Tak terasa sudah enam bulan berlalu, aku tidak bisa diam saja, aku juga punya kehidupan lain yang mengharuskan diriku untuk produktif lagi. Enam bulan sudah cukup untukku berdiam diri dan merenungkan semuanya, kemudian berdamai juga dengan keadaan yang memaksaku untuk berpisah dengan Mali.
Aku dan Mali sudah resmi bercerai, meskipun aku bersikeras menolak keputusan Mali, tapi aku juga tidak bisa memaksakan keadaan. Proses perceraian berjalan dengan cepat, karena kami sama-sama tidak menghadiri persidangan. Secara hukum kami sudah sah berpisah dan tidak mempunyai hubungan apa pun lagi, tapi tautan dalam hati kami, aku yakin itu masih saling terhubung dengan baik.
Sejak pertemuan terakhir itu, Mali melarangku untuk menjenguknya lagi, karena dia ingin fokus dengan masa hukumannya, dia juga berjanji untuk menanggung semua tuntutan atas permasalahannya itu. Mali bersikeras tidak ingin melibatkanku, padahal aku begitu ingin untuk selalu bersama dia, setidaknya untuk menunjukkan jika aku sangat peduli padanya. Aku terima itu, meskipun sulit, dan setiap malam masih dihabiskan dengan tangisan, untungnya aku masih ada pemikiran untuk melanjutkan hidup.
Atas dukungan dan kepercayaan teman-temanku, akhirnya aku bisa kembali lagi mengarahkan aktor-aktor untuk berperan di proyek yang sedang aku garap dengan orang-orang hebat ini. Kali ini kami memilih tempat dengan pantai terindah di Vancouver, tepatnya di kawasan Sunset Beach, aku pilih sebuah bangunan megah untuk adegan kali ini.
“Miss, semua sudah siap, properti sudah di tangga, sesuai permintaan, kita bisa memulainya!” teriak tim properti padaku yang sedang duduk memegang megafon, jika di tempat kerja, mereka memanggilku dengan sebutan “Miss” mereka bilang terlalu sungkan untuk bisa akrab denganku, padahal aku tidak sekaku itu, dan aku juga tidak mengharapkan penghormatan berlebihan seperti itu, tapi demi kenyamanan mereka, aku ikuti saja alurnya, selama tidak memberatkan satu sama lain.
“Oke, semua di tempat, kita mulai, talent siap-siap semuanya. Ayo-ayo percepat,” kataku, teriak melalui megafon, aku melihat seluruh tempat dan seluruh talent, memastikan mereka berada di tempat yang sudah aku arahkan tadi, semuanya sudah aman. “Oke, semua siap! Kamera rolling, and action!” aku berteriak memberikan arahan dengan tegas dan percaya diri.
Semua orang sedang fokus, semua mata tertuju pada adegan yang sedang diambil. Adegan kali ini diambil dari tangga, di mana pemeran utama pria meninggalkan pemeran wanita, karena memilih selingkuhannya. Aku perhatikan dengan teliti, akting mereka, mimik wajah mereka, juga perasaan yang coba disampaikan. Aku terkenal sangat detail dan terkesan menuntut sebuah kesempurnaan, jadi aku harus melihat mereka secara sungguh-sungguh, tanpa ada gangguan.
“Cut!” Aku terpaksa menghentikan akting mereka. “Ini tentang perpisahan, bawa suasananya lebih hidup! Jangan membuat tangisan yang terlalu kasar! Bayangkan dulu, pasanganmu itu selingkuh, dia pilih selingkuhannya dibandingkan dirimu, bawa main perasaanmu itu, tunjukkan semua rasa sakitnya. Kau memang harus menangis, tapi coba lebih emosi lagi, tunjukkan semua kemarahanmu pada pasanganmu, pandang dia, tunjukkan kau sangat membencinya sekarang,” saranku pada pemeran wanita di depan sana. “Apa sudah mengerti?” tanyaku, memastikan.
Dia menganggukkan kepala. “Mengerti, Miss, saya akan memperbaikinya,” jawabnya.
“Bagus! Ulangi! Kamera siap! Action!”
Mereka kembali beradu akting, setelah pengarahanku, emosinya terlihat lebih alami sekarang, ini membangkitkan perasaanku. Tiba-tiba saja aku terhanyut dengan cerita yang mereka perankan, hatiku bergetar, membayangkan diriku yang ditinggalkan oleh Mali, bedanya Mali tidak mungkin memilih orang lain, tapi sungguh sangat disayangkan dia memilih obat-obatan terlarang itu dibandingkan aku. Hatiku kembali sesak, tidak seharusnya aku membandingkan dia dan kisahku lagi, tapi mau bagaimana lagi, perasaanku masih sulit disembunyikan.
“Cut!” Peran mereka berhasil dibawakan dengan baik, semua ikut terpanggil dengan adegan tadi, itu artinya pesannya tersampaikan, aku puas. “Bagus, pertahankan emosinya tetap seperti itu,” kataku pada pemeran wanita, dia balas dengan senyuman. “Kita pindah set, akan memakan waktu untuk memindahkan alat-alat, lebih baik kita rehat sejenak, mengumpulkan tenaga. Giliran tim yang lain untuk bekerja, kalian boleh istirahat,” jelasku.