“Hannah, dia tidak ada, bukan?” tanya Dokter Michael, menatap mataku penuh perhatian.
“Tidak! Tidak mungkin! Pobby itu nyata! Pobby itu ada! Kalian semua pembohong! Kalian brengsek! Kau apakan Pobby? Kalian sembunyikan di mana Pobby?” teriakku, histeris, tatapanku nyalang, menuduh mereka.
“Hannah, sudah kukatakan, dia tidak ada, kami semua tidak pernah melihatnya, kau lihat sendiri di video tadi, kau sendirian, kau melakukan semuanya sendirian, kau juga pergi ke sana ke mari seorang diri.” Bella menghela napas, kemudian tangannya mengusap tanganku. “Sadarlah, Hannah,” bujuk Bella.
“Sadar?! Memangnya apa yang salah denganku?!” bentakku.
Tidak mau, aku tidak mau mempercayai itu, bisa saja mereka sengaja memanipulasi rekaman video itu agar aku percaya, seperti kebanyakan kasus yang marak terjadi akhir-akhir ini. Tidak bisa, ini tidak bisa dibiarkan, aku harus menemukan cara untuk membuktikan jika Pobby itu hidup dan nyata, dia ada!
Aku menatap mata mereka satu per satu, ruangan ini biasanya hangat dan nyaman, tapi hari ini rasanya sangat panas dan penuh tekanan. Aku sama sekali tidak habis pikir dengan mereka semua, tapi apa yang musti aku lakukan untuk membuat mereka percaya? Tunggu dulu, aku tiba-tiba teringat sesuatu, benar, aku bisa meminta bantuan padanya, dia pernah melihat Pobby, aku pernah menunjukkan foto Pobby padanya.
“Baiklah, kalian memang punya video itu, tapi aku juga punya bukti, kalian tidak bisa mengelak lagi, dia pernah melihat Pobby,” kataku, tersenyum penuh kemenangan, memandang mereka remeh.
“Si-siapa?” tanya Lucy.
“Delvin!” cetusku cepat. “Kau bisa panggilkan dia untukku, dia pasti akan membelaku,” tambahku.
“Astaga, Hannah,” seru Bella.
“Tak perlu mengeluh lagi, cepat hubungi dia, aku akan buktikan pada kalian, aku tidak berbohong,” ucapku, tegas. “Cepatlah, dia pasti sedang sibuk, jangan membuang-buang waktu,” desakku.
“Bahkan kau tidak perlu menunggu lebih lama, Hannah, dia sudah berada di sini,” ucap Dokter Michael, aku tersedak ludahku sendiri. “Delvin, masuklah,” serunya.
Benar saja, Delvin masuk tanpa mengetuk pintu, ada apa ini? Tapi baguslah, aku bisa lebih cepat meminta konfirmasi darinya. “Delvin, syukurlah kau ada untukku,” ucapku. “Delvin, kau percaya padaku, bukan? Kau pernah bertemu dengan Pobby, kau juga pernah melihat fotonya, bukan? Dia ada dan dia nyata, aku benar, bukan?” tanyaku, memberondong Delvin yang bahkan belum sempat duduk.
Wajah Delvin terlihat lelah, matanya sayu dan dia tidak bergairah, dia pasti sibuk sekali, tapi aku butuh dia. Delvin pun mendekati kami, hatiku yang tadinya cemas melihatnya tak semangat, mendadak terpacu.
Setidaknya ada secercah harapan yang bisa aku buktikan pada mereka, yang sejak tadi menyangkal pernyataanku. Ekor mataku mengikuti gerak Delvin, jantungku memompa cepat, tak sabar mendengar kesaksiannya.