Ada satu tanaman, yang ditanam bersamaan dengan kedatanganku di rumah sakit ini. Hingga hari ini, aku belum melihat bunganya tumbuh, apa lagi mekar. Sepertinya, tanaman itu juga sama sepertiku, dia mencoba beradaptasi, bedanya, dia beradaptasi dengan lingkungan sekitar, sedangkan aku beradaptasi dengan diriku yang setiap harinya terasa baru.
Dari awal matahari mengawali harinya, hingga ia berganti tugas dengan bulan di malam hari, aku terus saja mengalami perdebatan. Sesi beberapa hari lalu, membuka mataku lebar-lebar, membuahkan satu kesadaran penuh dalam diriku. Namun, masih asing untuk kupahami, tapi aku tidak boleh menyerah begitu saja, karena sudah terlalu jauh aku berlari.
Aku pikir, sesi cermin dan foto tempo hari, merupakan sesi yang paling menyulitkan dari proses penyembuhanku ini. Tapi ternyata, proses melepaskan obat-obatan dari tubuhku jadi bagian paling menyiksa. Gejala yang ditimbulkan sungguh luar biasa, dan langsung terasa begitu mengguncang.
Ada masa di mana aku tidak kuat menahan gejolaknya, hingga mengharuskan aku menjerit, dan berteriak tak berkesudahan. Bahkan tak jarang, orang-orang di sini, terpaksa mengikatku, agar aku tidak berkeliaran. Masa-masa itu sangat sulit, menghujam tubuhku, merajam kewarasanku, tapi untunglah kini aku bisa mengendalikan diriku lebih baik lagi.
“Selamat pagi, Miss Hannah,” sapa seorang perawat, yang biasa merawatku setiap harinya.
“Pagi,” balasku, tersenyum. “Kau terlihat jauh lebih cantik hari ini, sesuatu yang indah tampaknya sudah kau lalui akhir-akhir ini,” godaku.
“Ah, tidak, tidak seperti itu,” sanggahnya, dia tersipu malu. “Miss Hannah juga … juga terlihat jauh lebih baik,” katanya, tersenyum canggung.
“Ini semua berkat orang-orang di sini, terutama bantuan darimu, kau merawatku dengan sangat baik,” kataku, menyanjungnya.
“Kami tidak melakukan apa-apa, itu karena ketekunan Miss Hannah, dan kesungguhan Miss Hannah untuk sembuh, sehingga semuanya berjalan dengan sangat baik,” katanya, aku mengangguk setuju. “Ah, hampir saja lupa,” katanya.
“Ada apa?” tanyaku.
“Eh, itu … tanaman itu sudah berbunga, sangat cantik dan harumnya semerbak,” jelasnya.
“Benarkah?” Minatku terpacu, dia mengetahuinya, karena aku selalu bertanya tentang tanaman itu padanya. “Baiklah, setelah ini aku akan menyapanya,” kataku. “Terima kasih sudah memberitahuku, sungguh,” tambahku, dia kembali tersenyum, sangat menawan.
Setelah mengabarkan tanaman itu, dia tak langsung pergi, dia bercerita tentang hidupnya, tentang alasan dirinya berbinar pagi ini. Aku senang mendengar kisah orang lain, apa lagi kisahnya membahagiakan, itu membangkitkan semangatku dengan dopamin yang ia bagi.
Aku sudah selesai berbenah, kini saatnya aku keluar dan menyapa tanaman yang sudah lama kunanti itu. Sekarang aku tidak perlu menunggu jadwalku untuk keluar ruangan, kapan saja aku bisa keluar, meski hanya sebatas lingkungan rumah sakit ini.