#Egyptology

Mizan Publishing
Chapter #1

Prolog

Enam tahun lamanya saya pernah tinggal di Mesir. Tepatnya di Nasr City, Kairo. Durasi tersebut seharusnya cukup untuk membuat saya benar-benar mengenal Mesir dengan segala seluk-beluknya, tetapi ternyata tidak cukup. Di akhir-akhir masa tinggal saya di Mesir, semakin saya menyadari bahwa masih banyak hal yang belum saya kenali tentang negeri ini. Dan rasanya saya ingin tinggal lebih lama lagi.

Misi utama saya di Mesir adalah untuk menyelesaikan Program S-1 di Universitas Al-Azhar, Kairo. Saya belajar di Jurusan Dakwah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Ushuluddin, di universitas tertua di dunia itu. Namun, pesona negeri Cleopatra ini seolah telah menghipnotis saya, memikat saya untuk jatuh cinta. Dikelilingi padang pasir nan luas, Mesir bagaikan harta karun yang seperti tak ada habisnya digali. Inilah yang membuat saya ingin mengeksplorasi Mesir hingga setiap perempatan jalan, dan sudut-sudut gangnya.

Mesir adalah museum raksasa. Begitu kata banyak orang. Mesir adalah Umm Al-DunyĆ¢, ibu peradaban dunia.

Begitu banyak buku yang menyatakan demikian. Predikat ini bukan bualan belaka sehingga wajar masyarakat Mesir sangat bangga dengan predikat itu. Bagaimana tidak, hampir setiap peradaban besar manusia pernah singgah di negeri ini sehingga menyisakan berbagai peninggalan kekayaan budaya. Mulai dari Mesir kuno, Persia, Yunani, Romawi, hingga Arab-Islam.

Al-Azhar, Piramida, Sphinx, Nil adalah destinasi utama para pelancong yang datang ke Mesir. Namun, rupanya Mesir tak cuma punya itu. Masih ada banyak piramida se-lain tiga piramida terbesar di Giza tersebut. Masih banyak masjid bersejarah selain Al-Azhar. Masih ada perpustakaan dan museum bawah laut Alexandria. Ada puncak Sinai. Ada reruntuhan Kuil Karnak, Kuil Luxor, Kompleks Pemakaman Valley of The Kings, Abu Simbel di selatan, dan masih banyak lagi.

Yang tak kalah mengagumkan adalah budaya masyarakatnya. Misalnya, kaum Nubia yang ramah dan hangat. Semangat religiusnya yang kuat. Rasa persaudaraan yang kokoh di antara mereka. Juga kesederhanaan para alim ulama yang bersahaja. Banyak hal yang saya pelajari dari mereka, dan tentu saja ini tak saya temukan di bangku kampus.

Lihat selengkapnya