Mataku mengerjap-ngerjap asing dengan tempat tidur yang kutempati, suasananya juga berbeda, di mana aku? Aku menyibakkan selimut yang menutupi tubuhku, aku terkejut pakaian yang kukenakan berbeda dengan yang semalam. Aku buru-buru beranjak dari tempat tidur, aku berlari keluar, mencari ponselku.
“Miss Hannah sudah bangun?” sapa seseorang.
Aku kembali terperanjat, aku menatap dia lamat-lamat. “Delvin?” Tiba-tiba saja kegiatan semalam berputar di benakku. Aku baru ingat sekarang, semalam aku bersenang-senang dengan Delvin. “Di mana ini?” tanyaku.
“Di tempatku,” jawabnya, tersenyum. “Semalam Miss Hannah tertidur di mobilku, aku tak kuasa untuk membangunkan Miss Hannah, jadi aku bawa Miss Hannah ke sini, maafkan aku tidak meminta ijin terlebih dulu,” jelasnya.
“Oh, aku pasti banyak merepotkanmu, terima kasih tidak membuangku di tepi jalan,” gurauku.
“Itu tidak mungkin terjadi, Miss Hannah,” jawabnya cemberut.
Aku mendekatinya. “Kau sedang memasak apa?” tanyaku, Delvin tengah berkutat dengan wajan dan beberapa bahan makanan. “Aku tidak menyangka kau bisa memasak,” tambahku.
Tangan Delvin terus bekerja, tidak terganggu dengan kedatanganku. “Ini salah satu keahlianku, selain bernyanyi, dan mengagumi Miss Hannah,” jawabnya, terkekeh.
“Kau ….” Aku berhenti sejenak, tubuhku belum terbiasa menerima afeksi seperti ini, rasanya sulit dijelaskan. “Hebat,” pujiku.
“Ah, Miss Hannah, jangan begitu, aku malu,” ucapnya, menggemaskan. “Aku belajar untuk sampai di sini.” Delvin menghela napas, raut wajahnya terlihat kesal.
“Ada apa? Ada yang salah dengan itu? Kenapa kau tiba-tiba diam?” berondongku, khawatir.
“Dulu, ada seseorang yang memberiku makanan, aku tidak punya pikiran buruk terhadapnya. Kondisiku sedang lapar dan lelah, aku tidak memeriksa makanan pemberiannya, hingga makanan sudah selesai tercerna dengan baik, aku terkapar. Managerku langsung melarikanku ke rumah sakit, dan Miss Hannah tau apa yang terjadi?” tanyanya.
Aku terpaku. “Jangan bilang ….”
“Yup, makanan itu sudah dicampur racun, aku dijebak.” Dia terkekeh kembali, aku bingung dengan situasi seperti ini. “Dari sana agensi melarang penggemar untuk memberikan hadiah kepadaku, makanan yang akan aku makan harus melalui pemeriksaan, dan lagi tidak sembarang orang yang bisa memesankan makanan untukku. Hari-hari itu sangat berat untukku, Miss Hannah, bertahun-tahun aku trauma dengan kejadian itu, aku selalu menaruh curiga dengan makanan, padahal tidak semua orang menaruh racun di makananku, tapi entahlah,” jelasnya.
“Astaga, maafkan aku, aku tidak tau tentang ini,” sesalku, aku ikut sakit mendengar penuturannya. “Jadi, ini alasannya kau belajar masak?” tanyaku, mencoba mengalihkan pembicaraan, meskipun ingatan Delvin pasti ikut terpanggil kembali.
“Managerku bilang tidak ada orang yang patut kita percayai selain diri sendiri dan aku setuju, sehingga aku mulai belajar memasak,” jawabnya, tersenyum.
“Kau hebat sudah melalui masa sulit itu, Delvin,” ujarku, sembari menggandeng tangannya. “Omong-omong, di mana ponselku?” Aku teringat sesuatu, dan harus segera memeriksa ponselku.
“Aku dengar suaranya di dalam tas, Miss Hannah. Oh, dari tadi ponsel Miss Hannah berdering, aku tidak tega untuk membangunkan Miss Hannah, jadi aku biarkan saja, lagi pula, akan terlalu lancang jika aku membuka sembarangan,” jelasnya.
Aku tersenyum, dan sedikit berjinjit, kemudian secara cepat aku mengecup pipi kiri Delvin. “Aku yang sudah lancang padamu, Delvin, jangan khawatir,” bisikku di telinganya, seketika telinganya memerah, aku senang sekali, sudah lama aku tidak menjahili seseorang seperti itu.
Setelah mengetahui letak ponselku, aku kembali ke kamar Delvin, kulihat tasku berada di sana ketika aku bangun tadi. aku berlari-lari kecil, hatiku gembira di pagi hari, dan itu sungguh menguntungkan bagiku. Aku harus berterima kasih pada Delvin untuk perasaan baik ini, aku harap ini bukan sementara, aku akan amat bersyukur jika Delvin tidak keberatan.
Ponsel sudah kudapatkan, benar saja banyak pesan masuk dan panggilan telepon, sebagian besar pesan itu datang dari Bella dan Pobby. Aku tidak sengaja mengabaikan pesan mereka, aku terlalu bersenang-senang semalam, maklumi saja.
Aku menghubungi Bella terlebih dahulu, Bella langsung menerima panggilan teleponku. “Bella?” sapaku.
“Ya! Di mana, kau? Kau tau, aku mencarimu ke mana-mana, dan ada apa dengan ponselmu, kenapa tidak bisa dihubungi? Jawab aku, Hannah, kuharap kau punya alasan yang masuk akal,” omelnya, tapi aku menanggapinya dengan tertawa.
“Aku baik-baik saja, jangan khawatir,” jawabku. “Aku pulang bersama Delvin semalam,” tambahku, aku kembali menghampiri Delvin yang sudah menata makanan di meja makan.