Bura’ melepas kepergian mereka dengan mendorong haluan perahu ke arah hulu, memutarnya perlahan ke arah hilir dan kemudian sambil menyirami haluan perahu itu dengan air sambil mengucapkan doa untuk mereka, semoga anak-anaknya selamat dan berhasil dalam misi mereka.
“Ingat anak-anakku. Setelah Ehing Boburing Bullou Llaut Kongap Bullou Nyahpou itu timbul di dekat perahu kalian, kalian harus segera menombaknya dengana tempulin atau serempang dan setelah itu diangkat ke dalam perahu dan kalian secepatnya mengayuhkan perahu kalian pulang ke rumah.” Kata Bura’ sekali lagi mengingatkan anak-anaknya.
Anak-anak Bura’ mengangguk dan mengayuhkan perahu mereka ke arah kampung Llavang Bahen. Orang-orang terlebih dahulu harus berkumpul dulu di kampung itu, kemudian nantinya secara bersama kembali ke arah hulu tempat di mana orang akan menuba. Tampaknya tempatnya adalah di teluk di hulu kampung, di mana Ehing Boburing Bullou Llaut Kongap Bullou Nyahpou itu bersemayam.
Secara kebetulan, dalam perjalanan itu perahu Timbang dan adik-adiknya beriringan dengan perahu rombongan Olling.
Tampaklah anak Olling dengan Uhit Miou, Llunoq Sokuhom sedang berdiri di tengah-tengah perahu. Uhit Miou juga ada di dalam perahu Olling.
Setiap kali melihat buah urui, yaitu sebuah pohon yang memang banyak dijumpai sepajang sungai di Kalimantan di bagian hulu, yang dahannya melintang di atas sungai dan pasti terlewat perahu, maka Llunoq Sokuhom meminta diambilkan. Karena memang buah urui adalah buah kesukaan Kera. Sehingga walaupun Llunoq Sokuhom tadi sudah menjelma jadi manusia, sifat Keranya tidaklah hilang seluruhnya.
“Bapak, buah Urui.” Teriaknya pada Olling. Sesuatu yang membuat Olling jengkel, karena seharusnya usia anaknya ini sudah akil balig seperti Timbang dan adik-adiknya, tetapi sifatnya masih kekanakan seperti kera.
“Ambillah sendiri. Masa buah urui serendah itu saja, kamu tidak mampu meloncat mengambilnya.” Kata Olling kepada Llunoq Sokuhom dengan agak kesal.
Llunoq Sokuhompun mencoba meloncat ke atas, tetapi jangankan memetik setangkai buah urui, menggapainya saja tidak sampai dan ketika terjatuh, dia tidak bisa berdiri seperti biasa, malahan terduduk. Sehingga bisul dan kudisnyapun berdarah. Llunoq Sokuhom pun menangis meraung-raung.
“Aduh Pak. Bisulku pecah, kudisku berdarah. Aduh sakit” Teriak Llunoq Sokuhom di sela-sela tangisnya.
Olling jadi malu sekali, masa anaknya bisa jadi selemah ini? Dia melirik ke arah perahu tempat Timbang dan adik- adiknya. Kebetulan Timbang baru saja melentikan tubuhnya ke atas dengan enteng dan mematahkan beberapa tangkai buah urui untuk adik-adiknya yang perempuan.
“Kurang ajar benar!” Maki Olling perlahan. “Anak-anak haram jadah itu malahan bisa lebih tangkas dari anakku.” Katanya geram.
Mendengar makian Olling yang cukup Keras, Timbang dan adik- adiknya diam saja. Mereka tidak tersinggung, sebab mereka sudah tahu kalau itu adalah ayah mereka sendiri.
Ketika melihat buah salam yang sedang ranum, Llunoq Sokuhom pun meminta diambilkan lagi. Tetapi Olling memaksanya meloncat sendiri. Llunoq Sokuhom terpaksa meloncat lagi, tetapi lagi lagi lompatannya tidak mampu mencapai dahan pohon salam maka dia terjatuh kembali sehingga bisul dan kudisnya semakin banyak yang berdarah. Llunoq Sokuhom kembali menangis meraung-raung.
“Pak, kudisku dan bisulku berdarah lagi. Sakit pak. Perih” Erang Llunoq Sokuhom sambil menangis.