Selama satu minggu pertama, kami semua mendapat gangguan oleh makhluk tak kasat mata. Di mulai dari temanku yang melihat bayangan hitam saat malam hari, mendengar suara seorang wanita yang sedang menangis dan masih banyak lagi. Salah satu temanku, ada yang mendapat perlakuan aneh dari makhluk itu, makhluk itu mengusap dengan lembut di bagian punggungnya saat dia sedang mandi. Itu kejadian yang sangat mengerikan sekaligus menggelikan dan berbahaya yang pernah aku dengar dari temanku.
Hanya aku saja yang belum mendapat gangguan itu. Aku bersyukur tidak mendapatkannya, tapi aku punya sebuah firasat bahwa aku yang akan menjadi orang terakhir dalam kelompokku yang mendapat gangguan itu. Setelah gangguan itu semakin banyak kami alami, terutama Starla, Jadi, aku dan Starla mulai merencanakan akan membuka Al-Qur'an dan mulai membacanya, pada surah Al-Baqarah dari ayat 1 sampai selesai. Kami bergantian membacanya, hanya kami berdua yang membaca. Kami berharap semoga dengan kami berdua melakukan hal ini, gangguan itu akan mereda dan menghilang. Setelah selesai, kami merasa sangat damai dan sedikit tenang. Namun, gangguan itu ternyata masih ada dan terus mengincar kami.
Dan benar saja dugaanku, aku adalah orang terakhir yang melihat secara langsung bentuk makhluk yang menghuni rumah ini. Sore ini, kami semua akan membantu pegawai desa di bawah. Tinggallah aku dan Starla yang masih berada di rumah. Kami menjadi orang terakhir yang masih berada di rumah, aku yang bertugas untuk menutup pintu dan menguncinya.
Kami berdua sudah berada di teras, dan sudah siap untuk turun ke bawah. Aku membalikkan badanku dan mengulurkan tanganku untuk memegang gagang pintu itu. Aku melihat ruangan yang ada di rumah ini dengan perasaan yang tidak enak, seketika bulu kudukku merinding. Tepat saat aku hampir menutup pintu ini, dari dalam aku melihat sebuah sosok. Sosok itu memakai baju putih yang panjang, dengan rambut hitam yang mengalir ke bawah.
Terlihat dengan jelas wajah dan sorot tajam matanya. Wajah yang hancur dan mengucurkan banyak darah, seketika membuatku semakin takut. Aku refleks berbalik badan dan menyuruh agar Starla saja yang menutupnya. Aku tidak mengatakan sepatah kata pun, setelah Starla berhasil mengunci pintu itu, kami langsung bergegas untuk turun ke bawah, menyusul yang lainnya. Berhubung hari ini sedang ada acara pergelaran seni, kami semua berkumpul untuk membahas hal ini.
Karena aku tidak sanggup melihat pertunjukkan gamelan itu, lantas aku segera pergi ke arah masjid dan berdiam diri di sini. Tak lama, semua temanku menyusul kemari. Mereka mulai menceritakan semua tentang yang mereka alami di sini, mulai dari gangguan yang lainnya. Lalu, Starla mengatakan apa yang terjadi padaku tadi. Lantas aku menceritakan semuanya. Kami semua takut untuk pergi dari rumah itu, jadi kami memutuskan untuk menginap di masjid saja, ini akan jauh lebih aman untuk kami.
Ada pegawai desa yang melihat kami semua tertidur di masjid, jadi beliau menghampiri kami dan menanyakan apa yang terjadi. Setelah itu beliau memberitahu kepala desa, dan kami semua pergi ke rumah kepala desa. Kami di sini di tanya tentang apa yang terjadi, kepala desa juga menanyakan kepadaku tentang apa yang aku lihat sore ini, lalu aku menceritakan semuanya. Beliau merasa sangat terkejut dan mengatakan kalau rumah itu sudah lama sekali tidak di tinggali. Entah pergi ke mana pemilik rumah itu.
Kepala desa mempersilahkan kami untuk menginap di rumahnya, lalu besok kami akan membahas lagi mengenai masalah ini. Keesokan harinya, kami semua membahas kejadian kemarin, dan beberapa pegawai desa menyarankan kami untuk pindah ke beberapa rumah. Ada yang merekomendasikan rumah yang layak, tetapi ada yang merekomendasikan rumah yang berbahaya. Untung saja salah satu warga pemilik toko sangat baik kepada kami. Beliau tidak mengizinkan jika kami memilih rumah yang berbahaya itu, karena rumah itu jauh lebih parah di banding rumah yang kami tempati sebelumnya. Bisa dibilang, keluar dari kandang harimau, malah masuk lagi ke kawasan singa.
Kenapa rumah itu bisa di katakan berbahaya? Menurut info yang aku dapat dari pemilik toko dan warga sekitar, rumah itu memiliki "penghuni" yang jumlahnya banyak, dan memiliki energi yang sangat besar. Setiap ada yang berani untuk menempati rumah itu, maka tidak segan-segan penunggu di rumah itu akan mengganggu, seperti menampakkan diri, menjahili atau bahkan bisa memindahkan orang ke beberapa tempat. Itulah sebabnya, setiap hari selalu diadakan pengajian di rumah itu, bukan karena di situ tempat pengajian, melainkan untuk mengusir penunggu atau paling tidak, bisa membuat rumah itu menjadi lebih baik lagi. Namun, tetap saja. Walaupun sudah di adakan pengajian setiap hari, rumah itu tetap tidak berubah.
Untung saja kami menolak untuk menempati rumah itu. Kami memilih rumah yang satunya, rumah ini cukup nyaman menurutku. Rumahnya tidak di biarkan kosong, ada yang merawat dan menjaga rumah ini, walaupun pemiliknya sedang berada di luar kota, tetapi mereka menitipkan rumah mereka kepada keponakannya untuk menjaga dan tetap merawat rumah ini. Nuansa rumah ini juga sangat ramai dan hangat. Berdekatan dengan rumah warga, tetapi cukup jauh untuk sampai di balai desa.
Kami mulai membersihkan diri, beristirahat dan merapikan barang-barang yang kami bawa. Lalu, ada pegawai desa yang datang mencariku. Dia bernama ibu Mala. Ibu Mala bertanya padaku tentang kejadian yang menimpa diriku dan teman-temanku sebelumnya. Setelah itu dia memintaku untuk menjulurkan tanganku, lalu dia memegang tangan dan mempererat genggamannya, terutama jari jempulnya yang menekan sela-sela antara jempol dan jari telunjuk.
Posisi kepala beliau menghadap ke arah samping dengan sedikit menghadap ke belakang. Lalu aku tidak tahu apa yang beliau lakukan, aku didampingi bersama semua temanku, mereka juga penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Kemudian, Bu Mala menatapku kembali dengan tatapan tajam dan senyum di wajahnya. Aku sedikit bingung dengan raut wajah beliau.
"Apa aku ada yang mengincar?" tanyaku.