Seorang gadis berpakaian piyama berwarna pink dengan gambar Hello Kitty itu menyumpal kedua telinganya dengan earphone. Seperti biasa, setiap malam ia akan mendengarkan instrumen musik piano, karena jika dia memainkan alat musik itu secara langsung pada malam hari, bisa-bisa mamanya akan menjewer kupingnya hingga panjang seperti Tingker Bell.
Gadis cantik dengan wajah blesteran itu bernama Jane Puspitasari.
Jane duduk didepan jendela yang menunjukkan langit malam, pandangan Jane itu jatuh ke rumah kosong di samping rumahnya. Rumah kosong itu sudah tak berpenghuni sejak 3 bulan yang lalu karena pemiliknya yang memutuskan untuk pindah rumah.
Kedua mata Jane membelak sempurna saat melihat lampu-lampu dirumah kosong itu menyala, dan hampir saja Jane terjungkal kebelakang saking terkejutnya saat seorang laki-laki membuka tirai jendela dari rumah yang ada di sebelahnya. Pandangan mata mereka berdua bertemu.
Jane tersenyum manis, tak lupa tangannya melambai untuk menyapa tetangga barunya. Laki-laki itu membalas senyumnya.
Tok... Tok... Tok..
Ceklek
Sontak Jane menutup tirai jendelanya, dan membalikkan badannya, "Papa."
Papa Jane bernama Daniel Koen, pria asli Belanda itu masuk kedalam kamar anak semata wayangnya dengan senyum hangatnya, ia membelai rambut Jane lembut. "Masih dengerin instrument piano?"
Jane mengangguk. "Kan papa tau sendiri kalo aku mainin piano malem-malem, bisa-bisa mama ngamuk. Ngebayangin aja udah serem."
Papa Jane tertawa mendengar gerutuan anaknya. "Tapi sekarang udah jam 9 Jane, besok kan kamu sekolah. Nanti kesiangan loh."
"Iya pa." ujar Jane sembari membaringkan dirinya di atas kasur. Papa Jane menyelimuti Jane, lalu mengusap rambut Jane. "Mau dinyanyiin nina bobo?"
"Pa aku udah gede, bukan anak kecil lagi pa."
Papa Jane tertawa, memang ia paling suka menggoda Jane seperti ini. "Yaudah, papa tinggal ya. Langsung tidur, jangan main hp lagi. Biar besok gak kesiangan."
Jane mengangguk. Ia melihat papanya pergi keluar kamarnya setelah mematikan lampunya. "Sleep well baby." ujar Papa Jane sebelum menutup pintu kamar Jane.
Jane tersenyum mengingat kelakuan papanya. Papanya adalah tipe ideal Jane, yaitu laki-laki tampan, bertubuh tinggi, dan bersifat Dewasa, kecuali sifat jahilnya. Jane paling tidak suka dijahili. Tapi justru itu yang membuat papanya dan sahabat-sahabatnya semakin bersemangat menjahili dan menggodanya, kata mereka wajah Jane lucu ketika sedang marah. Terutama sahabatnya yang bernama Bramantio Rajendra Putra, laki-laki itu paling suka menjahilinya.
Tiba-tiba pikirannya beralih ke tetangga barunya, laki-laki tampan yang tadi ia sapa dari jendela. "Kayaknya dia baik, besok kenalan ah sama tetangga baru." Guman Jane bersemangat, setelah itu ia memutuskan untuk tidur agar tidak kesiangan besok pagi.
Keesokan harinya, Jane sudah siap dengan seragam putih birunya, tak lupa ia menguncir rambutnya agar terlihat semakin cantik. Setelah merasa sudah siap, Jane segera turun kebawah untuk sarapan bersama kedua orang tuanya.
Diruang makan ada mamanya yang sudah rapi mengenakan seragamnya dan papanya yang sudah rapi mengenakan kemeja.
Mamanya yang bernama Ayu Dwi Tirtayana adalah seorang keturunan Jawa Timur asli yang merupakan mantan model dan saat ini berprofesi sebagai chef profesional di salah satu restoran bintang lima di Jakarta milik keluarga Tio, sementara papanya adalah seorang fotografer profesional yang sudah memiliki studio foto sendiri bernama Jane Studio.
"Pagi ma.. pa.." Sapa Jane disertai dengan kecupan di pipi kedua orang tuanya.
"Pagi sayang, sarapan dulu ya. Mama udah siapin bekal buat kamu makan siang, mama masak lebih biar kamu bisa bagi-bagi ke Alya, Tio, Kevin, sama Randy."
Jane mengangguk sambil menyuapkan roti bakar kedalam mulutnya. "Pa rumah disebelah udah diisi ya?"
Papa Jane mengangguk. "Iya, baru semalem mereka pindah."
"Oh.." Jane melihat kearah jam tangannya, lalu segera meminum susunya. "Ma.. pa.. aku berangkat dulu ya." Pamit Jane sembari membawa kotak bekal yang sudah disiapkan mamanya diatas meja.
"Iya, hati-hati Jane!"
Sudah kebiasaan sejak Jane, Alya, Kevin, Randy, dan Tio kelas satu SMP, yaitu berangkat bareng kesekolah. Kebetulan mereka berlima berada dalam komplek perumahan yang sama.
Jane pergi kerumah Tio yang berbeda 3 rumah dari rumahnya dengan jalan kaki, karena rumah Jane yang paling jauh dari arah sekolah, jadi dia yang pergi ke rumah Tio. Setelah itu mereka berdua naik ke mobil Tio dan menjemput Kevin yang berbeda 5 rumah dari Tio, setelah itu menjemput Randy yang berbeda 3 rumah dari Kevin, dan yang terakhir Alya yang berbeda 4 rumah dari Randy.
Saat Jane keluar dari rumahnya, kebetulan tetangga baru yang merupakan laki-laki semalam juga sedang mengeluarkan motor ninja kawasakinya. Jane tersenyum dan menghampiri laki-laki itu. "Hai." Sapa Jane membuat laki-laki itu yang tadinya ingin memakai helm jadi ia urungkan. "Hai juga." Balas laki-laki itu disertai senyuman manisnya.
Jane mengulurkan tangannya. "Namaku Jane, Jane Puspitasari. Nama kakak siapa?" Jane mengetahui seragam yang dipakai laki-laki itu adalah seragam SMA Erlangga, salah satu SMA favorit di Jakarta ini.
Laki-laki itu membalas uluran tangan Jane. "Nama kakak Chandra. Chandra Bagaswara. Kamu mau kesekolah?"
"Iya."
"Sekolah dimana?"
"SMP Sinar Bangsa."
"Mau kakak anterin? Kebetulan kita searah."
Jane menggulum bibirnya, menimang-nimang ajakan Chandra. "Hmm.. kalo minta anterin sampe rumah gede itu boleh gak?" Tanya Jane sembari menunjuk rumah Tio. "Soalnya aku baru makan, kan sayang makanannya kalo dibuat jalan. Ntar sampe sekolah laper lagi."
Chandra tertawa mendengar ucapan Jane. "Yaudah, ayo naik." ajak Chandra, ia membantu Jane untuk naik keatas motornya, setelah itu baru memakai helmnya dan mengantar Jane kerumah yang dituju Jane.
Sesampainya didepan gerbang rumah Tio, Jane dibantu Chandra untuk turun dari motornya, lalu mengucapkan terima kasih karena sudah diantar.
"Gak mau kakak antar sampe sekolah aja?"
Jane menggeleng dan masih mempertahankan senyum manisnya. "Gak usah kak, aku bareng temen aja."
"Yaudah, kalo gitu kakak berangkat dulu ya Jane." Pamit Chandra yang dibalas anggukan oleh Jane. Chandra mulai menjalankan motornya menuju sekolahnya.