Keesokan harinya di sekolah, Sasha yang menghampiri Diana dan Desi di kantin diacuhkan oleh mereka. Mereka langsung berdiri, beranjak dari tempat duduk dan meninggalkannya. Sasha menundukkan wajahnya kecewa, dia tahu ini akan terjadi tapi tetap saja. Mereka seharusnya masih bisa berteman di Sekolah kan walau Sasha tetap bersama tim Pak Faisal. Lagipula yang bikin gara-gara sejak awal adalah Diana. Dia yang bergabung karena cemburu pada Anggun, dia juga yang memberikan Anggun obat pencahar. Sasha bahkan sempat melarangnya, namun mereka berdua tetap saja kekeh.
Cuaca begitu panas saat itu, Sasha terdiam duduk di bangku kantin sembari mengibaskan tubuhnya dengan kipas lipat. Beberapa menit kemudian, Anggun dan Lala datang menghampirinya dengan jajanan masing-masing. Anggun membawa bakso sedangkan Lala membawa gorengan.
"Nih biar nggak kepanasan." Ujar Lala memberikan es teh pada temannya itu.
Sasha seketika tersenyum, "Makasih."
"Nanti latihan kan?" Tanya Anggun.
"Iya," Jawab Sasha singkat.
"Kemarin penampilan kita ternyata keren juga ya di Pensi."
"Oh ya?" Tanya Sasha.
"Tuh si Lala ngerekam." Ujar Anggun.
"Kalian nggak tahu kan kalau gue hadir." Ledek Lala, "Nih videonya." Ucapnya memberikan ponselnya pada Sasha.
Sasha menontonnya dan tersenyum lebar, ternyata penampilan mereka tidak buruk.
***
Di tempat lain, Faisal memperbaiki pakaiannya gugup, dia sekarang berada di depan pintu kediaman Hesti dengan membawa bunga dan kue. Hesti mengajaknya untuk bertemu dengan kedua orang tuanya. Faisal langsung gugup seketika. Menelan ludahnya lalu mencoba menenangkan dirinya, Faisal memberanikan diri memencet bel rumah.
Tak berselang lama pintu terbuka, Hesti dengan senyum sumringah menyapa Faisal dengan ramah. "Masuk." Ucapnya dengan sangat manis.
Faisal masuk sambil menghela napas. Dia mengikuti kemana arah Hesti membawanya. Menyusuri ruang tamu yang sangat rapi dengan konsep hitam putih membuatnya terasa nyaman. Terus melangkah, masuklah mereka ke ruang makan, tidak terlalu besar namun sangat hangat mencairkan suasana. Di sana ternyata kedua orang tua Hesti sudah menunggu.
"Nak, Faisal duduk-duduk." Ujar Bu Ranti, Ibu Hesti.
Sedangkan Pak Subari, Ayah Hesti terlihat tersenyum dengan tenang namun mematikan. Faisal jadi betambah gugup.
"Ini saya bawa bunga dan kue." Ujar Faisal.
"Haduh, repot-repot sekali. Mari duduk, makanannya sudah siap." Ujar Ranti ramah.
Melihat ada iga dan ayam bakar membuat Faisal lapar, belum lagi sambal yang begitu menggoda. "Wah, sepertinya enak. Ibu masak sendiri?"
"Iya, Hesti mana bisa masak. Kalau masak dapur ibu malah jadi berantakan." Ledek Ranti.
"Mama ah." Ucap Hesti protes.
Faisal kemudian tersenyum melihat kekasihnya sembari menaikkan alis.
"Ayok mulai makan." Ajak Pak Bari.
Mereka kemudian memulai acara makananya.
"Enak nggak Nak Faisal?"
Faisal dengan sangat lahap menyantap makanan tersebut lalu menjawab pertanyaan calon mertuanya "Iya, enak kok ibu. Sambalnya apalagi, mantap."
"Syukur deh kalau doyan." Ucap Ranti.
"Dia mah, suka pedes Bu. Dari dulu." Sahut Hesti.
"Kalian sejak kuliah berteman bukan?" Tanya Bari.
"Iya Pak, saya memang berteman dengan Hesti sejak kuliah."
Subari mengangguk sambil menatap tajam menilai lelaki di depannya ini, dari pakaiannya yaitu kemeja rapi dan jeans juga sikapnya, dia terbilang sopan dan baik. Belum lagi tubuhnya yang masih terjaga baik dan wajahnya yang lumayan tampan.
"Kamu musisi?" Kembali pertanyaan melontar dari bibir Bari.
"Bisa dibilang begitu." Ujar Faisal sambil mengusap kepala belakangnya tidak nyaman dengan tertawa kecil, "Tapi saya sudah resign dari label rekaman tempat saya bekerja." Ucapnya.
"Oh kalau begitu sekarang bekerja dimana?" Tanya Ranti
"Saya bekerja paruh waktu di sebuah hotel dan membuka les musik."
Mendengar hal tersebut Ranti dan Subari saling menatap satu sama lain. Dan yang paling terpengaruh oleh jawaban tersebut adalah Hesti. Dia menatap Faisal terkejut tanpa henti. Hesti sama sekali tidak tahu kalau Faisal mengambil pekerjaan paruh waktu. Dia mengerjapkan matanya kemudian membuang wajahnya kecewa dari Faisal.
Faisal sendiri hanya terdiam melihat reaksi dari keluarga Hesti, dia sudah mempersiapkan diri untuk ini saat dia diundang untuk datang. Dia tahu sekarang karirnya sedang berada di bawah, dan hanya menjalin hubunganlah yang bisa ia lakukan sekarang.
***
Satu jam kemudian Faisal dan Hesti berada di sebuah lapangan tempat warga biasa bermain. Mereka duduk sembari menonton permainan bulu tangkis yang diadakan. Cuaca sangat mendukung dan penonton pun tidak terlalu banyak.
"Kenapa kamu nggak ngomong kalau kamu kerja paruh waktu di Hotel?"