Aku sudah menyelesaikan pekerjaanku, semuanya puas dengan usulku dan interpreter juga sudah mulai mempelajari film pendek itu. Aku berada di apartemenku saat ini, menanti kedatangan Delvin, karena dia pasti akan datang.
Namanya masih menempati tempat teratas di mesin pencarian, dia pasti sangat frustrasi saat ini. Kali ini, ia dirumorkan dengan seorang pengusaha muda, cantik, bahkan sangat cantik, tinggi dan elegan, memang sangat serasi bila disandingkan dengan si penyanyi solo, Delvin.
Delvin belum ada menghubungiku, aku juga tidak menghubunginya, aku tau dia pasti sangat sibuk sekarang ini. Aku sebenarnya sedikit bingung, waktu rumor menyeret namaku, satu hari saja agensi Delvin langsung membantah kabar itu.
Tapi kali ini, terbilang sudah dua hari dari pemberitaan awal, agensi Delvin belum juga mengklarifikasi, meski kulihat Ainers semakin liar saja spekulasinya. Agensi masih tetap bungkam.
Kebingungan itu terus merundungku, hingga suara ketukan pintu mencuri atensiku dan membuatku terpaksa beranjak dari sofa. “Siapa di sana?” seruku, sembari berjalan ke arah pintu.
Tanganku sudah memegang gagang pintu, perasaanku seketika tak karuan, aku segera menepis semua bayangan hitam itu. Aku tidak boleh kalah oleh rasa yang belum jelas ini, tidak akan ada apa-apa di depan sana, setelah menenangkan diri aku akhirnya membuka pintu itu.
“Delvin?” seruku, aku tetap terkejut meski sudah menduga dia akan datang.
Aku mempersilakan dia masuk, tak lupa memeluknya memberi sedikit ketenangan, yang pasti sangat ia butuhkan saat ini. Aku terus memeluknya, tapi dia tak kunjung membalas pelukanku, dia juga tidak antusias seperti biasanya.
Aku tengadahkan kepalaku, mendekatkan bibirku untuk mengecup bibirnya, tapi tanpa diduga ia menolaknya, ia membuang muka. Aku urungkan niatku itu, aku mengerti, dia sedang tidak baik-baik saja. Dua kali diterpa rumor di waktu yang berdekatan pastilah lelah, dan aku memaklumi itu, aku mengerti dengan sikap tak biasa itu.
“Miss Hannah.” Akhirnya dia membuka suara. “Maafkan aku ….”
Tidak! Kenapa kata-kata itu harus keluar lagi, aku sungguh tak keberatan, aku mengerti pekerjaannya. Rumor dan berita bohong lainnya sudah pasti banyak menerpa bintang besar seperti Delvin. Aku tidak masalah, dia tidak perlu meminta maaf.
“Miss Hannah, ada yang harus kujelaskan, tapi sebelum itu, kumohon maafkan aku ….” Dia menundukkan kepalanya, aku sungguh tidak suka dia seperti ini, dia pasti sangat kesulitan.
“Astaga, aku tidak apa-apa, aku mengerti dunia hiburan, Delvin, kau tak perlu menjelaskan apa pun,” kataku, aku membelai wajahnya, tapi ia mencegah tanganku bergerak dan memegangnya erat. “Dan, aku juga punya kabar baik untukmu,” ungkapku, aku akan mengejutkan dia dengan kesediaanku, aku tidak sabar melihat reaksinya.
Dia menatapku, aku tersenyum, memberi jeda untuk mengendalikan adrenalinnya, dadanya kembang kempis sangat cepat. Ah, itu pasti sangat merepotkan untuknya.
“Miss Hannah, aku … aku sudah bertunangan,” ucapnya, aku tak terkejut sama sekali.
“Aku sudah tau,” ujarku, masih tersenyum. “Aku sudah melihat beritanya, tidak apa-apa itu pasti akan berlalu, berita itu akan tenggelam dengan sendirinya, Delvin, kau tak perlu khawatir,” kataku.
Air mukanya berubah, ia murung dan matanya berkaca-kaca, seberat itu ternyata. “Ta-tapi … kali ini ….” Dia memandangku dalam. “Kali ini, bukan kabar burung, Miss Hannah,” bebernya.
Deg!
Wajahku seakan ditampar oleh sepuluh laki-laki berotot besar, senyumku pun memudar, aku termenung. “Aku … aku tidak mengerti,” ucapku, berbohong.