“Hannah, hari ini aku tidak bisa menemanimu, kau akan baik-baik saja tanpaku, bukan? Astaga, rasanya seperti meninggalkan anak gadis, tapi aku harus menemui seseorang, bagaimana ini?” tanya Bella, penuh risau di ujung telepon sana.
Huft, ini sudah berakhir, semua kisahku harusnya sudah berakhir ketika Delvin meninggalkanku. Entah kekuatan apa yang mengantarku hingga ke titik ini, hingga aku bisa keluar seorang diri. Aku bahkan bisa tersenyum mendengar ocehan Bella.
Teringat sebulan ke belakang, aku jauh dari kata baik, aku terpuruk, aku hancur, tak terbilang barang pecah dan rusak atas ulahku. Hari di mana aku berantakan, tempatku pun tak kalah berserakan, luka dan darah hampir setiap hari dibersihkan.
Tangisan setiap detik hampir terdengar, bahkan kering sudah air mataku, hingga aku tak sanggup lagi untuk berkata dan membuka mata. Aku benar-benar sudah di ujung kisahku, namun atas ketulusan dari sahabatku juga dari keluargaku, yang silih berganti menemui dan menjagaku, akhirnya aku bisa bertahan lagi.
Akhirnya aku bisa sedikit menerima takdirku, akhirnya aku bisa melepaskan Delvin seutuhnya. Dan iya, seperti yang semua orang katakan, aku bisa sampai di titik ini merupakan sebuah keajaiban.
“Bella, aku sudah tidak apa-apa, aku tidak keberatan, kau juga butuh healing, kau sudah terlalu lama menjagaku,” jawabku.
Bella terdengar menghembuskan napas, aku paham dia masih tidak percaya padaku. “Tetap saja, aku tidak tenang meninggalkanmu sendirian di sana, tapi aku tak bisa menunda lagi, aku harus segera menemui orang ini,” kata Bella.
“Pergilah, temui dia, kau harus lebih bahagia dariku, Bella,” ucapku, semangat. “Aku baik-baik saja, sungguh, jangan terlalu khawatir, temui dia, dan jangan lupa kenalkan dia padaku,” godaku, meskipun tak tau pasti siapa yang ia temui.
“Aish, ini tidak seperti yang kau kira,” elaknya.
“Memangnya apa yang aku kira?” godaku lagi. “Hey, aku tau dirimu, tidak mungkin kau bersikeras pergi dan meninggalkanku, jika bukan hal penting, kali ini siapa korbanmu?” Aku semakin menggodanya.
“Kau!” serunya.
Aku tertawa, sangat menyenangkan menggodanya. “Pergilah, Bella, nikmati masa mudamu,” ujarku.
“Miss Hannah ….” Sayup-sayup aku mendengar teriakan dari ujung taman sana.
Aku tergelak. “Oh, ada yang datang,” ucapku, aku langsung menoleh, mencari si sumber suara.
“Ah, sepertinya mereka sudah datang,” ujar Bella.
Aku mengernyitkan dahiku, tak mengerti. “Maksudmu?” tanyaku.
“Huh? Eh … oh, maksudku … itu … kenalanku, iya, kenalanku sudah datang, sudah dulu Hannah, aku harus menemui mereka,” jawabnya, tergagap, aku bahkan mendengar tarikan napas kasar nan berat, seperti menahan tangisan.
“Hey, kau tidak apa-apa?” tanyaku, mengalihkan perhatianku.
“Aku, aku baik-baik saja, Hannah, sudahlah, bye Hannah,” pungkasnya, kemudian ia memutus teleponnya.
Aku menatap layar ponselku. “Aneh sekali.” Meskipun banyak yang ingin aku tanyakan, tapi aku harus menahannya hingga dia kembali padaku.
“Miss Hannah …,” teriakan itu kembali terdengar.
Siapa itu? Aku memicingkan mataku, memfokuskan diri pada mereka yang datang, aku tidak membuat janji temu dengan siapa pun. Selama aku dalam masa kacauku, aku tidak keluar rumah, juga tidak bertemu dengan orang lain selain orangtuaku dan Bella.
Ketika di apartemen pun, selalu ada yang menjaga pintu, karena aku sering kali ingin melarikan diri, hingga mereka terpaksa mengurungku.
“Miss Hannah,” serunya, dia berlari mendekatiku sambil tersenyum, begitu ia sampai di depanku, ia langsung memelukku.
“Lucy? Ada apa?” tanyaku, bingung.
Lucy melepaskan pelukannya. “Miss, mari bersenang-senang bersama kami,” ajaknya, penuh semangat.
“Bersenang-senang? Kami?” tanyaku, semakin bingung.
“Miss Hannah!” teriakan lain terdengar begitu nyaring, aku langsung menoleh ke belakang Lucy.
“Randy? Lucas? Sedang apa kalian di sini? Ada apa ini? Kalian tidak membuat masalah, bukan?” tanyaku, memastikan.
“Tidak mungkin, Miss Hannah,” Lucy yang menjawab. “Pergilah bersama kami, sudah lama kita tidak menghabiskan waktu bersama. Ayo, Miss Hannah,” ajak Lucy, ia bahkan memegang tanganku.
“Astaga kalian ada-ada saja,” kataku.