Edge of the Jungle

JAI
Chapter #30

30

Telah aku saksikan bagaimana indahnya pagi di garis pantai putih yang memenuhi ujung penglihatanku saat itu. Ia merunduk dengan wajah kantuknya, menunjuk padaku agar merapikan wajahku yang kusut, padahal ia juga begitu. Kami pulang setelah menikmati sarapan mie instan yang tersedia di kantin umum di sini. Kami tidak sabar mendengar informasi dari Merry yang sudah mendapatkan informasi mengenai Dokter Sina tersebut.

Rhea sudah mengajarkan segala hal yang ia tahu kepada Nusa. Pagi-pagi sekali, pria itu sudah menjemput rotan dari pengepul agar bisa Rhea rakit menjadi kursi maupun kerajinan lainnya. Tatkala kami tiba, Nusa duduk di atas perapian api untuk memasak air dan beberapa potong ikan bakar hasil jebakan tadi malam. Rhea memarahi pria itu karena terlalu awal membakar ikan karena bisa basi ketika siang hari. Ternyata, Nusa hanya memastikan kami agar tetap sarapan ketika sesampainya di rumah.

"Kau tidak perlu keras terhadapnya ...."

"Maka, ia harus membayar uang sewa di rumah ini."

Jawaban itu lantas membuatku diam. Tidak ada sanggahan setelah itu.

Tepat pada pukul dua belas tengah hari, kami bertiga bertandang ke kampus untuk menjumpai Merry yang tidak kunjung tiba ke rumah. Ia beralasan jika mobilnya tengah dipinjam oleh temannya untuk pulang sebentar. Ia membuat janji untuk menunggu di taman fakultas ilmu budaya tempat para mahasiswa setempat berkumpul.

"Santai saja, wajahmu sudah seperti mahasiswa teknik semester tua." Rhea menyenggol tangan Nusa. Pria itu tampak canggung di tengah para mahasiswa yang lalu lalang.

"Kalau suatu saat kau berkesempatan kuliah, jangan sampai jadi mahasiswa semester tua sepertiku," balasku.

"Wanita di sini cantik-cantik, itu yang aku pikirkan."

"Tidak ada yang lebih cantik daripada Merry di kampus ini," pungkas Rhea.

Aku dan Nusa saling berpandangan.

"Aku rasa kami berdua juga setuju," balas Nusa.

Merry sudah berada di salah satu gazebo jamur di sana. Sebuah laptop dan berlembar-lembar revisian bertumpuk di hadapannya. Ia menutup laptop dan menyingkirkan revisiannya ketika kami datang. Wangi tubuhnya tercium olehku, entah parfum semahal apa yang ia pakai hingga bisa seawet ini.

"Tidak ada makanan yang tersedia di sini?" sindir Rhea.

"Aku ingin berdiskusi, bukan makan-makan." Merry mengeluarkan sejumlah berkas di hadapan kami. "Aku sudah mendapatkan sejumlah informasi mengenai Dokter Sina."

Aku membaca berkas print tersebut. Ibnu Sina, itulah nama lengkap beliau. Ia merupakan lulusan kedokteran di kampus kami dan pernah menjalani magang sebagai dokter rumah sakit umum kota. Tidak lama setelah mendapatkan titel resmi dokter, ia bekerja di salah satu klinik kesehatan dan pernah berpindah-pindah klinik beberapa kali, hingga pada akhirnya membuat klinik sendiri.

"Kau sudah mengecek lokasi klinik pribadinya?" tanya Rhea.

"Sudah tutup setahun yang lalu. Dokter Sina membuat klinik sendiri setelah klinik umum yang kita lihat kemarin bangkrut karena tunggakan. Lokasinya sudah aku cek, tidak ada apa-apa kecuali petshop."

Lihat selengkapnya