EFEMER

Han
Chapter #8

#8Kebenaran Itu, Apa?

Ara berjalan melewati koridor menuju kelasnya. Suasana sekolah masih sepi karena gadis itu datang setengah jam sebelum bel masuk berbunyi. Setelah sampai di kelasnya, Ara segera membuka novel yang ia bawa dan fokus membacanya. Gadis itu mengabaikan suasana kelas yang mulai ramai, sampai Fefe duduk disebelahnya sembari menggerutu. Ara menutup novel miliknya kemudian menatap penasaran kepada sahabatnya itu.

“Kenapa, sih?” tanya Ara

“Itu loh mulut Bela minta di sumpal sama sepatunya buaya hijau. Masa dia bilang kalau kamu sama Delvin bermesraan bahkan tidur di kamar yang sama. Sinting memang itu orang.” Kesal Fefe

“Bener, kok.” Jawab Ara santai

“Apa?!” teriak Fefe membuat beberapa orang mengalihkan fokus mereka.

“Iya, aku tidur di kamar Delvin, dan Delvin tidur di lantai. Malam minggu kemarin ada acara nonton bareng di rumahnya, jadi aku ikut menginap. Waktu kami berdua ngobrol, eh aku ketiduran, terus bangun-bangun aku ada di kamar Delvin. Jadi ya emang benar apa yang Bela bilang kalau kita tidur di kamar yang sama. Aku di atas kasur, Delvin di lantai, kita berdua tidur di kamar Delvin.” Jelas Ara panjang lebar tanpa mengurangi atau menambahi ceritanya. Penjelasannya tersebut membuat Fefe menatap tidak percaya.

“Wah, beruntung banget kamu bisa sedekat itu sama Delvin.” Gumam Fefe yang dibalas senyum singkat oleh Ara.

“Sebentar, ini lengan kamu kenapa kok diperban begini?” tanya Fefe heboh

“Gak sengaja kesiram air panas waktu di rumah Delvin” jawab Ara singkat

“Kok bisa?” tanya Fefe penasaran.

Ara menjelaskan kejadian malam itu kepada Fefe dengan singkat dan tidak berlebihan. Namun, Fefe tetap saja merasa geram. Dia bahkan memukul meja dengan keras sembari mengumpati Bela. Ara jadi kelimpungan sendiri bagaimana menenangkan gadis itu. Padahal, Ara belum menceritakan masalahnya dengan Eden. Akan bagaimana reaksi sahabatnya itu kalau mengetahui fakta yang disembunyikan Eden? Apapun tanggapan Fefe nanti, Ara hanya harus menjelaskan, termasuk masalahnya dengan Diana.

“Fe, aku mau menceritakan kisah panjang sama kamu. Tapi tolong tenang ya? Nanti aku ceritain waktu istirahat, oke?” ucap Ara yang membuat Fefe mengerutkan kening penasaran. Namun, Fefe akhirnya mengangguk juga untuk memberikan kesempatan kepada Ara berpikir dan menyiapkan diri.

Jam ketiga sebelum istirahat pertama kosong karena guru yang mengajar sedang sakit. Fefe melirik Ara sebentar kemudian menatap sahabatnya yang tengah fokus mengerjakan tugas biologinya itu.

“Ara, ceritakan sekarang padaku. Tugas ini lanjutkan nanti saja.” Fefe menutup buku Ara, kemudian menarik lengan gadis itu untuk memaksa bercerita. Ara hanya bisa menghela napas pasrah, karena ia yakin menolak permintaan Fefe hanya akan percuma.

Setelah menghembuskan napas panjang, Ara mulai menceritakan tentang kejadian kemarin. Mulai dari ia yang dituduh menindas anak OSIS hingga kedatangan Eden di rumahnya. Gadis itu menceritakan dengan detail, mengabaikan kerutan pada dahi Fefe dan gemertakan gigi sahabatnya tersebut. Selepas menyelesaikan ceritanya, Ara tersenyum simpul sembari menatap Fefe.

“Udah” ucap Ara karena masih belum mendapat jawaban dari teman sebangkunya itu.

Fefe nampak menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya. Retinanya menatap Ara dengan tajam kemudian menggenggam jemari sahabatnya tersebut.

“Maaf, ya.” Ucap Fefe pelan, membuat Ara terkejut atas jawaban Fefe yang jauh dari ekspektasinya.

“Maaf karena tidak ada disamping kamu saat kamu butuh teman bersandar. Aku bukan teman yang baik karena bahkan gak tau masalah kamu. Tiga hari terakhir ini berat banget, ya? Kamu hebat bisa bertahan sementara aku gak tahu apapun.” Ucap Fefe sembari menundukkan kepala.

Ara yang mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut sahabatnya jelas terenyuh. Bagi Ara, memiliki Fefe merupakan sebuah anugerah. Fefe adalah teman yang baik dan begitu perhatian dibalik sifat berisik dan hebohnya. Ara bersyukur ia mengenal Fefe dua tahun belakangan ini meski mereka baru benar-benar menjadi teman dekat setelah berada di kelas sebelas. Gadis itu tersenyum sambil menepuk-nepuk pelan punggung tangan Ara.

“Makan, yuk. Udah jam istirahat nih” ucap Ara mencoba mengalihkan suasana sendu yang menyelimuti mereka.

Fefe menatap Ara, kemudian mengangguk. Keduanya berjalan menuju kantin yang belum begitu ramai karena bel istirahat masih sepuluh menit lagi. Baru menginjakkan kaki di kantin, orang-orang melirik, bahkan menatap mereka secara terang-terangan – atau lebih tepatnya mentap ke arah Ara. Beberap gadis bahkan berkerumun dan berbisik-bisik sambil menggumamkan nama Ara. Gadis itu tahu, kalau hal ini terjadi karena beritanya yang menindas adik kelas.

“Eh, itu Kak Ara yang kemarin kabarnya nindas Diana, kan? Bukannya dia yang deket sama Kak Delvin? Kok Kak Delvin mau sih sama cewek kayak dia.”

Ara terdiam mendengar ucapan adik kelas disampingnya tersebut. Ia melihat Fefe yang hendak melabrak para gadis itu, namun tangannya segera dicekal oleh Ara. Menggeleng kecil, Ara menyuruh Fefe untuk tidak turut campur dan hanya diam.

Lihat selengkapnya