Pesta masih berlangsung, tapi aku memilih keluar dan membiarkan mereka menikmati suara merdu Delvin. Hari ini harusnya aku dan Mali merayakan hari pernikahan kami, tapi karena satu dan lain hal, aku harus merayakannya sendirian. Aku tidak tau apa ini pantas disebut perayaan, berpikir seperti itu, kenangan suram itu kembali lagi terbayang, membuat langkahku sedikit berat.
Semilir angin malam menambah kesunyian di dalam hatiku. Aku lemah jika harus dihadapkan dengan kenangan masa laluku. Apa lagi senyuman dirinya sulit hilang di benakku, aku tidak sanggup untuk mengusirnya, mungkin nanti aku bisa melepasnya, atau mungkin tidak.
“Miss Hannah?” panggil seseorang di kejauhan.
Aku menoleh ke belakang mencari sumber suara, aku yakin itu suara seorang pria, tapi siapa? Mali? Tidak mungkin, aku tidak seharusnya mengharapkan dia. Aku terus fokuskan penglihatanku, namun tidak ada siapa-siapa di sana, hingga akhirnya seseorang terlihat di balik kerumunan yang berlalu lalang.
Aku melihatnya, entah kenapa dunia seakan berhenti, dan hanya dia seorang yang berjalan. Dia menatapku, membelah kerumunan yang ia lewati. Apa ini? Apa yang dia mau dariku? Dia seolah menyihirku, aku tidak dapat berpaling.
“Miss Hannah?” panggilnya lagi, aku terkejut, karena tidak menyadari kedatangannya, aku terlalu sibuk memperhatikan wajahnya tadi.
“Apa suaraku tidak bisa memuaskan Miss Hannah? Atau mungkin, Miss Hannah tidak suka padaku?” tanyanya tiba-tiba, dengan muka terlewat muram.
Aku tersentak dengan pertanyaan-pertanyaannya, aku tidak paham dengan maksudnya. “Ti-tidak, aku suka sekali dengan lagumu, Delvin,” jawabku, canggung.
“Tapi kenapa Miss Hannah meninggalkan ruangan?” tanya Delvin, semakin murung, kukira dia tidak menyadari aku keluar tadi.
“Ah, itu, aku … aku hanya ingin menikmati pemandangan pantai, tidak bermaksud untuk seperti itu,” jawabku. “Lantas, kenapa kau meninggalkan pesta?” tanyaku. “Mereka pasti merasa kehilangan, penyanyi berbakatnya keluar di tengah pesta,” tambahku.
Delvin tidak segera menjawab, dia kedapatan salah tingkah, tangannya tak bisa diam dan berakhir menggaruk tengkuknya. “Aku itu … aku ingin bersama—oh maksudku, aku ingin menemani Miss Hannah,” jawabnya, tersenyum canggung.
“Menemaniku? Memangnya ada apa denganku?” tanyaku, dia semakin gusar.