Ekspresi

Deviannistia Suyonoputri
Chapter #18

Fase Baru

Aldi berada di depan rumah Ayahnya menatap pagar besar berwarna coklat itu dengan dalam. Hari ini dia ingin melihat dan mengambil ibunya kembali. Semalam ibunya sempat menelponnya dengan suara parau. Sudah pasti Ibunya baru saja dipukuli oleh sang Ayah. Hanya saja Ibunya tidak mau menceritakannya pada Aldi. Mengeraskan rahangnya, dia mencoba untuk mempersiapkan diri. Dia harus kuat, harus.

Membuka pagar besi perlahan, Aldi masuk dengan wajah marahnya. Satpam yang sudah pasti mengenalnya langsung menghadangnya sebelum sampai di pintu depan.

"Minggir kalian." Ujar Aldi.

"Maaf Mas, saya dipesankan oleh Bapak supaya Mas tidak bisa masuk ke dalam."

"Gue bilang minggir." Aldi sedikit menghentak, mencoba untuk melangkah, namun dua orang satpam dengan tubuh tinggi tegap dan menyeramkan di depannya ini menghalanginya. "Heh, gue kesini mau mengambil ibu gue. Lo tahu kan siapa gue? Gue terluka lo pasti yang dipecat. Jadi sekarang jangan halangi gue untuk ketemu sama Ibu gue." Ucap Aldi kesal.

Kedua satpam itu diam tanpa bicara apa-apa. Mereka sebenarnya takut karena Aldi adalah anak satu-satunya keluarga kaya raya itu. Walau bos mereka yang memerintahkannya tapi tetap saja dia anak kandung orang yang mempekerjakan mereka di sana. Melihat satpam tersebut diam, Aldi tanpa ragu berlari masuk ke dalam. Dia yakin hari ini pasti Ayahnya sedang bekerja dan tidak berada di rumah.

"Hei, Mas." Ucap salah seorang satpam yang berlari mengejar Aldi. Mereka ketakutan, kalau-kalau ini adalah sebuah kesalahan. Untungnya karena masih muda, Aldi berlari begitu kencang mengitari ruang tamu menuju ruang tv kemudian langsung ke depan kamar orang tuanya.

Kedua satpam itu kewalahan mengejarnya, mereka lalu kehilangan Aldi. Mencari kesana kemari. Kesempatan itu dipakai Aldi untuk bersembunyi, setelah mereka lengah. Dia baru berlari menuju kamar Ibunya.

"Itu dia, sontoloyo." Ucap salah satu satpam. Mereka mengejarnya pun percuma karena Aldi sudah masuk ke kamar orang tuanya.

Menutup pintu dengan rapat, Aldi melihat Ibunya sedang berdiri di depan dinding kaca kamar. Dia terkejut saat melihat Aldi datang.

"Aldi," Ucap Yani.

"Mama," Aldi menghampiri dan memeluk Ibunya erat. "Mama nggak apa-apa?"

"Mama nggak apa-apa sayang, kok kamu bisa sampai kesini?"

Aldi menghela napas, "Satpam kayak gitu mana bisa ngejar Aldi." Ujarnya sambil tertawa.

Yani membelai wajah tampan anaknya, "Maafin mama ya."

Aldi menggeleng, "Bukan mama yang salah. Sekarang kita harus siap-siap keluar dari tempat ini sebelum Ayah datang."

Yani mengangguk, Aldi langsung menggenggam tangan Ibunya dan perlahan membuka pintu kamar. Di depannya tanpa disangka Rosyid sudah berada di sana untuk menghalangi mereka.

"Mau kemana kalian?"

"Saya mau ambil Mama saya." Ucap Aldi tanpa rasa takut.

"Hey bocah tengik, kamu mau keluar dari rumah ini terserah. Kamu mau menggelandang di jalanan juga saya tidak peduli. Tapi Mama kamu, tidak akan bisa pergi dari sini."

Yani yang kesal kemudian maju menghadapi sang suami, "Saya minta cerai. Mulai sekarang kita tidak punya hubungan apa-apa lagi. Ceraikan saya dan saya minta kamu jangan pernah menemui saya lagi."

Aldi yang melihatnya terkejut, baru kali ini Ibunya berani menentang Ayahnya.

"Heuh, kamu kira semudah itu. Saya tidak akan menceraikan kamu. Tidak akan pernah." Ancam Rosyid dengan nada menakutkan.

"Terserah, saya akan menyebarluaskan ke semua orang bagaimana perilaku kamu. Terutama pada media. Mereka pasti senang mengetahui kebusukan pengacara yang dianggap suci padahal kelakuannya sungguh busuk."

Rosyid menatap tajam Yani, "Kamu kira saya takut?"

"Coba saja kalau kamu berani. Itu adalah imbalan tutup mulut saya. Jadi kalau kamu mau karirmu tetap maju. Maka ceraikan saya." Ujarnya tegas.

Yani kemudian mengambil tangan anaknya lalu melangkah keluar dengan pasti. Aldi sampai terkejut melihatnya. Dia tidak menyangka Ibunya berani melakukan itu.

"Mama hebat." Ucap Aldi dengan menaikan Ibu jarinya.

"Lagipula siapa yang mau hidup dengan lelaki seperti itu. Tukang mabuk, suka mukul lagi. Dan yang paling menyebalkan adalah," Yani berhenti dan menatap anaknya, "Dia menelantarkan anaknya sendiri." Ucapan itu sukses membuat Aldi tersentuh. Buru-buru dia menutupi rasa haru yang terpancar di matanya.

Mereka lalu dengan cepat melangkah dan berhenti di depan pintu gerbang. Sebelum keluar, mereka bertukar pandang satu sama lain. Kemudian tersenyum melangkah tanpa ragu. Ini akan jadi hidup baru untuk mereka.

***

Tiga hari telah berlalu, Tari termenung di depan jendela kamarnya. Rasanya dia tidak bisa lagi membendung keinginannya untuk kembali bernyanyi. Dia rindu sekali. Melihat jam yang menempel di kamarnya, sekarang sudah pukul empat sore. Dia berpikir, lalu memejamkan matanya sejenak. Tanpa ragu lagi, matanya terbuka dengan penuh semangat dan gairah. Ini hari libur, jadi kemungkinan anak-anak tidak latihan. Tari langsung meraih tasnya dan pergi. Ayah dan Ibunya berada di kamar sedang terlelap tidur.

Menggunakan ojek online menuju tempat latihan, dia ingin sekali bernyanyi dan bermain piano di sana. Perlahan tapi pasti dia melangkah masuk ke dalam. Dilihatnya tidak ada orang di sana. Dia kemudian meletakkan tasnya di atas piano dan melangkah duduk. Begitu terkejutnya Tari saat melihat Faisal sedang tidur di kursi piano.

"Pak Faisal?" Ujarnya terkejut.

"Hmm," Jawab Faisal yang terbangun mendengar suara berisik di depannya. Dia kemudian melihat Tari dengan mata setengah terbuka. "Kamu ngapain di sini?" Tanyanya.

"Eeehhh, saya..." Tari mulai kebingungan menjawab pertanyaan gurunya.

Lihat selengkapnya