Ekawarna atau Pancarona?

nii
Chapter #3

Foreisket

Binar baskara mulai menyinari pagiku kali ini. Sama seperti hari biasa, aku berangkat sekolah dan belajar ilmu baru, setelah itu aku pulang ke rumah. Aktivitas yang biasa seperti hari-hari sebelumnya.

Namun, hari ini terasa berbeda. Ada perasaan yang aneh telah terjadi di hatiku. Aku mulai menyukai cowok itu. Bahkan di rumah pun aku selalu memikirkannya.

Sekolah yang semula terasa biasa saja bagiku, sekarang mulai terasa menyenangkan. Jujur sebenarnya aku terpaksa masuk ke sekolah ini, karena keinginan orang tuaku. Ya aku tidak bisa menolak permintaan mereka, karena aku baru saja pindah dari pesantren. Jadi, aku memutuskan menerima saja keinginan orang tuaku.

Di sekolah aku mengikuti pelajaran secara serius, sambil sesekali memikirkan cowok itu. Aku merasa dia sedang berada di dalam hatiku.

Pagi ini pihak sekolah mengadakan acara kedisiplinan yang diadakan setiap hari rabu. Ya, jadi setiap hari rabu sekolahku mengadakan acara kedisiplinan yang bertujuan untuk menjaga kesehatan jasmani.

Di situ kami diajarkan olahraga dan baris berbaris oleh para anggota koramil. Mereka sangat tegas, walaupun terkadang dibalik sikap mereka yang tegas, tersimpan hal yang lucu.

Seperti biasa, aku tidak mau berada di barisan paling depan, jadi aku berdiri di barisan tengah, tepat sebelah kananku barisan para cowok.

Kami diminta untuk push up dengan arah agak sedikit menyamping ke kanan. Saat melakukan gerakan itu, aku fokus ke depan. Dan mataku tidak sengaja bertemu dengan nayanika yang tidak asing bagiku.

Kami saling pandang, dan satu menit kemudian dia tersenyum padaku. APA INI?

Kalian tahu, aku tidak bisa menyembunyikan ekspresi wajahku saat aku bahagia, itu sangat sulit untukku. Aku bisa menutupi ekspresiku yang lain, seperti sedih, marah dan kecewa, tapi untuk kali ini aku menyerah. Sebisa mungkin aku hanya tersenyum tipis dan tidak menunjukkan apa pun. Padahal, hatiku sudah terbang ke awan dan berkelana entah ke mana.

Selama acara berlangsung, dia selalu melirik ke arahku dan tersenyum padaku. Berulang seperti itu sampai push up kami selesai.

Aku susah untuk mendeskripsikan dirinya dan situasi yang aku alami saat ini. Bahkan mengingatnya saja membuatku tersenyum lagi.

Setelah kegiatan selesai. Aku pergi ke kantin untuk membeli es teh. Aku bercanda dengan temanku, bahkan salah satu dari mereka bertanya padaku, kenapa aku sebahagia ini.

Aku menjalani hari ini dengan penuh senyuman, ini pertama kalinya aku jatuh cinta dalam hidupku.

Beberapa hari setelahnya, aku izin untuk tidak masuk kelas, karena perutku sangat sakit. Aku dibawa periksa ke dokter, dan dokter itu mengatakan kalau aku hanya terkena maag saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Keesokannya perutku masih terasa sakit dan begitu juga beberapa hari setelahnya, perutku tidak kunjung membaik. Kakakku membaca beberapa informasi yang ditemukannya di Google, yang menunjukkan bahwa aku mengalami gejala usus buntu.

Kedua orang tuaku membawaku berobat ke beberapa dokter, dan beberapa dari dokter itu mengatakan hal yang sama. Yaitu, aku mengalami gejala usus buntu dan harus segera dilakukan tindakan operasi sebelum keadaanku memburuk.

Karena aku tidak mau mengambil risiko dengan berdiam diri saja, akhirnya aku menyetujui tindakan operasi itu. Walaupun tidak semudah itu untuk membuatku setuju melakukan tindakan operasi.

Aku sangat takut, bahkan aku menangis saat dokter itu ingin mengoperasiku saat itu juga. Aku meminta pertimbangan untuk memeriksakan kesehatanku di dokter lainnya, dengan cara USG.

Akhirnya keluargaku setuju dan membawaku untuk melakukan pemeriksaan USG. Dan benar saja, tidak ada yang berubah dengan hasilnya. Aku tetap dinyatakan terkena usus buntu.

Setelah itu, aku kembali lagi ke rumah sakit. Kami memberitahukan kepada dokter bahwa hasil pemeriksaannya tetap sama. Dokter itu hanya tersenyum melihatku. Jelas sekali raut wajah dia sedang mengejekku, menyebalkan.

Lihat selengkapnya