Ehing Boburing Bullou

Yovinus
Chapter #8

Rahasia Bura'

Memikirkan hal itu, tanpa terasa air matanya jatuh berderai. Dia segera menyapunya dan menyembunyikannya dari penglihatan anak-anaknya. Tapi terlambat, mereka sudah melihatnya. Sehingga anak-anaknya jadi takut dan sedih. Karena mereka tidak mau membuat ibu mereka sedih. Tetapi sekarang mereka telah melukai hati ibu mereka. Sehingga akhirnya mereka mereka merasa sangat bersalah kepada ibu mereka.

“Ibu, Ibu menangis?” Tanya mereka kaget. “Kalau ibu memang tidak mengijinkan, kami tidak akan pergi, Bu.” Kata mereka serempak dan langsung duduk mengelilingi ibu mereka.

“Ah, anak-anakku semua. Ibu sama sekali tidak melarang kalian pergi ikut menuba.” Kata Bura’ berusaha menenangkan diri. Dielusnya rambut mereka satu persatu dengan penuh kasih sayang. “Tapi ada satu hal yang membuat ibu bersedih. Dan karena kalian sudah besar semuanya, maka ibu rasa sudah saatnya kalian mengetahui kisah hidup kalian yang sebenarnya.”

“Tapi kalau hal itu menyakiti hati ibu, lebih baik janganlah diceritakan.” Kata mereka lagi. “Kami sudah memiliki Ibu dan bagi kami itu adalah segalanya dalam hidup kami. Ibu juga sekaligus ayah bagi kami.” Seru mereka bersamaan.

“Tidak, anak-anakku. Justru kalian harus mengetahui fakta hidup kalian yang sebenarnya. Kalian bderhak mengetahuinya.” Kata Bura’ getir.

Anak-anaknyapun terdiam. Mereka menunggu ibu mereka bercerita. Mereka sudah siap untuk mendengar berita apapun tentang diri mereka. bahkan untuk hal yang terburukpun, seperti berita tentang ayah mereka. karena hal ini sudah lama terpendam dalam hati mereka, tetapi mereka tidak pernah bertanya, karena tidak tega kalau sampai hal itu justru menyakiti hati ibu mereka.

“Anak-anakku, kalian harus mengetahui cerita yang sebenarnya.” Kata Bura’ memulai kisahnya. Dia memperbaiki duduknya. Tangannya masih terus membelai rambut mereka secara bergantian. “Sewaktu ibu sedang mengandung kalian, waktu itu usia kandungan ibu sekitar lima bulan. Ayah kalian pergi mollaut, yaitu pergi berbelanja ke negeri-negeri di pantai laut. Ini semua demi membeli semua keperluan menyambut kelahiran kalian.” Sampai di sini Bura’ sangat terharu dan sedih. Dia jadi teringat saat-saat indah bersama suaminya. Tanpa terasa air matanya kembali mengalir lagi. Dia jadi terisak-isak.

“Sudahlah, Bu!” Bisik anak-anaknya. “kalau ini membuat ibu semakin berduka, lebih baik tidak usah dilanjutkan!” Kata mereka mencoba menghibur ibu yang mereka cintai ini.

Bura’ menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ibu justru ingin menceritakan semuanya. Agar beban di hati ku bisa berkurang.” Desahnya lirih. Setelah mengatur nafas sebentar, Bura’ lalu melanjutkan ceritanya. “Ayah kalian berangkat bersama seluruh budak belian kita dan juga paman-paman kalian. Mereka menaiki Pakuh Bullan, yaitu Monamak atau perahu raksasa kita. Ibu hanya tinggal sendirian. Ayah kalian berani meninggalkan ibu sendirian, karena segala air, makanan, dan segala macamnya sudah disiapkan oleh ayah kalian. Dan setiap kali air, makanan dan lain sebagainya itu ibu makan ataupun ibu pakai, dengan sendirinya akan berganti lagi. Jadi ibu tidak khawatir akan kehabisan air ataupun makanan. Dan ayah kalian berjanji akan pulang sebelum tiba saatnya ibu melahirkan kalian. Tapi entah bagaimana, belum sehari ayah kalian pergi mollaut, tiba-tiba datanglah Uhit Miou ke tempat ibu.”

“Raksasi ganas dan jahat itu, Bu?” Potong Tipung menanyakan ibunya.

“Benar, anakku. Dialah orangnya!” Jawab Bura’ di sela isak tangisnya.

“Jangan memotong Ibu berbicara, Tipung!” Tegur Timbang sambil mempelototi adiknya.

“Maafkan aku!” Desis Tipung menunduk dengan rasa bersalah.

“Sudahlah! Jangan memarahi adikmu!” Kata Bura’ lembut sambil memandang anak tertuanya dengan penuh rasa sayang. Lalu Bura’ meneruskan ceritanya kembali. “Uhit Miou membawa Llavung ayah kalian dan katanya itulah sebagai bukti bahwa ayah kalian sudah resmi menikahinya. Ibu di suruh keluar dari dalam rumah, tetapi ibu tidak mau. Melihat ibu tidak keluar, maka tangga dan palang pintu rumah di cubitnya sehingga semuanya terbelah dan patah. Uhit Miou lalu masuk ke rumah dan Ibu di usir dari rumah. Sebelum ibu di usir, kedua mata ibu di cungkilnya. Dengan merangkak ibu keluar dari dalam rumah dan sesampai di bawah kolong rumah, ibu meminjam sebuah mata induk ayam….”

“Seekor binatang yang sangat berbudi!” Desis Jambang tanpa sadar. Biarpun seorang laki-laki, Jambang adalah lelaki yang berhati lembut dan penuh perasaan.

“Perangai yang patut di contoh!” Timpal Livung sambil berusaha menahan air matanya. Dia sangat tersentuh dengan riwayat hidup mereka.

Setelah anak-anaknya kembali hening, Bura’ kembali meneruskan kisah hidup mereka. “Sesampainya ibu di tempat kita ini, ibu meminta bantuan semua binatang untuk menolong ibu mengambil kembali kedua biji mata ibu itu. Tapi semuanya menolak. Ada yang alasannya karena tidak berani dengan Uhit Miou, ada yang tidak bisa berenang dan segala macamnya. Hanyalah Bollavou Puan yang bersedia membantu ibu…”

“Padahal selama ini kita selalu memandang tikus dengan jijik!” kali ini Tihang yang ikut bicara.

Lihat selengkapnya