Selama masa Covid, aku setiap hari hanya duduk di rumah. Di desaku ini tidak seketat di kota. Di desaku orang masih melakukan aktivitas seperti biasa, bahkan tidak ada bedanya sebelum dan sesudah Covid. Yang berbeda hanya sekolahku saja, yang menggunakan teknologi untuk pembelajaran jarak jauh. Setiap hari juga tidak memakai masker saat mau keluar dan masih banyak yang bermain dan berkerumun tanpa takut akan terjangkit Covid.
Sekarang aku sedang duduk bersama dengan ibu dan kakakku. Kami mengobrol seperti biasa, tertawa dan membicarakan beberapa hal. Beberapa jam yang lalu, turun hujan yang lumayan lebat, itu menyebabkan cuaca menjadi sejuk dan berubah dingin. Bahkan sekarang masih gerimis.
Cuaca gemuruh terdengar dari arah luar. Tampak angin yang sangat lebat sedang berputar dari arah belakang rumah. Dengan secepat kilat, angin itu melewati teras rumahku. Sepeda yang kebetulan berada di depanku pun ikut terjauh karena hempasan angin itu.
Kakakku memintaku untuk menutup pintu yang ada di belakang, dengan segera aku tutup pintu itu. Hampir saja tanganku terjepit di sela-sela pintu, beruntungnya Allah masih menyelamatkanku. Sebelum pintu itu tertutup rapat, tanganku sudah lebih dulu melepas pintu itu. Nafasku memburu dan jantungku berdegup sangat kencang. Aku terdiam sejenak, menetralkan seluruh tenagaku, dan mencoba tenang kembali. Setelah di rasa cukup tenang, aku kembali menemui ibu dan kakak.
Kami sangat khawatir dan segera mengecek keadaan di luar, tepat setelah angin itu menjauh. Dahan pohon pisang yang ada di belakang rumahku, ambruk semua, hanya ada beberapa yang masih bertahan. Untung saja, pohon besar yang berada di depan rumahku tidak roboh, kalau pohon itu roboh, sudah pasti rumahku akan rusak dan mungkin saja merenggut korban. Aku melihat rumah tetangga sekelilingku, beruntungnya tidak ada yang parah, hanya beberapa genting rumah yang rusak dan terbang karena sapuan angin tadi.
Kami juga sangat khawatir terhadap bapakku yang sedang berada di rumah satunya. Kami berdoa semoga bapakku baik-baik saja. Setelah beberapa detik, kami berbondong-bondong melihat keadaan bapak. Alhamdulillah bapakku masih di beri keselamatan. Hampir saja bapakku akan tersedot angin itu. Beliau bercerita, kalau tadinya angin itu tepat berada di belakang bapakku, lalu bapakku berlari lurus, tiba-tiba ada yang menariknya ke samping dan angin itu terus bergerak ke depan. Allah masih menyelamatkan nyawa bapakku, padahal sebenarnya tidak ada orang yang menarik bapakku, tidak ada orang di sekitar situ. Aku berpikir itu adalah keajaiban dan pertolongan dari Allah, sehingga bapakku seakan merasakan tangannya di tarik ke samping.
Ada beberapa bangunan yang rusak. Namun tidak terlalu parah.
Pagi ini, seperti biasa aku sedang melihat pembangunan rumahku dan juga menunggu mobil yang mengantarkan gas datang. Berhubung bapakku adalah seorang penjual gas elpiji, lebih tepatnya pangkalan gas. Aku saat ini bersama dengan ibu, duduk di bangku yang berada di depan rumah tetanggaku, tepat rumahnya berada di seberang jalan. Dalam hatiku, mengatakan suatu firasat bahwa teman masa kecilku akan berkunjung kemari.
Selang beberapa menit saja, datang dua orang cowok. Satu dari mereka adalah anak tetanggaku dan satunya aku tidak tahu siapa dia. Setelah aku dengar obrolan ibuku dan tetanggaku, barulah aku tahu bahwa dia adalah teman masa kecilku, Arya.
Dia terlihat berbeda sekali, sekarang dia semakin tinggi, kulitnya putih dan tentu saja badannya ideal. Dia turun dan bersalaman dengan semua orang kecuali aku. Dia terlihat malu untuk bersalaman denganku atau bahkan menyapaku. Aku juga terlalu kaku jika harus menyalami dia dulu. Jadi, kami saling diam.
Tidak terasa, Arya sudah 3 bulan berada di sini, dan selama tiga bulan itu tidak ada perubahan sama sekali. Kami masih saling diam satu sama lain. Aku yang terlalu malu untuk menyapa dia dulu, dan dia juga diam saja.
Bulan puasa telah tiba, berhubung ini waktu yang sama untuk pendaftaran SNMPTN. Aku mengikuti seleksi ini, namun sayangnya, ada sedikit kendala mengenai NISN milikku. Aku ke sana kemari, membetulkan NISN-ku kembali, bahkan aku sampai ke sekolah SMP-ku agar aku bisa mengikuti SNMPTN. Setelah di cari tahu lebih lanjut, ternyata namaku tidak tercatat sedang belajar di sekolah ini, namaku tidak tercantum, jadi selama tiga tahun ini, aku tidak tercatat sebagai murid. Sedangkan NISN-ku yang ditulis di sekolah ini juga salah.
Setelah aku memberitahukan kesalahannya, pihak sekolah langsung memperbaikinya dan beruntungnya aku bisa ikut seleksi ini. Namun, takdir berkata lain. Aku tidak lulus, dan ini membuatku sedih, tetapi keluargaku langsung menyemangatiku, akhirnya aku mulai sedikit tenang.
Aku bukan tipe orang yang akan mudah berputus asa. Aku selalu mencoba mencari jalan keluar yang lain, selagi aku mampu. Aku mengambil kesempatan seleksi lainnya, yaitu SBMPTN dan juga seleksi untuk masuk Universitas Islam Negeri. Untuk jalur seleksi masuk UIN, aku juga belum di berikan rezeki untuk lolos. Aku kecewa dan juga sedih, aku menangis saat membuka pengumuman itu. Untungnya, ibu dan keluargaku selalu mendukungku, mereka menenangkanku dan mengatakan padaku bahwa tidak apa-apa, kamu sudah melakukan yang terbaik, hasilnya serahkan kepada Allah dan harus menerima apa pun yang terjadi.