Semua orang terkejut saat mendengar kecelakaan yang terjadi. Warso langsung datang untuk menjaga Anggun, sedangkan Yani termenung melihat anaknya tidak sadarkan diri. Aldi harus menerima sepuluh jahitan di kepala dan kaki. Sedangkan Anggun mengalami patah tulang bagian tangan dan harus dioperasi. Kejadian ini benar-benar membuat semua orang cemas. Faisal terduduk lemas di lobby rumah sakit, di saat semuanya mulai membaik, musibah datang. Dia tidak tahu apakah mereka mampu untuk berkompetisi tiga bulan lagi. Waktunya sangat mepet.
Berjalan keluar rumah sakit lunglai, Faisal melihat Hesti yang sepertinya sedang bertengkar dengan seorang laki-laki. "Itu siapa? Pacarnya kah, saudara atau apa?" Tanya Faisal dalam hati. Dia kemudian mendekati mereka. Dengan senyum manis, Faisal menyapa Hesti. "Hesti?" Ucapnya.
Hesti yang sedang memijat dahinya langsung menoleh, "Faisal, kamu ngapain di sini?"
"Itu, si Aldi sama Anggun kecelakaan dan dirawat di sini. Kamu? Ada yang sakit?"
"Ah, Bapak tiba-tiba penyakit lambungnya kumat. Muntah-muntah sejak kemarin."
"Siapa ini Hes?" Pras yang curiga langsung bertanya pada Hesti.
"Oh iya, kenalkan ini Pras, calon suami saya. Pras ini Faisal, teman kuliah saya."
Pras dengan ramah mengulurkan tangannya, "Pras."
"Faisal." Ucapnya sambil menerima uluran tangan Pras. "Yaudah kalau gitu. Saya permisi dulu." Tutur Faisal undur diri. Dia jadi semakin lemas, tapi juga penasaran dengan apa yang terjadi tadi dengan mantan kekasihnya itu. Mereka sepertinya bertengkar hebat.
***
Satu bulan telah berlalu, Aldi sudah mulai bisa ikut latihan tari walau terkadang kakinya masih terasa sakit. Dan untuk Anggun, dia masih harus menggunakan penyangga di tangannya. Berlatih bersama yang lain, wajah Anggun sudah basah oleh keringat. Hatinya sebenarnya kesal karena tidak bisa latihan dengan total, namun apa boleh buat dia masih belum pulih sepenuhnya.
"Kamu nggak apa-apa Nggun?" Tanya Fisal yang melihat Anggun mengernyit memegangi lengannya.
"Saya nggak apa-apa," Tutur Anggun. Aldi yang berada agak jauh di samping memperhatikan Anggun sejak tadi. Semenjak kecelakaan itu, mereka jadi jarang mengobrol dan menjadi renggang.
Faisal kemudian menghampiri Tari yang terlihat kesulitan dengan suaranya. "Jangan terlalu memaksakan suaramu. Pita suaramu juga butuh istirahat. Kita masih ada waktu kok."
Tari hanya mengangguk sambil menarik napas untuk menghilangkan dirinya yang tersengal-sengal.
"Des, nanti tolong bantu Aldi ya. Pelan-pelan saja."
"Oke." Jawab Desi.
Faisal kemudian kembali melangkah ke depan ruangan untuk mengamati latihan anak-anaknya. Kali ini mereka harus lebih baik dari tahun kemarin. Suasana sedang membara, walau mereka merasa lelah, tapi itu tidak menurunkan semangat mereka untuk bisa menang. Bahkan Diana terlihat berusaha keras untuk bisa menyamakan suara. Faisal mengangguk melihat itu semua.
"Ok, bagus. Ayo pertahankan semangat kalian. Go...go...go." Teriak Faisal sembari menepukkan tangannya. Dia sedikit lega mereka sudah kompak satu sama lain. Tinggal besok Bianca dan Nia akan melihat latihan mereka sekaligus membantu Faisal.
***
Yatno sore itu datang ke Bluesky Studio, dia duduk di dalam mobilnya mengamati tempat itu dengan seksama. Sengaja dia berada di dalam mobil menunggu hingga semua anak-anak keluar termasuk Tari. Dan benar saja, satu jam kemudian latihan selesai dan mereka semua pulang. Melihat Tari berjalan sendirian. Yatno menatapnya dengan dalam, lalu tiba-tiba dia melihat Rasya menyusul Tari dan berjalan di sampingnya. Dahinya mengerut ketika melihat ada seorang laki-laki yang mengikuti putrinya. Namun itu bukan masalah utamanya hari ini. Hari ini dia datang karena ingin bertemu dengan Faisal.
Faisal yang sedang membereskan tasnya terkejut saat melihat seseorang masuk tanpa permisi.
"Kamu Fasial?" Tanya Yatno.
"Iya benar saya Faisal, Bapak adalah?"
"Saya Yatno, ayah Tari."
"Ah, Ayah Tari. Silahkan duduk." Ucap Faisal ramah. Yatno lalu duduk dengan wajah angkuhnya sambil memindai seisi ruangan.
"Ruangannya hanya ini? Kalian latihan di sini?"
"Iya ini ruangan latihan kami. Walau tidak besar, tapi cukuplah untuk anak-anak latihan." Ujar Faisal, dia kemudian mengamati raut wajah Yatno yang seperti kecewa akan sesuatu. Matanya masih mengamati seisi ruangan "Kalau boleh tahu? Ada apa Bapak datang kemari?" Tanya Faisal takut-takut karena sepertinya orang di depannya ini bukan orang sembarangan. Dia pernah mendengar kalau Tari adalah anak salah satu pejabat daerah.
"Hmm, saya akan langsung saja. Saya ingin Tari berhenti bernyanyi. Saya ingin dia fokus pada sekolahnya dan saya ingin meminta bantuanmu untuk tidak lagi menerimanya di sini."
Faisal terdiam beberapa saat, lalu senyum ramah keluar dari bibirnya, "Maaf, saya tidak bisa melakukannya. Tari anak yang sangat berbakat dan dia sangat suka bernyanyi. Kenapa bapak ingin dia berhenti? Karirnya akan sangat cemerlang jika terus diasah."
"Karir? Bernyanyi? hah. Kamu sendiri tahu dan merasakan bagaimana kerja di industri musik. Saya tahu dia sangat berbakat, saya bisa melihat itu. Tapi sayangnya, di sini profesi sebagai penyanyi tidak menjamin apapun. Saya tidak bisa melihat dia menderita karena impiannya."
Mendengar perkataan Yatno, Faisal menjadi kesal, "Impian bukan sesuatu hal yang sia-sia. Jangan meremehkan impian seseorang. Saya rasa Tari akan kecewa jika mengetahui hal ini. Keputusan saya tetap sama, saya akan mendukung impian anak-anak didik saya."
Yatno terdiam, matanya memicing untuk beberapa saat. "Berani juga bocah ini." Ucapnya dalam hati. Dia lalu menatap Faisal dengan tajam. Faisal pun tidak mau kalah, tatapannya kokoh tanpa gentar Akhirnya Yatno menelan ludahnya kesal dan pulang tanpa mendapatkan apa yang dia inginkan.
Mood Faisal benar-benar berantakan karena kehadiran ayah Tari. Kepalanya pusing. Dia lelah secara fisik dan emosional. Dia hanya ingin anak-anaknya sukses, itu saja. Tapi rintangan silih berganti datang. Seketika dirinya lunglai tak berdaya. Faisal melepaskan tasnya di atas bangku dan kembali duduk sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
***
Zaki dan Sasha tengah makan di warung mie ayam yang ada di dekat sekolah Sasha.
"Jadi, lo tinggal di rumah Aldi."
"Iya, untuk sementara waktu. Gue tinggal bareng Aldi."