Edge of the Jungle

JAI
Chapter #42

42

Rhea mempertanyakan satu hal padaku, apa yang aku sebut sebagai 'akhir' itu? Kata yang ia selalu sebut ketika memikirkan tujuan dari perjalanan yang tidak usai ini. Perihnya waktu ketika ia berdetik satu per satu, lalu bergerak menjadi sebuah pola yang menjalankan kehidupan ini, apakah semua itu menuju apa yang aku sebut akhir itu? Aku hanya terdiam menjawab pertanyaan itu.

Cukup sederhana yang aku pikirkan mengenai 'akhir' itu. Akhir ialah sebuah titik di mana semuanya berkumpul pada ujung momen. Lalu ia bertanya kembali padaku bagaimana jika akhir yang kita tempuh itu merupakan sebuah awal, apakah 'akhir' itu akan tetap menjadi 'akhir'? Aku kembali terdiam tatkala ia tersenyum karena berhasil menjebakku dalam pertanyaan.

Baginya, 'akhir' merupakan merupakan ilusi dan absurd. Bisa jadi tidak ada yang yang kita sebut 'akhir' itu karena momen akan terus berjalan dan berkembang menjadi momen-momen lainnya. Semua ini akan berakhir...., ucap Rhea dengan ekspresi menirukan orang-orang. Lalu ia mengangkat tangannya setinggi pundakku dan menepuknya dengan keras, bahkan ketika kita mati maka momen lain akan tercipta, entah kau di surga atau pun kembali ke dunia dalam bentuk serangga.

Kau percaya Tuhan? tanyaku padanya saat itu.

Aku mempercayai awal dan tidak percaya pada akhir, awal itu sudah pasti Tuhan .....

Pertanyaan demi pertanyaan dicecar oleh media tatkala aku memboyong Rhea menjauh dari keramaian. Bunyi jepretan foto beserta suara liputan wartawan di hadapan kamera menjadi hiasan momen saat ini. Langkah kami sempat terhenti, namun Profesor Zarathustra membukakan jalan dari wartawan yang semakin banyak mengepung. Semakin lama kami berjalan, semakin deras tangisan Rhea berbunyi.

Tanganku menggapai gagang pintu mobil SUV hitam yang menunggu di parkiran. Sina dan Nusa telah berada di dalam untuk menjemput kami. Petugas pengamanan membuka jalan untuk mobil bergerak. Setelah melewati garis pagar, barulah suara ramai itu menjadi hening, berubah menjadi deru laju ban yang bergesekan di atas aspal hitam.

"Kita menang," ucap Rhea.

"Developer menarik kembali alat beratnya. Perlu banyak biaya bagi mereka karena chaos di kampus. Kampus sudah dikuasai oleh para mahasiswa, termasuk hutan itu. Mereka menghancurkan camp," ucap Sina.

"Benarkah? Semuanya menjadi tidak terkendali," balasku.

"Benar, rektor diamankan oleh pihak polisi karena mahasiswa berhasil menarik rektor dari ruangannya. Merry memerintahkan koordinator pengganti untuk mengendalikan unjuk rasa."

"Pengganti? Di mana wanita itu?" tanya Rhea.

"Tertangkap polisi. Ia diamankan oleh polisi dan aku tidak tahu di mana sekarang dia berada," balasku.

Angin dari luar menyeruak masuk tatkala Profesor Zarathustra membuka kaca jendela mobil.

"Sina, urus Merry di kepolisian. Seseorang dari militer laut akan membantumu. Kita akan berkumpul di rumahku sore ini," ucap Profesor Zarathustra.

Bapak dan anak ini tidak ada berbicara semenjak ketuk palu final yang memenangkan lahan sengketa itu pada pihak kami. Pimpinan sidang menelaah seluruh bukti-bukti yang ada dan memutuskan jika tanah itu tidak pernah diberikan kepada pihak yayasan. Euforia ini mungkin saja membuat Rhea lupa untuk menyapa ayahnya sendiri.

Lihat selengkapnya