Ara melewati koridor sekolah dengan sesekali menguap karena sisa-sisa kantuk sebab gadis itu baru tertidur setelah pukul dua. Padahal hari ini ada ekstra pramuka yang mewajibkannya menjadi pendamping untuk persiapan kemah satu bulan lagi. Gadis itu segera menelungkupkan kepala di atas meja dan langsung memejamkan mata.
“Bangunkan aku ketika guru datang” ucap Ara kepada Fefe yang langsung diangguki sahabatnya tersebut. Tangan Fefe bahkan terulur sembari mengusap pelan kepala Ara membuat gadis itu semakin jatuh tertidur.
Ara cukup terkejut ketika Fefe menepuk pelan punggungnya dan mengatakan kalau guru mereka sudah berada di kelas. Pamit ke kamar mandi sebentar, gadis itu kembali menguap sembari mengucek pelan matanya. Sampai di toilet, Ara segera membasuh wajahnya dan bercermin sebentar. Kantung matanya terlihat agak jelas sisa menangis dan tidur terlalu larut. Menghela napas pelan, gadis itu keluar dari toilet dan tidak sengaja bertemu Bela di pintu masuk toilet. Enggan berurusan dengan Bela, Ara segera berlalu namun Bela lebih dulu menahan pergelangan tangan gadis itu.
“Jangan sok cantik dan ganjen sama Delvin”
Ara melepaskan genggaman Bela pada pergelangan tangannya kemudian menatap gadis berambut panjang di hadapannya tersebut.
“Jangan menjual harga dirimu hanya demi pria yang sama sekali tidak pernah menoleh atau melihat ke arahmu.” Jawab Ara santai kemudian berlalu dari hadapan Bela. Mengabaikan wajah terkejut gadis itu.
Ara masuk ke dalam kelas dan mengikuti pelajaran dengan baik meski sesekali ia masih menguap hingga menghabiskan setengah botol air putih yang ia bawa. Fefe bahkan sesekali harus mencubit lengan Ara karena Ara memejamkan mata saat guru mereka berdiri disamping meja mereka berdua.
Bel istirahat berbunyi, membuat Ara langsung menelungkupkan kepala di atas meja dengan mata terpejam. Mengabaikan Fefe yang cekikikan sambil berbalas pesan dengan Galih. Gadis itu baru akan mulai terlelap ketika Fefe menepuk bahunya pelan.
“Ara ayo makan, kamu bawa bekal atau mau ke kantin?” ucap Fefe “Kamu semalam tidur jam berapa sih kok kayaknya ngantuk banget hari ini?” lanjut gadis itu masih sambim mengelus pelan rambut Ara.
“Tidur jam dua lebih sedikit, Fe. Ngantuk banget kamu ke kantin sendiri aja, ya? Apa mau makan roti punyaku ambil aja di dalam tas” ucap Ara masih dengan mata terpejam.
“Kamu gak sarapan lagi pasti kan manya bawa roti. Aku makan di kantin aja, kamu bangun bentaran di makan rotinya. Atau kamu mau nitip sesuatu?” tanya Fefe yang dibalas gelengan oleh Ara.
Gadis itu kembali menyamankan kepalanya pada tumpukan tangan, mengabaikan bisingnya koridor di depan kelasnya yang dipenuhi para siswa. Benar-benar terlelap hingga Ara tidak tahu kehebohan yang terjadi karena ia tidur selama lima belas menit selama jam istirahat.
Ara meregangkan bahunya sebentar yang terasa kebas karena tidur dengan kepala miring. Tangannya mengucek pelan kedua bola mata miliknya, lantas mengerjap pelan dan sedikit terkejut mendapati Delvin duduk disampingnya.
“Vin, ngapain?” tanya Ara
“Nungguin kamu. Tadi kayaknya kamu mimpi buruk jadi aku kasi puk-puk sambil elusin kepala kamu terus kamu gak mimpi buruk lagi.” Jelas Delvin menutup buku di tangannya. Sedangkan Ara hanya mengerutkan kening heran dengan alasan Delvin. Benarkan ia mimpi buruk? Kenapa Ara tidak ingat? Menggedikkan bahu tak acuh, Ara meneguk air putihnya yang tersisa setengah botol.
“Kamu gak makan? Jam istirahat udah hampir habis lho. Atau mau makan roti aja?” ucap Ara. Tangannya merogoh ransel miliknya dan mengambil kotak makan siang berisi roti isi dan brownies buatannya semalam. Tangannya terulur ke arah Delvin yang langsung disambut dengan baik oleh pria itu.
“Kamu gak sarapan?” tanya Delvin yang dibalas anggukkan oleh Ara.
“Tadi bangun kesiangan, akhirnya masukkin roti doang. Niatnya mau dimakan pagi sampai sekolah, tapi ngantuk banget jadi aku tinggal tidur deh” jawab Ara sembari memakan roti miliknya.
“Tapi ini kemanisan, tumben. Biasanya kamu gak suka bikin yang terlalu manis” ujar Delvin
“Iya, semalem asal masukin bahan soalnya. Aku kira gak bakal kemanisan ternyata parah banget manisnya.” Jawab Ara masih dengan mulut mengunyah roti.
“Ara!” teriak Fefe mengejutkan keduanya
“Fefe bisa gak sih gak teriak. Kaget banget tahu.” Kesal Ara
“Hehe, maaf. Soalnya kamu bikin heboh sih – tidak tidak, bukan kamu saja tapi kalian berdua.” Ucap Fefe sembari menyomot roti dalam kotak makan milik Ara.
“Kok kami?” heran Ara