menemani," tanya Guer dengan perasaan khawatir. Dia tidak mau Xion Qi bertemu orang jahat.

"Mencari cemilan saja, tidak jauh kok. Di sekitar sini saja," terangnya meyakinkan agar wanita tersebut tidak khawatir.

"Apa tidak sebaiknya ditemani Xilou saja?"

Mendadak Xion teringat jika pria itu berkata agar tidak ke luar tanpa dirinya. Lagian ia tidak pergi jauh, hanya di sekitar gedung ini saja.

"Tidak usah, pasti dia sudah tidur lelap. Jangan khawatir, aku akan cepat."

Xion mencari tasnya untuk mengambil sebuah dompet yang berada di sana. Guer yang melihatnya seperti itu tidak bisa berbuat apa-apa, dia sudah lelah dan mengantuk saat ini.

"Aku pergi," pamit Xion Qi memakai jaketnya cepat. Pintu tertutup pelan menelan bayangan gadis yang berpenampilan layaknya seorang pria.

Dengan cepat Guer mengambil smartphone-nya. Dia sudah bersiap akan melakukan hal ini meski Xion tidak mau. Suara sambungan yang menunggu terdengar ketika ia menghubungi seseorang.

"Hallo...??" Itu suara Luo Cheng.

"Beritahu Xilou, jika Xion ke luar sendirian." Guer langsung menutup sambungannya. Ia merebahkan tubuh di atas kasur karena sudah tidak kuat akan rasa kantuk yang menggelayuti pelupuk mata.

Di luar Xion Qi bisa lihat masih ada beberapa orang yang ke luar masuk ke hotel ini. Sejenak ia diam memperhatikan situasi di sekitar jalan dan kafe maupun minimarket.

Merasa aman, Xion melangkah sambil memakai tudung jaketnya.

"Mau ke mana kau?" Suara itu hampir membuat Xion menjerit. Jantungnya seakan hendak melompat mendengar suara dan sentuhan di bahunya.

"Akh, Xilou, kau hampir membuatku kena serangan jantung." Kesal sekali rasanya dibeginikan. Apalagi melihat sekitar yang asing baginya.

"Kau yang hampir membuat jantungku berhenti. Kenapa ke luar malam-malam begini? Kau tidak tahu siap saja bisa berbuat jahat di jam begini."

Pria ini mulai cerewet lagi. Dan Xion Qi hanya bisa membuang wajah menatap ke arah lain. Karena memang benar ini salahnya.

"Maaf, aku hanya tidak bisa tidur. Mendadak lapar juga." Dia mencari alasan karena perasaannya sedang kacau. Mimpi itu entah kenapa membayanginya terus.

"Bagaimana jika musuh keluargaku menyerangmu." Alis menaut dalam, menandakan Xilou cemas dan tak main-main dengan ucapannya.

"Kalian mempunyai musuh?" tanya Xion tidak percaya dan sedikit ngeri.

"Kau pikir saja sendiri. Harusnya kausudah tahu melihat situasi keluargaku itu."

Xilou yakin jika musuh yang ada di benak Xion itu seperti di film-film yang pernah ditontonnya. Ia pun membiarkan saja prasangka yang seperti itu. Setidaknya Xion tetap hati-hati dengan sekitarnya.

"Hei, jangan tegang begitu. Mereka tidak akan berani mendekat," terang Xilou meyakinkan Xion Qi yang mendadak risau.

"Bagaimana aku tidak takut." Mendadak Xion Qi kesal. Dia mulai berjalan sambil memasukkan tangannya ke dalam kantong jaket.

Dalam diam Xilou hanya bisa mengikuti dari belakang. Mata tajam itu selalu awas dengan sekitar yang mulai terasa sepi. Menandakan waktunya makhluk malam itu untuk beraktifitas.

"Kak Guer yang memberitahumu?" tanya Xion yang kemungkinan besar mengira perempuan itu pelakunya.

"Iya, dia menelpon kak Luo untuk itu."

Xilou menyamakan langkah mereka, matanya sedikit melirik pada Xion Qi yang menatap lurus ke depan. Tanpa disadari gadis itu, detak jantungnya yang masih berdetak cepat bisa didengar telinga sensitif Xilou.

Mereka memasuki minimarket yang terlihat tidak terlalu ramai pengunjungnya. Xilou yang masih awas dengan sekitarnya itu barang tentu selalu menjaga sang gadis di balik punggungnya.

Seorang pria terlihat sedang menata bungkus rokok di belakang kasirnya. Dan ada juga yang sedang menata barang di pojok sana. Sedangkan yang satu lagi menyambut mereka dengan senyum ramah saat menyadari kehadiran mereka berdua.

"Mau beli apa?" tanya Xilou melihat Xion yang terdiam memandangi rak-rak barang.

"Kau mau apa?" Sang gadis malah balik bertanya.

Beta yang merasa akan ditraktir memperhatikan rak makanan yang berbagai jenis rupanya. Dia pun melangkah untuk mengambil kripik kentang dengan ukuran medium.

"Ini saja," katanya menghampiri Xion Qi yang sudah mengambil tiga bungkus makanan ringan.

"Tolong ambilkan air mineral dua botol, Xil," pinta Xion Qi sembari mengambil makanan yang baru dibawa temannya.

"Oke, tunggu aku di kasir."

Kepala Xion Qi mengangguk pelan mendengarnya. Pria itu lalu melangkah ke tempat minuman dingin dengan cepat.

Malam yang merambat membawa mereka berdua duduk di pinggir trotoar yang tidak jauh dari hotel. Mereka sibuk memakan yang sudah dibeli. Sampai tiba suara Xion Qi memecah kesunyian.

"Xil...apa kau pernah merasa seperti dejavu?"

Pertanyaan itu menghentikan Xilou yang sedang menikmati keripiknya. Pria itupun menelan makanannya sebelum menjawab.

"Maksudmu?" tanyanya tidak begitu mengerti.

"Bagaimana yah, menjelaskannya. Rasanya kau sepeti mengalami hal itu, tapi nyata tidak pernah terjadi di dunia nyatamu sekarang."

"Qiqi, dejavu itu seperti kau pernah mengalami hal itu, dan terjadi kembali sekarang lagi."

"Iya, iya, aku paham. Sebenarnya agak sulit juga mau menjelaskannya." Mata kelam menatap langit malam di celah-celah dedaunan yang rimbun. Mereka berdua memang sedang duduk di apit dua pohon.

Wajah Xion Qi agak risau terlihat, Xilou yang penasaran pun ingin lebih tahu lagi. "Memangnya apa yang kaualami?" tanyanya penasaran.

Xion agak enggang menceritakan mimpinya itu. Bisa jadi ia terlihat aneh karena terlalu terbawa mimpinya.

"Katakan saja."

Meski tidak begitu jelas melihat wajah Xilou di keremangan malam ini. Dia sendiri tahu sang pria tidak sedang mencoba mengguruinya.

Lihat selengkapnya