Mendengar hal itu, Timbang menatap adik-adiknya satu persatu seolah bertanya apa pendapat mereka. Adik- adiknya yang laki-laki pada menganggukan kepala. Sebagai anak-anak muda, tentu saja mereka ingin juga memperlihatkan kemampuan mereka. Apalagi ayah mereka terlalu menganggap remeh, sehingga mereka mau juga menunjukan kehebatan mereka.
Dan, seperti di komando saja mereka melentikan tubuh mereka dan meloncati tumpukan tuba itu dari jarak yang sangat jauh tanpa ancang-ancang dan tubuh mereka melayang jauh di atas tumpukan tuba, malahan melayang jauh di angkasa seperti korojalang naang saja, yaitu sebuah istilah untuk menyatakan sebuah loncatan yang luar biasa tingginya sehingga tubuh mereka hanya seperti burung walet saja diangkasa saking tingginya. Hal seperti ini hanya bisa dilakukan oleh manusia Dohoi Uut Danum dari Jaman Kollimoi dan Tahtum saja.
Kemudian tubuh mereka meluncur turun lagi ke bawah sekalian mereka bertiga memetik pucuk pohon urui ketika tubuh mereka melayang mendekati pucuk urui dan ketika kembali ke tempat adik-adik perempuan mereka, ketiganya berkata:
“Ini Dik, tidak ada yang bisa kami bawakan untuk kalian selain setangkai pucuk pohon urui ini saja.” Kata Timbang, Jambang dan Tihang agak keras, kira-kira terdengar oleh Olling. Hal ini tentu saja membuat Olling semakin marah dan geram, padahal jika seandainya dia tahu bahwa mereka itu adalah anak-anaknya sendiri tentunya saja dia akan bangga bukan main dan pastilah sikapnya akan berubah 180 derajat.
Tipung, Lupung, Livung dan Selung tersenyum saja. Mereka menerima pemberian tangkai pucuk urui itu dan menyelipkannya di ikat rambut mereka sehingga wajah mereka yang sangat cantik itu semakin menjadi menarik oleh warna pucuk urui beserta bunganya yang berwarna cerah itu.
Setelah itu, mereka berempatpun melentikan tubuh dan tampaklah rambut panjang mereka melayang tertiup angin ketika tubuh mereka meloncati tumpukan tuba itu dan jauh melayang ke angkasa hanya saja tidak setinggi saudara-saudara mereka yang laki-laki tadi.
Mereka juga sekalian memetik beberapa tangkai pucuk urui itu. Setelah hinggap di tanah, mereka kembali ke tempat abang mereka dan memberikan beberapa pucuk tangkai urui itu lalu berkata:
“Nih, Abang, tangkai-tangkai Urui kalian kami bayar lunas.” Kata mereka sambil tersenyum manis.
Orang-orang yang berada di sekitar tempat itu kontan saja bertepuk tangan dengan riuh rendah. Mereka begitu terkesima melihat ketangkasan yang baru saja ditunjukan oleh Timbang dan adik-adiknya. Mereka pada bergumam dan berbicara satu sama lain. Anak siapakah gerangan mereka ini. Mereka begitu gagah dan tangkas. Yang laki-laki begitu tampan. Tubuh mereka tinggi besar, berkulit putih bersih, rambut panjang di ikat dengan kain merah. Yang perempuannya juga begitu cantik. Kulitnya juga putih bersih, rambutnya panjang sampai ke tumit, hitam dan lebat. Bibir mereka kemerahan oleh air sirih yang di makan, sehingga menambah kecantikan alami mereka. Orang-orang kampung terkagum-kagum memandang Timbang dan adik-adiknya. Pastilah mereka bukan keturunan orang sembarangan, pikir orang kampung itu terkagum-kagum.
Berlawanan dengan Olling. Dia sangat geram melihat mereka. Mau rasanya mereka ini dijadikan tumbal mandaunya saja. Kata Olling dalam hatinya sambil tangannya mencengkeram hulu mandaunya dengan erat. Tubuhnya gemetar menahan amarah.
“Jangan Okai, mereka tidak ada salah dengan kita.” Kata Komandai, melihat Olling mencengkeram hulu mandaunya. Barulah kali ini mereka berani mengingatkan Olling. Karena mereka yakin bahwa anak-anak ini pastilah anak Bura’, karena orang yang diturunkan oleh orang yang sakti saja yang bisa menunjukan kemampuan seperti itu. Dan itu artinya mereka ini pastilah keturunan Olling dan Bura’ yang asli.
Ollingpun melepaskan pegangannya dari hulu mandau. Dan pergi melihat anaknya Llunoq Sokuhom untuk menghilangkan rasa amarah dan geramnya.
Setelah acara meloncati tumpukan tuba selesai, maka acara selanjutnya adalah kegiatan nahup dan ngollang tuvo', yaitu kegiatan memukul dan menghancurkan tuba agar airnya bisa keluar. Orang banyak pada sibuk memukul-mukul tuba itu secara bergotong royong di dalam perahu masing-masing.
Setelah itu perahunya di isi air lalu tubanya di aduk-aduk dalam perahu yang berair, maka perahunya dibalikan dengan acara yang di sebut ngahom allut, yang artinya air tuba itu dituangkan dari perahu dengan cara perahu dibalikan.