Titik yang terputus telah tersambung. Aku mencoba menjalani garis secara perlahan agar menguak siapa sebenarnya wanita hutan yang aku kenali itu. Hanya saja, aku terhenti di sebuah sambungan garis yang harus aku seberangi. Ia berada di seberang sana dan memintaku untuk melompatinya segera. Tatkala aku berhasil melewati itu, ia segera dengan cepat berlari untuk meninggalkan. Aku dipaksanya untuk tetap mencarinya, meskipun sudah aku temui.
Dirinya penuh dengan tanda tanya, kemisteriusan, serta menyeramkan. Senyum yang awalnya aku temui dengan tulus, ternyata telah dibentuk oleh masa lalu dan rasa cemas yang selama ini ia simpan sendirian. Aku rasa rasa kewaspadaannya terhadap dunia luar begitu mendasar. Ia besar dengan hal tersebut, aku tidak menutupinya. Termasuk diriku yang dianggap garis luar yang ia coba untuk satukan dengan dirinya.
Aku menyambangi rumah hutan sesuai dengan permintaan Rhea. Sunyi mencekam dalam kegelapan sudah biasa aku temui ketika berkunjung ke sini di malam hari. Gonggongan James terdengar seiring dengan suara Rhea yang memintaku untuk masuk saja karena pintu tidak dalam keadaan terkunci. Ia aku dapati sedang berada di ruang bawah tanah, merakit sesuatu yang tidak aku ketahui.
Wajah Rhea berkeringat dan memintaku untuk mengipasnya dengan selembar koran. Cairan dalam botol dan gelas-gelas kaca bersusun dengan rapi di hadapannya. Terdapat pula nyala api spritus yang sama sekali tidak aku ketahui gunanya. Ia terlihat mengenakan masker, lalu melepasnya sebentar ketika aku mengampiri.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanyaku penasaran.
"Ketika amonium nitrat dipadukan dengan sulfur, aluminium, dan larutan kimia lainnya, kau tebak apa yang akan terjadi ketika mengalami peningkatan panas pada ruang?"
Ia berbicara seperti seorang dosen yang mengajari mahasiswa. Ia kembali mengenakan masker, lalu menyampurkan semacam bubuk ke dalam gelas kaca.
"Aku bukan mahasiswa kimia, jadi aku tidak tahu itu," balasku.
"Bom ... aku sedang merakit bom. Ini rangkaian untuk memercikan api. Sama halnya dengan rangkaian lampur kerlap-kerlip, tapi ini aku gunakan khusus untuk memercikkan api ke ruang larutan."
"Untuk apa kau merakit bom?" Aku menahan tangannya. "Rhea, jangan lakukan yang tidak-tidak."
"Aku tidak melarangmu untuk membantuku, tapi aku akan melarangmu jika kau menghambatku." Ia segera serius dengan rangkaian yang sedang ia rakit.
"Aku tidak paham kenapa kau melakukan ini semua. Kita punya banyak cara yang lebih legal dan menjauhkan kita dengan urusan polisi."
"Kau kira aku diam saja ketika mereka menjarah hutan ini bahkan sebelum pengadilan menolak gugatan kami? Aku dan pemerhati lingkungan sudah mengajukan gugatan atas eksploitasi hutan ini."
"Tapi ini keterluan⸺"
Kalimatku dihentikan olehnya.
"Mereka sudah membuat pos-pos. Alat berat sudah turun. Traktor mulai menjatuhkan pohon-pohon. Aku melihat perilaku berbeda dari monyet-monyet di sini, mereka lebih agresif dan menyerang tanamanku, Kau tahu kenapa? Perebutan makanan ... makanan mereka mulai berkurang. Lama kelamaan, binatang liar lainnya akan masuk kota dan kampus." Ia mengalihkan pandangannya ke depan. "Terlebih lagi, mereka menginjakkan kaki ke tanah ayahku. Orang bisa saling bacok ketika tanah mereka diambil, kenapa aku tidak bisa?"
Aku kini sedang berbicara dengan psikopat gila. Gadis yang awalnya aku kira sebagaimana gadis lain, meskipun ia lebih unik dari pada umumnya, ternyata memiliki sisi gelap yang ia tampakkan padaku.