Edge of the Jungle

JAI
Chapter #9

9

Seanggun rambutnya yang kubelai bagaikan sinar rembulan lembut di atas sana. Berderai air mataku pada pundak Rhea, menyesap pelan seiring kakinya yang terus bergerak mengikuti irama. Ia membawaku masuk ke dalam ritme, membuai hatiku yang sedang dikacaukan oleh air tenang. Aku tersenyum pelan. Terasa hangat sekali tatkala Rhea semakin memperatkan pelukannya. Enggan bagiku untuk melepaskan, begitu pula dirinya.

Ombak suasana di bawah lampu redup lantai dansa menandakan kami sedang di sini. Setiap pasang mata saling memandang satu sama lain, lalu tersenyum pelan yang melembutkan. Kaki yang bergerak pun mendayu pelan, jarak bukanlah menjadi suatu permasalahan. Ranum wawangian beriringan begitu bermacam-macam. Aku kontras sekali dengan wanita itu, masih berwangikan kayu cokelat yang baru saja jatuh dari singgahsananya.

Rhea menjatuhkan wajahnya pada dada kananku. Tangannya telah mampu membuat lingkaran sempurna untuk membentuk sebuah rengkuh. Ia tidak lagi menuntun dan membiarkanku untuk membawa tubuhnya semau yang aku mau.

"Aku tidak mengenal Yuri, tetapi ia telah berbuat jahat padamu. Andai saja aku bisa membalas dendam, jangan pernah kau halangi aku untuk melakukannya."

"Kita tidak akan pernah berhenti berkutat di dalam dendam. Tetapi tidak semua dendam seharusnya di balas, termasuk pada Yuri. Itu hanya akan membuatmu semakin bodoh," balasku.

"Patah hatiku yang pertama kali sudah membuat seorang pria tercebur di bendungan kampus." Kepalanya berdiri menatapku.

"Oh ya? Kau bajingan sekali." Jamriku menunjuknya.

"Aku memang tidak mengizinkan seorang pria tidur denganku, tetapi bukan berarti aku mengizinkan dia tidur dengan orang lain. Sesuatu yang tidak adil, bukan?"

Aku pun mengangguk. "Aku rasa dia pantas tercebur di sana, haha ...."

Mataku menangkap seseorang yang sedang melihat panjang kepada kami berdua, tepat pada tepian lantai dansa. Orang-orang yang sedang ribut di kolam renang belakanganya seakan tidak mengganggu wanita itu untuk terus memerhatikan kami. Aku memberitahukan hal tersebut kepada Rhea, tetapi ia memintaku untuk mengabaikannya. Bisa jadi, ia hanya orang yang sedang mabuk dan heran kenapa ada orang asing di sini.

Terdengar suara ceburan dari arah kolam renang. Riak air terhempas ke tepian kolam dan membuat pengunjung menghindar tiba-tiba. Teriakan seorang wanita terdengar dari sana tatkala ia berusaha ke atas.

"Rhea, dia terjatuh!" ucapku pada Rhea yang masuk nyaman pada dadaku.

"Biarkan saja, ia bukan anak kecil lagi, pasti bisa berdiri."

Kepalaku sangat berat sehingga membuat pandangan sedikit berbayang. Rhea masih tidak melepaskan rengkuh peluk dansanya.

"Ia jatuh ke delam kolam renang," ucapku pelan.

Seketika itu Rhea berbalik ke belakang. Langkahnya yang sempoyongan tidak menghentikan Rhea untuk menggapai tepian kolam renang. Tangan Rhea pun memanjang untuk membantu wanita itu naik. Basah sekujur tubuh wanita itu tatkala berhasil dinaikkan. Tidak ada yang peduli, kecuali kami berdua, sedangkan semuanya sibuk di dalam pesta sendiri.

Wanita itu terkapar di tepian kolam renang. Matanya tertutup, tetapi bibirnya terus saja tersenyum. Aku sudah yakin ia sudah mabuk berat daripada kami berdua yang masih bisa mempertahankan kesadaran.

"Apa kau gila?!" Rhea memukul kepala wanita itu. Namun, pukulannya bukan berarti apa-apa. Wanita itu tetap saja tersenyum sembari menutupkan mata.

"Antarkan aku ke kamarku," ucapnya.

"Apa? Kau mau ke kamar? Aku bukan pelayanmu!" Rhea berdiri sembari bertegak pinggang.

"Rhea, sepertinya dia tuan rumah. Dia ini Merry yang mengundang kita," balasku.

Lihat selengkapnya