Ekawarna atau Pancarona?

nii
Chapter #19

Agatana III

Hari ini, aku akan berpetualang seperti biasa dengan membawa perlengkapanku. Di sepanjang perjalanan aku melihat pemandangan yang indah, sampai sorot mataku melihat seorang pria memakai kaos berwarna coklat sedang berlari dengan sangat kencang masuk ke dalam area pepohonan.

Aku agak aneh melihatnya, kenapa ada pria yang berlari ke arah pepohonan itu, kenapa dia pergi ke sana? Aku bertanya dalam hatiku. Tetapi aku tidak terlalu memedulikan pria itu, mungkin saja dia adalah penduduk asli sini.

Saat aku sedang beristirahat, tiba-tiba terdengar suara tembakan yang sangat keras.

Duarrr........Duarrrr.....

Aku seketika panik dan mencari sumber suara itu. Dan ternyata suara itu berasal dari arah belakang punggungku. Seketika aku langsung menutup telinga dan mataku. Sayup-sayup aku mendengar suara orang yang menyuruhku pergi.

“Awas! Cepat menyingkir dan lari dari sini.”

Aku mendengar suara itu, tapi aku tidak bisa melakukan apa pun. Tubuhku bergetar dengan hebat. Bahkan aku tidak bisa menggerakkan badanku, aku hanya diam mematung di tengah jalan. Untuk membuka mata pun susah. Tapi aku berusaha untuk membuka mataku dan melihat apa yang terjadi. Saat aku berusaha untuk membuka mataku aku melihat dua orang pria paruh baya berseragam hitam dengan membawa senjata tajam dan pistol menuju ke arahku.

Salah satu pria paruh baya itu mengarahkan pistolnya ke arahku dan bersiap untuk menembak.

Duarr....Duarr....

“Ayo ikut aku.”

Seorang pria menarik tanganku dari arah belakang, dan membawaku berlari bersamanya. Untung saja tembakkan itu tidak mengenaiku, tapi tetap saja dua pria paruh baya itu masih mengikutiku. Aku dan pria ini terus berlari menjauh dari jalan. Kami terus berlari sampai dua pria itu tertinggal jauh. Saat aku sedang menoleh ke belakang untuk memastikan dua orang pria itu tertinggal jauh, tiba-tiba aku terjatuh dengan sangat keras dan membuat kakiku terluka cukup parah.

Brukkk

“Awwhhh.” ucapku meringis kesakitan.

“Sushh, jangan berisik. Kamu tidak apa-apa?” tanya pria itu.

“Lihatlah kakiku berdarah!! Kamu menarikku terlalu kencang.” tegasku.

“Aku minta maaf, aku tidak tahu kalau kamu akan terjatuh. Saat ini nyawa kita yang paling penting, ayo kita harus pergi dari sini.” ucapnya.

“Aku sudah tidak sanggup untuk berlari lagi.” rengekku.

“Baiklah, kita bersembunyi di balik batu dan semak-semak itu agar mereka tidak melihat kita.” ucapnya.

Kami memutuskan untuk bersembunyi dibalik batu dan semak-semak sampai semuanya aman. Keadaan pun seketika hening. Kakiku pun terasa semakin sakit bahkan semakin banyak darah yang keluar.

“Darahnya semakin banyak.” ucapku. “Apa yang mau kamu lakukan?” tanyaku, aku terkejut saat dia membuka bajunya.

“Kamu tidak perlu takut, aku tidak akan melakukan apa pun.” ucapnya sambil mendekat padaku.

Aku agak mundur ke belakang karena aku takut dia akan melakukan sesuatu padaku.

“Sini kakimu.” dia menarik kakiku dengan perlahan, lalu dia mengikatkan bajunya ke kakiku yang terluka.

“Awww.... sakit.”

“Tahan.” Dia mengikatkan baju itu dengan sangat teliti. “Dengan begini bisa membantu agar darahmu tidak keluar banyak.” jelasnya.

“Terima kasih. Maafkan aku juga sudah berpikir yang macam-macam.” ucapku sambil tersenyum menoleh ke arahnya yang sedang duduk di sampingku. Dia hanya mengangguk saja tanpa tersenyum atau mengucap satu kata pun.

Keadaan pun kembali hening, tiba-tiba terdengar suara keresek-keresek (bunyi dedaunan yang diinjak). Kami panik dan mencari sumber suara itu. Sumber suara itu berasal dari arah jalan yang kami lalui tadi, suara itu adalah langkah kaki orang. Dan ternyata itu adalah suara langkah kaki dua orang penjahat itu.

“Di mana kalian bersembunyi? Cepat periksa tempat ini.” ucap salah satu penjahat itu.

“Hush..Hush...Diam jangan berisik.” ucapnya sambil memelukku dan menutup mulutku. Kepalaku menyentuh dadanya sehingga aku dapat mendengar suara detak jantungnya yang cepat, begitu pun detak jantungku. Posisi kami terus seperti ini sampai penjahat itu pergi.

“Bos sepertinya mereka tidak ada di sini.”

“Kamu sudah memeriksanya dengan benar?”

“Sudah bos, mungkin mereka sudah pergi jauh.”

“Ya sudahlah ayo kita pergi, kita akan tangkap mereka lagi nanti.”

“Kali ini kamu bisa lolos dariku, tapi aku janji suatu saat aku akan menangkap dan membunuhmu!!” ucap salah seorang penjahat itu.

Setelah menunggu lama, akhirnya penjahat itu pun pergi. Aku sangat lega, aku tidak bisa membayangkan kalau mereka sampai melihat kami pasti detik ini nyawa kami akan melayang.

“Huffttt....Kelihatannya sudah aman, ayo kita pergi.” kata pria itu sambil membantuku berdiri.

“Aku tidak bisa berdiri kakiku sakit sekali, Bagaimana ini?” tanyaku.

Tanpa mengatakan apa pun dia mencondongkan badannya ke bawah, lalu membopongku. Dia membawaku pergi jauh ke dalam hutan.

“Turunkan aku!!! Kamu tidak boleh menyentuhku, kita bukan mahram. Kamu juga akan bawa aku ke mana? Ini sangat jauh dari jalan raya, kenapa kita berjalan jauh masuk ke dalam hutan? Aku ingin kembali ke nenekku.” rengekku.

Dia hanya diam dan fokus memperhatikan jalan. Dilihat dari mukanya seperti tengah memikirkan sesuatu, entah apa yang dia pikirkan.

Di sepanjang jalan dia hanya terdiam tanpa berkata apa pun. Aku mencoba untuk membuka topik pembicaraan, tapi tetap saja dia hanya terdiam. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak bicara padanya. Sudah sekitar 1 jam lebih dia membopongku, aku merasa kasihan padanya.

“Apa kamu lelah?”

Hanya terdiam

“Kamu sudah lama membopongku pasti sangat lelah, iya kan?” tanyaku.

Dia hanya terdiam.

“Tapi mana mungkin kamu lelah, berat badanku kan ringan. Terus kamu juga lelaki dan badanmu juga sixpack berotot, masa iya sih kamu lelah?” ejekku sambil tertawa.

Dan dia hanya terdiam.

“Kalau orang tanya tuh dijawab, jangan hanya diam.” ucapku kesal.

“Kalau enggak jawab aku gelitikin nih.”

Saat aku sedang menggelitik tubuhnya, dengan sengaja dia melemparkan tubuhku ke atas lalu menangkapku. Dia juga menurunkan tubuhku hampir menyentuh tanah.

“A........” Aku berteriak dengan keras.

“Jangan kaya gitu.” Aku memukulnya.

Lihat selengkapnya