Ekspresi

Deviannistia Suyonoputri
Chapter #22

Broadway

Anggun sedang menelusuri Youtube sambil bersantai di kamarnya. Dia memang senang melihat penyanyi-penyanyi tampil dan mengamati bagaimana mereka membawakan sebuah lagu. Setengah jam melihat-lihat tanpa sengaja Anggun melihat cuplikan penampilan broadway dari Idina Menzel yang berjudul Wicked, disana dia berperan sebagai Elphaba yaitu penyihir jahat. Tidak hanya peran yang memukau, saat menyanyikan lagu Defying Gravity pun kembali Anggun terpesona. Dia menyukai penampilan mereka, sepertinya seru bisa tampil langsung bernyanyi dan berakting di atas panggung. Video berdurasi lima menit itu dalam sekejap selesai ditonton olehnya.

Dia kemudian kembali mencari video penampilan Broadway dengan antusias, dan disanalah dia menemukan penampilan Lin-Manuel Miranda dalam pertunjukan Hamilton. Bukan hanya sebagai pemain, Lin-Manuel Miranda juga yang menulis dan mengkomposisikan pertunjukan tersebut. Anggun menganga dibuatnya. Semua penampil yang ada di sana sangat bagus dan profesional. Mereka semua hebat. Dan sejak saat ini, dia memutuskan untuk bisa pergi ke Amerika dan masuk ke dalam Broadway.

***

Di rumah, Aldi mengangkat kaos kaki kotor yang berserakan di kamarnya. Dia mengangkatnya dengan wajah jijik lalu menciumnya perlahan.

"Huek," Tuturnya hampir saja muntah, "Bau banget sih, jorok ih." Dia lalu melempar kaos kaki tersebut.

Aldi kemudian menoleh menatap Zaki yang masih terlelap tidur. Dia menggelengkan kepalanya, "Heh...Heh." Ujarnya sambil menendang tubuh Zaki dengan kakinya. "Bangun."

"Hmm." Zaki hanya bergumam masih mengantuk.

"Bangun," Kembali Aldi menyuruhnya bangun dan kali dengan nada lebih tinggi.

"Berisik." Hardik Zaki kesal.

Karena tidak mau bangun juga, otak jahil Aldi muncul. Pelan-pelan dia meraih kaos kaki busuk yang ada di lantai tadi. Senyum jahil keluar dari bibir manisnya. Tanpa ragu-ragu dia dekatkan kaos kaki itu ke hidung Zaki. Wajah Aldi memerah karena menahan tawa.

"Hmm, bau apaan nih. Busuk banget." Tuturnya sambil membuka setengah matanya.

Dan saat tersadar, dia terkejut bukan kepalang, "Huek...Huek." Zaki ingin muntah.

"Hahahah." Aldi tertawa geli, "Emang enak lo. Sembarangan aja menaruh kaos kaki. Mana bau busuk begini. Sekarang bangun kan lo."

"Rese banget lo ya. Awas lo." Zaki mengangkat bantal bekasnya tidur dan melemparnya pada Aldi. Tapi sayang Aldi sudah lari keluar kamar terlebih dahulu.

"Nyokap gue udah masak sarapan nih. Cepat keluar." Teriak Aldi dari luar. Tentu saja Zaki langsung loncat dari tempat tidurnya. Urusan makan dia nomor satu.

***

Sejak mendengar kalau Hesti dijodohkan, Faisal jadi sedikit kacau. Dia tidak fokus saat mengajar. Dirinya gundah gulana, rasanya sakit sekali. Tatapannya sekarang kosong sambil melihat tv yang menyala. Bukan dia yang menonton tv, tapi sebaliknya. Menyantap makan pagi pun serasa hambar. Dia tidak berselera, dirinya akhir-akhir ini selalu memikirkan apa yang sedang dilakukan Hesti, bagaimana keadaannya, apa dia sudah makan atau belum. Entah bagaimana cara dia menghilangkan nama Hesti di kepalanya. Sepertinya dia benar-benar patah hati. Menghela napasnya berat, Faisal mencoba menenangkan dirinya dengan bersandar pada sofa. Dia lelah, lelah dengan semua ini.

Beberapa menit kemudian, saat hendak minum air. Tiba-tiba saja ponselnya berdering. Nia menghubunginya malam itu. Tanpa menunggu, Faisal langsung mengangkatnya.

"Halo," Ucap Faisal ramah.

"Halo Sal, ini gue Nia. Gue mau ngomong soal Lembayung Biru. Bisa kita ketemu?"

"Hari ini?" Tanya Faisal.

"Ya, kalau lo nggak ada kegiatan bisa hari ini?"

"Tentu, kebetulan gue lagi nggak ada acara. Dimana?"

"Nanti gue kirim alamatnya. Jam dua okay?"

"Ok, jam dua ya." Tutur Faisal.

"Sip,"

Tepat jam dua siang, Faisal sudah duduk di Restaurant sebuah Mall mewah di Jakarta. Dia memakai pakaian rapi dan berdandan agar terlihat tampan. Beberapa menit kemudian Nia datang dengan seorang temannya. Dia adalah salah satu sutradara iklan di tv.

"Hai Sal, kenalkan. Ini Anjar temen gue main dulu waktu kerja di stasiun tv." Ucap Nia memperkenalkan temanya.

"Anjar." Ucap Sutradara tersebut memperkenalkan diri.

"Faisal." Jawabnya. Mereka kemudian berjabat tangan.

Nia yang tersadar memindai tubuh Faisal dengan heran, "Tumben dia rapi sekali." Ungkapnya dalam hati. Dia yang kemudian mengerti lalu tertawa kecil, dia tahu sekarang kenapa Faisal tampak begitu rapi dan menawan. Faisal langsung canggung dibuatnya, dia tertawa sembari menggaruk kepalanya karena malu.

Lihat selengkapnya