Aku keluar dengan Delvin, meninggalkan Bella yang tengah asyik dengan teman-temannya. Aku meminta Delvin untuk membawaku ke mana pun, tapi begitu mobil melaju, tiba-tiba saja terbersit satu ide gila yang menyeretku untuk melakukan sesuatu yang lebih berani.
“Miss Hannah, tidak apa-apa?” tanya Delvin, melihatku terdiam di dalam mobil.
“Tolong menepi,” jawabku.
“Kenapa? Miss Hannah mual, pusing? Mau aku antar ke rumah sakit saja?” tanyanya, panik.
“Aku tidak apa-apa, tolong menepi saja,” jawabku, tidak menoleh, aku tidak mabuk, aku pastikan aku tidak mabuk. Tapi aku harus memastikan sesuatu, aku tidak peduli jika nantinya aku akan menyesal, tapi rasa penasaranku benar-benar harus dituntaskan malam ini juga.
“Kita tidak bisa menepi di sini, aku akan cari tempat yang nyaman,” katanya, dia melajukan mobilnya lebih cepat, matanya terus mencari, aku tidak keberatan. Melihat wajah paniknya membuatku merasa dipedulikan, aku bahagia, dan seterusnya aku ingin merasakan hal seperti ini.
Delvin menemukan tempat, dia membawaku ke sebuah taman kota dengan banyak terang lampu dan pepohonan rindang. Pemilihan tempat yang cocok, aku memang butuh tempat seperti ini. Sudah kubilang, aku ingin lebih lama menghabiskan waktu dengannya.
“I-ini … kenapa? Ada yang salah dengan wajahku?” tanya Delvin, salah tingkah dengan tatapan mataku yang intens padanya.
Aku menggeleng, lalu tersenyum. “Kau tampan,” ucapku.
Reaksi Delvin sangat menggemaskan, baru kali ini aku melihat laki-laki yang merona pipinya, aku tertawa. “Jangan menertawakanku, aku malu,” ujarnya, menutup wajahnya dengan kedua tangan, tapi mengintipku dari sela-sela jarinya, sangat menarik.
“Apa yang salah dengan itu, aku mengatakan hal yang benar, kau memang tampan,” kataku.
“Aish, sudahlah, jangan menggodaku seperti itu,” katanya, membelakangiku, merajuk rupanya.
“Bukankah, kau ingin sekali bertemu denganku?” tanyaku.
Dia tiba-tiba membalikkan tubuhnya lagi, menatap mataku, tatapannya menjadi tajam dan memancarkan kharisma yang berbeda.