EGOIS

Yutanis
Chapter #11

CHAPTER 11. Kunyalakan Api Itu

"Tertarik? Padaku? Kau yakin? Maksudku … astaga.” Aku menggelengkan kepala. “Tidak, Delvin,” sangkalku.

Tangan kiriku aku simpan di pinggang, guna menopang tubuhku yang bisa kapan saja terjatuh. Aku menunduk, mengacak pasir pantai dengan kakiku, mencerna baik-baik apa yang baru saja kudengar. Pertanyaan-pertanyaan tak masuk akal menyerang kepalaku secara tiba-tiba.

Sungguh aku bingung dengan sikap Delvin, meskipun aku sudah mengira ini akan terjadi. Tapi, ini terlalu cepat, apa yang harus kulakukan? Aku tidak bisa berpikir dengan baik, malam ini sungguh penuh dengan kejutan.

Aku kembali menatap Delvin, dengan wajah penuh keseriusan dia menganggukkan kepalanya. “Aku sudah tertarik pada Miss Hannah pada kali pertama pertemuan kita. Dari waktu itu hingga saat ini, Miss Hannah selalu hadir di bayangan dan mimpiku. Bahkan setiap adegan romantis yang aku lakukan, aku selalu membayangkan pemeran wanita yang menjadi lawan mainku adalah Miss Hannah,” ungkapnya.

Aku terhenyak. “Delvin, apa kamu sadar dengan ucapanmu itu?” Penjelasannya cukup membuatku gila, ucapannya tiba-tiba memunculkan gelenyar aneh di perutku. “Maksudku, kita sangat berbeda Delvin, aku sudah berada di umur yang sangat dewasa, umurku empat puluh tahun,” kataku.

Aku mencoba membuat dinding penghalang, agar Delvin segera menyerah. Perbedaan umur kami sangat mencolok, aku pernah melihat profil Delvin sebelum bertemu, dan umurnya masih 27 tahun. Itu merupakan ketidakmungkinan yang sangat mutlak, dan aku tidak ingin bermain-main.

“Miss Hannah, umur tidak menjadi patokan seseorang untuk saling mencintai, aku sungguh sudah tertarik pada Miss Hannah. Aku tidak mengatakannya di awal karena aku takut Miss Hannah akan risi padaku. Aku juga takut Miss Hannah salah paham, aku tidak bermaksud untuk cari muka di depan Miss Hannah. Sekarang pekerjaanku sudah selesai, aku sudah bisa mengatakan yang sebenarnya, bukan? Miss Hannah, aku … aku … mencin—”

“Tunggu dulu, Delvin,” potongku, aku mengangkat tangan, menahannya untuk mengatakan sesuatu yang membuatku tiba-tiba sesak.

Aku palingkan wajahku, melihat ke arah depan, memandang ombak yang beriak riang menyambut perasaan Delvin terhadapku. Hatiku berdebar, bukan, bukan karena aku ada rasa pada Delvin, tapi karena kata-kata Delvin ada benarnya. Meskipun begitu, sekuat apa pun aku mencari jawaban, aku tetap tidak bisa menerima perasaannya.

“Delvin, masa depanmu masih panjang, kau tidak seharusnya membuang-buang waktu denganku yang jelas-jelas jauh sekali denganmu. Kau punya penggemar yang pasti mempunyai ekspektasi yang sangat tinggi, tidak perlulah kau jatuhkan dirimu sendiri dengan bergaul bersamaku yang sudah tidak menarik ini. Hidupku suram, Delvin, tidak sehebat film garapanku, aku bukan siapa-siapa,” jelasku, mencoba memberi pengertian pada Delvin agar tidak terlalu berharap lebih padaku.

Delvin tiba-tiba berdiri di depanku. “Kata-kata Miss Hannah sedikit pun tidak akan membuatku menyerah untuk mengejar Miss Hannah. Aku sudah terlanjur jatuh, sulit sekali untuk bangun dan berpaling lagi, Miss Hannah seperti alunan musik, tidak mudah untuk aku lepaskan dan lupakan.”

Dia menghela napas, tangannya meraih tanganku, dan anehnya aku membiarkan itu. “Jadi apa pun rintangan yang ada di depan nanti, aku akan tetap percaya jika aku akan mendapatkan hati Miss Hannah. Miss Hannah, tolong ijinkan aku untuk memperjuangkan perasaanku pada Miss Hannah,” bebernya.

Lihat selengkapnya